Oleh: Sri Hastuti SPd, Guru SMPN 4 Comal Kab Pemalang
PROSES pembelajaran Matematika akan terwujud lebih bermakna dan hasilnya memuaskan, jika guru kreatif dan inovatif dalam mengembangkan metode pembelajaran. Kegiatan pembelajaran dirancang sedemikian rupa untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar siswa, siswa dengan guru dan sumber dasar lainnya.
Pada pembelajaran Matematika di sekolah, sebagian guru masih mendominasi proses belajar mengajar dengan menerapkan konsep pembelajaran konvensional. Pada umumnya guru memulai pembelajaran langsung pada penerapan materi, kemudian pemberian contoh, mengevaluasi siswa melalui latihan soal. Akibatnya prestasi belajar Matematika di sekolah masih relatif rendah dan tidak mengalami peningkatan yang berarti.
Terjadinya kegagalan tersebut disebabkan masih ada peserta didik yang melakukan kecurangan saat ulangan, bercerita dengan teman ketika guru sedang menjelaskan materi. Selain itu masih ada peserta didik di SMP Negeri 4 Comal Kabupaten Pemalang yang hanya belajar jika ada tugas atau pekerjaan rumah saja.
Di samping itu penyebab lain adalah guru kurang inovasi menggunakan model pembelajaran yang kooperatif. Hal ini sesuai pendapat Ibrohim (200 :112). Bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan belajar.
Penulis mencoba menggunakan model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT). Slafin (2008:45), model kooperatif adalah model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4 atau 6 orang dengan struktur kelompok heterogen. TGT merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif dengan dibentuk kelompok-kelompok kecil dalam kelas yang terdiri dari 3 sampai 5 siswa yang heterogen baik dalam prestasi akademik dan jenis kelamin.
Pertama, penyajian materi dalam TGT mula-mula siswa harus memperhatikan selama penyajian materi di kelas karena dengan demikian akan membantu mereka mengerjakan kuis dengan baik yang akan menentukan skor kelompok. Kedua, team dalam TGT terdiri atas 4 sampai 5 siswa yang heterogen baik dalam prestasi akademik dan jenis kelamin. Fungsi utama kelompok adalah untuk meyakinkan bahawa semua anggota kelompok belajar dapat berhasil dalam kuis. Setelah guru menyampaikan materi, kelompok bertemu untuk mempelajari lembar kerja.
Ketiga, game disusun dari pertanyaan-pertanyaan yang isinya relevan dan di desain untuk menguji pengetahuan siswa dari penyajian materi. Game dimainkan oleh 3 siswa pada sebuah meja, dan masing-masing siswa mewakili tim yang berbeda. Siswa mengambil kartu bernomer dan berusaha menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomer tersebut. Sebuah aturan, penantang memperbolehkan para pemain saling menantang jawaban.
Keempat, tournament merupakan sebuah struktur dimana game berlangsung. Dalam hal ini yang pertama dilakukan guru menempatkan siswa ke meja tournament, 3 siswa terbaik pada hasil belajar pada meja 1.3 siswa berikutnya pada meja 2 dan seterusnya. Kelima, penghargaan kelompok team akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu.
Penulis mengajar dengan model TGT pada siswa kelas 9 SMPN 4 Comal dalam materi Transformasi Geometri telah diperoleh hasil belajar siswa meningkat, tuntas sesuai KKM. Oleh karena itu penulis menyarankan guru hendaknya dalam memberikan pelajaran Matematika sebaiknya menggunakan model TGT sebagai alternatif model pembelajaran karena terbukti dapat meningkatkan hasil belajar tersebut. Di samping itu proses pembelajaran materi Transformasi geometri dengan tipe TGT menunjukkan peningkatan aktifitas belajar siswa, baik secara pribadi maupun kelompok. (*)