Berita Pekalongan

Kerugian Banjir Rob di Pekalongan Capai Rp 7 Triliun, Ketahanan Pangan Masyarakat Dimatangkan

Penulis: Indra Dwi Purnomo
Editor: m nur huda
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Konsorsium Mercy Corps Indonesia (MCI) dan Earthworm Foundation (EF) Indonesia, bersama dengan Pemerintah Kabupaten Pekalongan menggelar Konsultasi Publik Rencana Tata Guna Lahan Partisipatif (Participatory Land Use Planning/PLUP) di Hotel Dian, Wiradesa.

TRIBUNJATENG.COM, KAJEN - Guna sinergikan penanganan banjir dan rob di wilayah Kabupaten Pekalongan, konsorsium Mercy Corps Indonesia (MCI) dan Earthworm Foundation (EF) Indonesia, bersama dengan Pemerintah Kabupaten Pekalongan menggelar Konsultasi Publik Rencana Tata Guna Lahan Partisipatif (Participatory Land Use Planning/PLUP) di Hotel Dian, Wiradesa.

"Saya mengapresiasi kegiatan kolaboratif masyarakat, pemerintah daerah dan lembaga non pemerintah yang melihat bentang alam sebagai satu kesatuan pengelolaan untuk sektor ekonom, dan lingkungan perlu lebih didorong agar upaya penurunan risiko banjir dapat ditangani secara integratif dari hulu hingga ke hilir," kata Sekretaris Daerah Kabupaten Pekalongan M Yulian Akbar, Sabtu (3/4/2022).

Menurutnya, ada 7 desa yang menjadi projek dalam kajian risiko dan dampak banjir di DAS Kupang.

"Kita dari pemerintah sangat serius dengan program ini, harapannya dari program ini bisa memberikan manfaat untuk Pemkab Kabupaten Pekalongan dalam menejemen penanganan banjir dan rob di wilayah Kabupaten Pekalongan," ujarnya.

Yulian Akbar menambahkan, pengembangan kelembagaan berbentuk korporasi petani menjadi terobosan dalam penguatan kapasitas ekonomi masyarakat karena dapat menarik lebih banyak aktor untuk turut terlibat di dalam perputaran roda perekonomian wilayah.

"Kegiatan yang diimplementasikan bersama antara Mercy Corps Indonesia dan Earthworm Foundation Indonesia ini merupakan bagian dari program Zurich Flood Resilience Alliance, sebuah konsorsium sepuluh organisasi dari sektor publik dan swasta yang memiliki kesamaan visi, yaitu bahwa banjir tidak akan memberikan dampak negatif pada kesejahteraan dan keberlanjutan hidup masyarakat lewat penguatan kebijakan, meningkatkan investasi serta memperbaiki praktik-praktik pengelolaan risiko banjir," tambahnya.

Bagi penduduk di pesisir Kabupaten Pekalongan, banjir dan rob bukanlah hal yang asing. Kejadian bencana menahun ini telah memberikan kerugian bagi masyarakat yang tidak hanya disebabkan oleh kerusakan sarana prasarana, tetapi juga hilangnya lahan produktif dan disrupsi pada roda perekonomian masyarakat.

Kajian risiko dan dampak banjir di DAS Kupang oleh MCI memprediksi bahwa total kerugian ekonomi dan non ekonomi akibat banjir dan rob di Kabupaten Pekalongan dapat meningkat sebesar 2,6 kali lipat pada tahun 2035, jika dibandingkan dengan kondisi di tahun 2020.

Tanpa ada langkah strategis yang diambil, kejadian banjir ini telah dan akan terus membebani perekonomian masyarakat dan juga keuangan daerah.

MCI dan EFI berupaya memperkuat praktik budidaya berkelanjutan dengan mendorong penguatan nexus antara peningkatan kapasitas sosial ekonomi dan konservasi sumber daya alam melalui implementasi praktik budidaya pertanian, perkebunan dan perikanan yang berketahanan.

Sebagai pondasi bagi pengembangan mata pencaharian ini, dilakukan PLUP oleh masyarakat di tujuh desa, yaitu Desa Jeruksari, Batursari, Jolotigo, Kayupuring, Yosorejo, Tlogohendro, dan Simego, untuk memetakan kapasitas wilayah dan merumuskan gagasan pengelolaan wilayahnya.

"Dengan total kerugian yang diderita 17 desa dengan tingkat risiko banjir tinggi sampai sangat tinggi di Kabupaten Pekalongan yang dapat mencapai 7,077 triliun di tahun 2035, pengendalian risiko banjir perlu dilakukan secara terpadu dari hulu hingga ke hilir."


"Konsultasi publik ini menjadi wadah, untuk merumuskan bersama potensi kolaborasi untuk mengimplementasikan gagasan yang muncul dari proses PLUP," kata Program Manager Zurich Flood Resilience Alliance MCI Denia Aulia Syam.

Hasil PLUP memperlihatkan, bahwa isu strategis pembangunan wilayah dan ketahanan masyarakat dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori, yaitu kurangnya perspektif risiko dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, belum optimalnya pengembangan infrastruktur dan penataan ruang.

Selain itu, belum optimalnya sistem kelembagaan desa dalam mengelola sumber daya wilayah, dan menurunnya daya saing ekonomi desa karena keterbatasan kapasitas dan degradasi sumber daya alam.

"Budidaya yang kami dorong, tidak hanya difokuskan pada membangun perekonomian masyarakat. Tetapi juga, bagaimana praktik budidaya tersebut dapat dilakukan secara adaptif dan tidak mencederai prinsip-prinsip konservasi sumber daya alam."

"Akses pasar serta kelembagaan desa juga kami perkuat agar kontinuitas roda perekonomian tetap dapat terjaga," ujar Aris Priyambodo, program manager Earthworm Foundation Indonesia. (Dro)

 

Berita Terkini