3 Dongeng Kancil Kaya Pesan Moral, Cerita Pengantar Tidur Anak Terbaik
TRIBUNJATENG.COM - Berikut 3 dongeng Kancil terbaik sepanjang masa :
1. Dongeng Kancil dan Buaya di Sungai
Dikisahkan pada suatu siang yang terik, seekor kancil berjalan lunglai menahan haus dan lapar. Musim kemarau sudah tiba. daratan tempat tinggal Kancil sudah kering dan tak ada makanan.
"Aduh aku lelah dan lapar sekali. Musim kemarau sudah tiba," keluh Kancil.
Kancil pun berjalan menuju sungai nun segar. Ia hanya bisa minum tanpa bisa makan.
Tiba-tiba di seberang sungai, Kancil melihat kebun timun tumbuh subur dan lebat. Mentimun adalah makanan kesukaan Kancil. Ia berniat menyeberangi sungai yang dalam tersebut.
Namun sungai tersebut penuh dengan buaya buas.
sungai ini penuh dengan buaya yang rakus. Jika aku menyeberang, pasti aku akan dimakan," kata Kancil.
"
Dari jauh, tampak tiga ekor buaya berenang mendekati Kancil.
"Kancil, kebetulan sekali kau datang ke sungai ini. Mendekat dan minumlah air sungai kami yang segar. Kau haus bukan? " bujuk seekor buaya paling besar.
Kancil yang cerdik pun tidak mudah kena bujuk rayu buaya.
Ia pun berfikir keras bagaimana caranya ia bisa menyeberang.
Tak perlu waktu lama, Kancil si Cerdik pun menemukan ide cemerlang.
" Wahai buaya.... Sebenarnya aku ke sini diperintahkan oleh raja hutan untuk membagikan daging segar untuk kalian semua," tutur Kancil.
"Benarkah Kancil?" tanya Buaya.
Kancilpun mendekat ke sungai sambil meminum air segar.
"Tetapi aku harus tahu jumlah kalian semua agar adil," kata Kancil.
"Lalu apa yang harus kami lakukan?" tanya Buaya.
"Panggil teman-temanmu kemari, aku akan menghitung jumlahnya," kata Kancil.
Lalu salah satu buaya pun pergi untuk memanggil teman-temannya.
Belasan buaya sudah berkumpul di hadapan kancil.
Kancil sebenernya menyimpan rasa takutnya melihat banyak buaya beringas ada di hadapannya.
"Kalau kalian bergerombol begitu, mana bisa aku menghitungnya. Sekarang berbarislah yang rapi," pinta Kancil.
Para buaya pun berbaris di sepanjang sungai agar bisa dihitung jumlahnya.
Kancil pun lantas menginjak barisan buaya itu. Kancil melompat dari punggung buaya satu ke buaya lainnya sambil menghitungnya.
"satu, dua, tiga,......... dua belas, tiga belas, empat belas," hitung Kancil.
Setelah sampai pada buaya yang ada di barisan terakhir maka ia pun melompat dan sampai di seberang sungai.
Sesampainya di seberwng sungai, Kancil pun mengucapkan terimakasih.
" Terimakasih telah membantuku menyeberang,"kata Kancil segera berlari kencang.
Para buaya pun saling berpandangan.
" Jadi kita hanya dijadikan jembatan? Kau telah menipu kami. Awas kau kanciiiil," teriak buaya paling besar.
Baca juga: Dongeng Fabel Kancil dan Buaya di Sungai
2. Fabel Kancil dan Harimau Mencari Sabuk Raja
Suatu sore di belantara hutan yang lebat, Kancil sedang berjalan-jalan di sore hari.
Ia berjalan sambil bernyanyi menyelaraskan kicauan burung.
Saat sedang berjalan, tiba-tiba ia mendengar auman mengerikan.
Belum sempat kabur, dari semak-semak tiba-tiba muncul seekor harimau yang lapar.
Harimau itu pun segera menyergap tubuh Kancil.
"Pucuk dicinta ulam pun tiba, kamu datang di saat aku lapar," tutur Harimau disertai auman.
Kancil menelan ludah ketakutan. Tetapi Kancil yang cerdik berusaha menutupi ketakutannya.
"Oh harimau lama tidak bertemu," sapa Kancil.
"Iya kancil, mungkin ini akan menjadi hari terakhir pertemjan kita. Perutku sudah lapar. Kau akan jadi santapan soreku hari ini," kata Harimau gembira.
"Apa permintaan terakhirmu?" tanya Harimau lagi.
Kancil pun memutar otaknya untuk mengelabuhi harimau. Tak butuh lama, Kancil si Cerdik menemukan ide cemerlang.
"Aku tidak ada keinginan terakhir apapun. Aku hanya punya rahasia besar di hutan ini. Jika aku mati, rahasia besar ini tidak akan pernah diketahui siapapun," kata Kancil.
Harimau pun penasaran dengan rahasia tersebut. Ia menyarankan Kancil untuk memberitahunya.
"Ya sudah beritahu saja apa rahasianya, setelah itu kau akan aku santap. Jadi aku tahu rahasianya, dan perutku kenyang, " tawa Harimau.
Kancil yang cerdik pun mengelabuhi harimau agar ia bisa lolos.
"Ada sabuk besar di hutan ini yang dimiliki oleh singa. Dari sabuk itu lah Singa mendapat kekuatan," tutur Kancil.
