TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Seorang karyawan toko buah durian, Qushairi Rawi, dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus suap benur yang melibatkan eks Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo, Selasa (8/6/2021).
Penjual durian ini dihadirkan sebagai saksi lantaran rekeningnya bank miliknya teraliri uang Rp 1 miliar, yang diduga kuat terkait perkara suap izin ekspor benur tersebut.
Bagaimana Rawi bisa masuk pusaran perkara suap Edhy Prabowo? Semua ini bisa terjadi karena toko buah tempat Qushairi Rawi bekerja itu adalah milik Amiril Mukminin, yang tidak lain adalah Sespri eks Menteri Edhy Prabowo.
Sebagai karyawan toko, Qushairi Rawi, tidak keberatan rekening miliknya digunakan transaksi. Ada uang sekitar 1 miliar yang masuk ke rekeningnya.
Selanjutnya uang di rekeningnya itu, kemudian dia transfer ke rekening Amiril yang merupakan bosnya.
Dalam kesaksiannya, Rawi mengatakan pernah diminta oleh Amiril untuk melakukan transfer kepadanya.
Total transfer yang dilakukan Amiril ke rekening Rawi tercatat mencapai Rp1 miliar.
Jaksa KPK menyebut Rawi sudah 10 kali diminta Amiril melakukan transfer dengan nominal masing-masing Rp100 juta.
"Saya bacakan, keterangan nomor 11, transfer ke Amiril yaitu yang saya ingat sekitar 10 kali transfer dengan uang minimal yang saya transfer Rp100 juta sekali transfer. Hal itu berlangsung September sampai Oktober 2020," kata jaksa saat membacakan BAP saksi di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (8/6/2021).
JPU membacakan dalam BAP bahwa Rawi menerima uang tunai untuk kemudian disetor melalui teller bank, hingga melakukan setor ke rekening lalu kemudian ditransfer.
Dalam dakwaan, Edhy Prabowo diduga menerima sejumlah uang dari para eksportir benur dan Amiril diduga mentransfer uang Rp 425 juta ke Rawi untuk bisnis durian miliknya.
"Skemanya, saya kalau buah tidak ada yang datang, Amiril minta tolong transfer untuk setor, terus transfer," kata Rawi dalam kesaksiannya.
Rawi tidak berani menanyakan soal uang tersebut kepada Amiril karena statusnya sebagai pekerja.
"Jadi rasanya kurang elok kalau tanya ini uang apa. Namun saya tidak ada rasa praduga bahwa itu hasil-hasil yang tidak benar," kata Rawi.
Rawi menyebut Amiril memiliki banyak usaha di bidang penjualan buah.
"Karena setelah saya kumpul satu rumah dengan Amiril, dia ternyata banyak bisnisnya juga, seperti buah-buah, ada musang king, yang saya tangani buah-buah, musang king, buah naga, mangga, alpukat," katanya.
Bahkan, tak hanya itu, Rawi mengatakan Amiril memiliki bisnis di otomotif yakni jual beli mobil.
Hal tersebut yang kemudian membuat Amiril tak menaruh curiga dari mana uang transfer dari Amiril adalah hasil usahanya.
Soal bisnis jual-beli mobil, Rawi mengatakan pernah diajak Amiril mengantarkan mobil Fortuner silver kepada Amri.
Amri sendiri disebut sebagai salah satu pemegang saham PT ACK, selaku perusahaan kargo ekspor benur.
"Kalau Fortuner bukan dari Amiril, tapi terima itu dari dealer, mobil saya terima Jumat, Oktober, setelah salat Jumat, ada orang dealer datang mau serah-terima, lalu sama Amiril saya diperintah untuk menerima dari dealer," kata Rawi
Dalam perkara ini, Edhy Prabowo didakwa menerima suap senilai Rp25,7 milar oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK.
Penerimaan suap ini dilakukan secara bertahap yang berkaitan dengan penetapan izin ekspor benih lobter atau benur tahun anggaran 2020.
Penerimaan suap itu diterima oleh Edhy Prabowo dari para eksportir benur melalui staf khususnya, Andreau Misanta Pribadi dan Safri; sekretaris Menteri KP, Amiril Mukminin; staf pribadi istri Iis Rosita Dewi, Ainul Faqih dan Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI), sekaligus pemilik PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadhi Pranoto Loe.
Pemberian suap ini setelah Edhy Prabowo menerbitkan izin budidaya lobater untuk mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Ranjungan (Portunus spp) dari wilayah negara Republik Indonesia.
Pemberian suap juga bertujuan agar Edhy melalui anak buahnya Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses persetujuan izin budidaya lobster dan izin ekspor benih bibit lobster perusahaan Suharjito dan eksportir lainnya.
Perbuatan Edhy selaku Menteri Kelautan dan Perikanan RI bertentangan dengan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, serta bertentangan dengan sumpah jabatannya.
Edhy Prabowo didakwa melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.(*
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Sespri Edhy Prabowo Transfer Uang Rp 1 Miliar Pakai Rekening Karyawan Toko Durian