Berita Viral

Kritik Harus, Tapi Jika Ada Upaya Gulingkan Jokowi, Sujiwo Tejo: Saya akan Berdiri di Baris Depan

Editor: muslimah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Budayawan Sudjiwo Tedjo

TRIBUNJATENG.COM - Budayawan Sujiwo Tedjo mengungkapkan pendapatnya tentang fenomena sosial terakhir.

Dimana publik belakangan ini dihebohkan dengan viralnya mural-mural berisi kritikan untuk pemerintah.

Pasalnya, sejumlah kritik bergambar di berbagai daerah harus dihapus oleh aparat.

Penghapusan tersebut dilakukan dengan dalih tak berizin.

Mural Presiden Jokowi bertuliskan 404:Not Found di Batuceper, Kota Tangerang, Banten. (Tribunnews.com/Istimewa)

Ada pula mural mirip Presiden Jokowi bertulis 404: Not Found yang sempat viral dan trending di media sosial.

Terlebih, aparat tengah memburu penggambar mural tersebut.

Budayawan Sujiwo Tejo tak menampik bila dalih penghapusan tersebut adalah persoalan lingkungan dan aturan.

Namun, Sujiwo Tejo menilai bahwa penghapusan mural tersebut semestinya juga tidak pilih-pilih.

Dalam hal ini, kritikan dan pujian terhadap pemerintah harus diperlakukan sama.

"Penertiban itu yang penting tidak terkesan tebang pilih," ujar Sujiwo Tejo dikutip TribunWow.com dari Apa Kabar Indonesia Pagi, Kamis (19/8/2021).

Hal itu disampaikan Sujiwo Tejo kepada Staf Khusus Sekretariat Kabinet, Faldo Maldini.

Tejo menegaskan pemerintah tak perlu gusar akan adanya mural-mural tersebut.

Pihaknya menilai, kritik masyakarakat tersebut tetap harus diterima pemerintah.

Namun, Sujiwo Tejo juga akan menentang keras bila konteks kritikan tersebut adalah bagian dari upaya penggulingan pemerintahan Jokowi.

"Saya sampaikan ke Bung Faldo, sekeras apapun aku mengkritik Pak Jokowi, tolong dicatat, Sujiwo Tejo akan berdiri di baris depan jika ada usaha untuk menggulingkan Pak Jokowi," kata Sujiwo Tejo.

"Dia harus selesai sampai 2024. Kalau enggak, tambah kacau. Tapi kritik harus tetap ada. Supaya Pak Jokowi tambah baik," tegasnya.

Lebih lanjut, budayawan sekaligus seniman wayang itu lantas juga memberi pandangan terkait pentingnya mural.

Selain bisa menyuarakan kritik, mural juga bisa membuat ruang imajinasi masyarakat tidak monoton sempit.

Terlebih, akan lebih baik bila muatan mural-mural tersebut dibalut dengan kearifan atau budaya lokal Indonesia.

"Bagaimana kalau mural itu sekalian untuk membangkitkan kenangan-kenangan yang sudah ada. Misalnya, kenapa nggak gambar wayang. Pak Jokowi digambar pakai Gatot Kaca," ucap Sujiwo Tejo.

"Jadi tidak langsung pinjam istilah dari Swiss atau apa, 404: Not Found itu kan dari barat," tegasnya.

Simak videonya mulai menit ke 5.00:

Pandangan Faldo Maldini

Seniman pembuat mural Jokowi 404: Not Found yang ada di Jalan Pembangunan 1, Batuceper, Tangerang, Banten tengah diburu polisi.

Menurut pihak kepolisian, mural tersebut telah melecehkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai lambang negara yang harus dihormati.

Padahal, hal tersebut tak tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Diketahui, mural bergambar wajah Jokowi dengan mata ditutupi tulisan '404:Not Found' tersebut kini telah dihapus.

Setelah sempat viral, mural tersebut kini hanya menyisakan segaris cat hitam yang dibubuhkan di bawah dinding jalan layang.

Di sisi lain, pernyataan tentang pelecehan lambang negara itu diungkapkan oleh Kasubag Humas Polres Metro Tangerang Kota, Kompol Abdul Rachim.

Ia mengatakan bahwa Presiden Jokowi merupakan lambang negara dan harus dihormati.

"Presiden itu Panglima Tertinggi TNI-Polri, itu lambang negara. Kalau kita sebagai orang Indonesia mau pimpinan negara digituin. Jangan dari sisi yang lain kalau orang punya jiwa nasionalis," terang Rachim dikutip dari TribunJakarta.com, Minggu (15/8/2021).

Sementara itu, dikutip TribunWow.com dari Kompas TV, Minggu (15/8/2021), menurut UUD 1945 tak ada pernyataan bahwa Presiden adalah lambang negara.

Pada pasal 36A UUD 1945, dituliskan, "Lambang negara ialah garuda pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika".

Presiden sebagai lambang negara juga tak disebutkan dalam UU no. 24/ 2009 yang menjabarkan mengenai simbol identitas bangsa.

Dalam pasal 2, dituliskan, "Bendera, Bahasa, dan lambang negara serta lagu kebangsaan sebagai simbol identitas dan wujud eksistensi bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia."

Mengenai hal tersebut, Staf Khusus Kementerian Sekretariat Negara (Mensetneg) Faldo Maldini angkat bicara dan memberi penjelasan.

Rupanya, yang dipermasalahkan bukanlah substansi dari mural tersebut, melainkan perizinan lokasi tempat mural dibuat.

"Yang namanya mural, entah apa pun isinya, yang gambarnya memuji tokoh politik tertentu, yang mengkritisi pemerintah, yang memuji pemerintah, kalau tidak ada izinnya bisa berujung pada tindakan melawan hukum, mencederai hak orang lain, itu ada di KUHP, silakan dicek," terang Faldo Maldini.

"Kalau mural tidak perlu izin, nanti rumah kita bisa dicat orang dengan gambar pemain bola, misalnya Messi, padahal kita fans Ronaldo, ini kan sewenang-wenang."

"Apalagi itu fasilitas publik yang dihajar, memperbaikinya pakai uang rakyat pula."

"Kalau mau kritik, ruang untuk mengkritik itu terbuka di republik ini, kami juga selalu mengupayakan untuk buka ruang diskusi," tandasnya. (TribunWow,com/Rilo)

Artikel ini telah tayang di TribunWow.com

Berita Terkini