Oleh Stevalia Nugraheni
Mahasiswa S2 Psikologi Unika Soegijapranata
BELAKANGAN ini ramai lagi kasus kekerasan seksual terhadap korban, baik perempuan maupun anak-anak. Kebanyakan orang menyorot apa hukuman yang pantas bagi pelaku. Berapa tahun vonis yang dijatuhkan bagi pelaku kekerasan seksual.
Jarang perhatian publik kepada bagaimana kondisi mental korban. Adakah bantuan untuk korban dan cara pemulihan mentalnya.
Kasus yang sempat heboh adalah nama seorang perempuan bernama Novia.
Dia diduga melakukan bunuh diri karena depresi akibat hamil di luar nikah dan dipaksa untuk menggugurkan kandungannya oleh oknum polisi berpagkat Bripda, kekasihnya. Dan masih banyak lagi kasus kekerasan seksual, yang disorot publik adalah pelakunya.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat adanya tindakan kekerasan seksual yang terjadi pada anak dan perempuan mencapai angka tertinggi pada tahun 2020 yakni sekitar 7.191 kasus.
Jumlah kasus kekerasan pada anak dan perempuan mencapai 11.637 kasus.
Kemudian jumlah total kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terkini di tahun 2021 telah mencapai angka 3.122 kasus.
Pemerintah harus melakukan adanya pembenahan pada Lembaga layanan masyarakat terkait masalah ini. Lembaga terkait harus lebih “aware” dan lebih sensitive lagi terhadap kasus yang terjadi terhadap perempuan.
Karena ditakutkan adanya penambahan korban lagi dalam kasus kekerasan seksual pada anak dan perempuan.
Perilaku seksual pranikah pada remaja adalah perilaku karena adanya dorongan seksual yang dilakukan oleh lawan jenis dan belum resmi terikat dalam perkawinan.
Perilaku seksual pranikah dapat menimbulkan beberapa akibat, seperti kehamilan diluar nikah yang tidak dikehendaki, kesehatan ibu dan bayi, putus sekolah bagi yang masih sekolah, penyakit menular, depresi.
Pada remaja yang hamil di luar nikah mengalami sebuah kecemasan terhadap nasib masa depan janin yang ada di dalam kandungannya.
Kecemasan itu muncul disebabkan karena kehamilannya saat ini dilakukan dengan pasangan yang bukan suaminya.
Selain itu juga karena takut kalau nantinya kondisi kehamilan tersebut akan diketahui oleh orang tua dan lingkungan sosialnya.
Kondisi kecemasan tersebut diperburuk dengan adanya kemungkinan bahwa lelaki yang telah menghamili tidak bersedia untuk bertanggungjawab dengan cara menikahi secara resmi.
Dalam kasus hamil diluar nikah ini seringkali perempuan yang dianggap paling bersalah dan mempunyai cap wanita nakal.
Seringkali wanita terpaksa melakukan hubungan terlarang itu dikarenakan takut kehilangan pasangannya, takut dianggap tidak mencintai pasangannya dan lain lain.
Padahal seharusnya di dalam sebuah hubungan harus ada sikap tanggung jawab, mengetahui segala resiko perbuatan yang dilakukan, dan jangan memaksa.
Karena apabila memaksa hal ini sudah termasuk kekerasan seksual yang mana sudah adanya Rancangan Undang Undang.
Kesehatan mental
Dampak dari kasus diatas yang diduga pemerkosaan dan mengakibatkan hamil diluar nikah adalah kesehatan mental yang buruk. Kesehatan mental menjadi masalah yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kondisi kestabilan kesehatan mental mempengaruhi kesehatan fisik.
Kesehatan mental didefinisikan sebagai keadaan saat sesorang mampu berkembang secara mental, spiritual, fisik dan sosial sehingga mampu menyadari kemampuan yang ada pada dirinya untuk mengendalikan tekanan, mampu produktif dalam bekerja, dan dapat berkontribusi dalam lingkungannya (Wijaya, 2019).
Seseorang yang mempunyai mental sehat akan dapat menggunakan potensi dan kemampuan yang ada pada dirinya dengan maksimum dalam menyelesaikan masalah hidup, dan mempunyai ikatan posisitif bersama orang lain.
Hal ini sangat berbanding terbalik apabila orang tersebut mempunyai kesehatan mental yang buruk akan mengakibatkan gangguan suasana hati, gangguan berfikir, dan pengendalian perasaan yang nantinya akan mengarah pada perbuatan yang buruk (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018).
Salah satu bentuk mental illness yang sering terjadi di sekitar kita adalah adanya tindakan bullying.
Bullying merupakan bentuk ancaman, perlawanan terhadap sasaran yang lebih lemah dibanding pelaku dilihat dari aspek kekuatan fisik, sosial, psikologis, dan aspek lain yang menunjukan perbedaan kekuatan (Devi, 2019).
Perlindungan hukum
Bullying juga merupakan salah satu perilaku kekerasan yang terjadi dalam bentuk pemaksaan secara psikologis maupun fisik kepada individu ataupun kelompok yang memiliki kekuatan lebih lemah.
Bullying bisa dilakukan oleh seseorang maupun kelompok dan mereka biasanya telah mempersiapkan kekuatan dirinya untuk memberi perlakuan apapun kepada korbannya (Zakiyah & Humaedi, Sahadi Santoso, 2017).
Ada beberapa contoh bullying yang seringkali diterima oleh remaja yaitu Bullying fisik , Bullying verbal, Bullying relasional, Cyber bullying.
Dalam kasus Novia di atas dia mengalami Bullying verbal yang mana ia mengalami penindasan dari pamannya, kekasihnya, dan orang tua dari kekasihnya secara verbal antara lain celaan, fitnah, komentar kejam, menghina dan ia juga mendapatkan Bullying relasional yang mana bentuk penindasan yang melemahkan harga diri dari korbannya, dan penindasan ini sulit untuk diidentifikasi dari luar.
Dengan adanya kasus diatas kita bisa lebih aware terhadap korban yang mengalami kasus kekerasan seksual yang dialami oleh wanita, pemerintah juga harus segera memberikan kebijakan dan perlindungan terhadap kasus ini agar tidak terjadi lagi kasus kekerasan seksual yang mengakibatkan korban hingga bunuh diri.
Diperlukannya lembaga yang kapabel dalam bidang ini untuk merangkul korban kekerasan seksual agar ia tetap mempunyai harapan untuk hidup yang layak dan bahagia. (*)