TRIBUNJATENG.COM - Polda Jatim meringkus komplotan pembuat sekaligus pengedar uang palsu.
Lima pelaku berasal dari daerah berbeda-beda: ASP (warga Lombok), AAP (warga Nganjuk), AUW (warga Jombang), AS (warga Jombang), dan JS (warga Tanah Bumbu, Kalsel).
Mereka diketahui telah mencetak uang palsu sebanyak Rp 3,7 miliar.
Baca juga: Prediksi Italia Vs Belgia UEFA Nations League, H2H, Susunan Pemain dan Link Live Streaming
Bahkan, beberapa uang palsu sudah sempat diedarkan.
Awal kasus
Dihimpun dari Kompas.com, kasus tersebut berawal saat petugas mendapatkan informasi peredaran uang palsu di wilayah Kecamatan Kalibaru, Kabupaten Banyuwangi.
Polisi kemudian bergerak cepat berhasil mengamankan tersangka ASP alias Pak So di rest area SPBU Kalibaru pada 16 September 2021.
Saat itu ASP membawa 71 lembar uang palsu pecahan Rp100.000.
Ia mengaku uang palsu tersebut didapatkan dari tersangka AAP yang berasal dari Nganjuk.
Pada 28 September sekitar pukul 16.00 WIB, polisi berhasil mengamankan AAP.
Di rumah AAP, polisi mengamankan dua tas ransel berisi uang palsu senilai Rp1 juta.
AAP mengaku uang tersebut didapatkan dari tersangkan lain, AUW yang ada di Mojokerto.
Di-backup anggota Polda Jatim, AUW berhasil diamankan pada 29 September 2021.
Dari tangan AUW, polisi mengamankan 300 lembar pecahan Rp100.000.
Dari hasil pemeriksaan, AUW mengaku uang tersebut diperoleh dari tersangkan AS dan AJ.
Polisi berhasil mengamankan AS dan AJ.
Selain pelaku, sejumlah barang bukti juga berhasil diamankan.
Mulai uang palsu senilai Rp3,7 miliar, lima alat sablon, enam botol tinta kertas, satu jeriken berisi tinta.
Kemudian ada satu alat mesin printer, satu komputer, dan satu unit laptop.
Belajar dari YouTube
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Gatot Repli Handoko memberikan keterangannya.
Ia mengatakan, seorang pelaku memiliki keterampilan mengoperasikan alat cetak sablon secara autodidak.
Pelaku itu mempelajari berbagai macam teknik pencetakan dengan alat sablon menggunakan metode offset, melalui situs tayangan video yang menyajikan panduan teknis pencetakan gambar atau sablon.
"Dia bukan tukang sablon. Belajar di internet, tutorial video (YouTube) gitu," ujar Gatot, dikutip dari TribunJatim.com, Sabtu (9/10/2021).
Dengan metode itu, ungkap Gatot, sindikat tersebut sudah beroperasi sejak kurun waktu 10 bulan lalu.
Mereka telah mencetak ribuan uang palsu, dalam pecahan Rp100 ribu, dengan total nominal Rp3,7 miliar.
Cara pelaku mengeruk keuntungan adalah menjual lembaran uang palsu tersebut dengan rasio perbandingan 1:3.
Uang palsu senilai Rp300 ribu, ditukar dengan uang asli senilai Rp100 ribu.
"Dengan perbandingan itu, dia bisa raup keuntungan banyak," jelasnya.
Mereka membagi tugas dalam menjalankan bisnis uang palsu tersebut. Ada yang mengedarkan dan menjual uang palsu.
"Kami akan kembangkan, rata-rata diedarkan pada malam hari. Khususnya pada masyarakat yang awam," pungkas Gatot.
Atas perbuatan tersebut, para pelaku akan dikenai Pasal 36 Ayat 2 Jo Pasal 26 Ayat, atau Pasal 36 Ayat 3 Jo Pasal 26 Ayat 3, UU RI No 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang.
Ancaman pidana penjara 10 tahun, dan denda uang maksimal Rp10 miliar.
Komentar BI Jatim
Kepala Deputi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Timur, Imam Subarkah menganggap, produk uang palsu buatan sindikat pencetak uang palsu yang berhasil dibongkar Polda Jatim beberapa waktu lalu, terbilang berkualitas rendah.
Produk uang palsu yang diproduksi sindikat tersebut sama sekali tidak memiliki kemiripan dengan uang asli dari aspek manapun.
Mulai dari aspek kecerahan warna, tanda gambar air (watermark), dan tanda pengaman berupa benang yang lazim ditanam pada uang asli.
Kemudian, tekstur permukaan kertas, kualitas dari jenis kertas yang digunakan, hingga teknis atau metode pencetakannya.
Oleh karena itu, Subarkah mengimbau masyarakat untuk senantiasa menerapkan teknik pendeteksi keaslian uang yang sudah sering dikampanyekan, yakni dilihat, diraba, dan diterawang (3D).
Dilihat, yakni melihat kategori jenis pewarnaan uang dari tampilan.
Diraba, yakni memastikan tekstur uang asli yang seharusnya kasar, bukannya halus.
Diterawang, yakni memastikan keberadaan watermark, dan benang yang lazim ditanam pada uang asli.
Meski hanya teknik sederhana, namun cara tersebut sangat efektif dan dapat digunakan oleh masyarakat yang masih ragu dengan keaslian uang yang sedang diperolehnya saat bertransaksi sehari-hari.
"Kami imbau masyarakat pakai cara itu, 3D saat transaksi, khususnya transaksi di malam hari," urai Subarkah. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul FAKTA Komplotan Pembuat Uang Palsu Rp 3,7 M Ditangkap Polda Jatim, Mengaku Belajar dari YouTube
Baca juga: DPR hingga Istana Angkat Bicara soal Kasus Dugaan Pencabulan Anak di Luwu Timur