Harimau yang serakah itu pun penasaran. Ia seketika ingin memiliki sabuk besar itu.
"Di mana sabuk itu disimpan?" tanya Harimau.
"Baik lah, aku akan antarkan kau ke sana," kata Kancil.
"Tunggu dulu.
Kancil, meskipun kamu mengantarku, jangan harap aku akan melepasmu Hahaha," tawa Harimau dengan mata yang merah.
Kancil berusaha tenang dan segera menunjukkan jalan. Tanpa sepengetahuan Harimau, Kancil mengajaknya pergi ke tempat berbahaya.
Setelah menempuh satu jam perjalanan, akhirnya mereka tiba di suatu tempat yang konon ada sabuk besar.
"Itu sabuknya" kata Kancil menunjuk ke sesuatu yang bergelantungan di pohon.
Dengan gegabah, Harimau pun segera menarik sabuk itu.
"Hahaha aku akan menjadi raja hutan," kata Harimau buas.
Tapi ternyata itu bukan lah sabuk. Melainkan ekor ular piton raksasa.
Piton raksasa pun marah kepada harimau yang mengganggu tidurnya.
Ular raksasa itu segera melilit tubuh Harimau ysng buas.
"Sialan Kancil, kau menipuku," teriak Harimau marah.
Kancil pu segera kabur . Sedangkan Harimau harus bertarung dengan ular piton raksasa.
Baca juga: Dongeng Kancil dan Harimau Mencari Sabuk Raja
3. Dongeng Kancil dan Pak Tani
“Kruukk…krruuk,” Kancil mengelus perutnya yang dari tadi mengeluh lapar, dan tenggorokannya pun sangat kering. Hari amatlah panas. Kancil berjalan sendirian. Tadi dia memang bersama teman-temannya meninggalkan hutan kecil tempat tinggal mereka yang terbakar. Sekarang, teman-temannya sudah meninggalkannya.
Kancil duduk bersandar karena matanya berkunang-kunang. Tiba-tiba ia melihat hamparan hijau. Ya, itu adalah ladang Pak Tani, yang menanami ladangnya dengan ketimun. Air liur Kancil menetes.
“Ah, aku akan memakan timun Pak Tani,” kata Kancil. “Kalau cuma makan sedikit pasti tidak apa-apa.”
Kancil menyusup lewat celah pagar ladang Pak Tani dan mengunyah sebuah ketimun. “Krrss, hmmm, segar sekali.”
“Satu lagi, ah. Lalu aku akan menyusul teman-teman.” Kancil memetik satu lagi, memakannya. Satu lagi, satu lagi, sampai ia kekenyangan dan tertidur. Kancil terkejut karena hari sudah sore. Ia segera meninggalkan ladang itu.
Saat tiba di ladang, Pak Tani kaget melihat ketimunnya banyak yang hilang, hanya tersisa sampah ujung ketimun.. “Aduh, bagaimana ini,” keluh Pak Tani. “Aku tidak jadi panen. Siapa yang berani mengambilnya, ya?”
Bu Tani berkata, “Kita takut-takuti dia dengan orang-orangan, Pak. Siapa tahu, dia tidak berani datang lagi.”
“Ide bagus, Bu. Ayo, kita buat sekarang.”
Mereka membuat orang-orangan dari jerami dan menggunakan baju bekas dan caping Pak Tani.
Esok harinya, Si Kancil memasuki ladang itu lagi.
“Apa? Pak Tani berjaga di ladangnya?” serunya terkejut.
Ia menunggu sampai Pak Tani pergi, namun kelihatannya Pak Tani betah berjaga di sana. Tapi, mengapa Pak Tani diam dan melotot terus seperti itu, ya? Kancil memberanikan diri untuk memasuki ladang dan Pak Tani tidak mengusirnya. Akhirnya Kancil mengerti, bahwa itu hanya orang-orangan yang dibuat seperti Pak Tani.
“Ayo, makan bersamaku, Pak Tani!” ajaknya dan mengambil caping orang-orangan itu. Ia makan sampai kenyang sambil nyender ke tubuh orang-orangan itu. Setelah kenyang, Kancil segera pergi.
Sorenya, Pak Tani terkejut karena ketimunnya tetap hilang. “Ulah siapa, sih, ini?” katanya geram.
“Sepertinya pencurinya sudah tahu jika ini orang-orangan dan bukan bapak,” kata Bu Tani. “Bagaimana jika kita melumuri orang-orangan ini dengan getah, sehingga akan membuat lengket pencurinya?”
Lalu mereka melumuri tubuh orang-orangan itu dengan getah buah Nangka.
Esoknya, Kancil datang lagi. “Wah, Pak Tani, kamu masih disitu,” katanya lalu mulai memetik ketimun dan mulai memakannya sambil menyenderkan tubuhnya. Selesai makan, ia berniat pergi. Tapi, oh-oh, badannya lengket menempel ke orang-orangan itu!
Tiba-tiba datanglah Pak Tani. Kancil tidak berkutik, dia harus siap-siap dihukum.
“Oooh, rupanya kamu yang memakan hasil jerih payahku?” Pak Tani berkacak pinggang.
“Ampun, Pak Tani, maafkan aku. Hutan kecil kami terbakar beberapa hari lalu.” Kancil memohon.
“Ya, tapi, tetap saja mencuri itu tidak baik. Enaknya, saya kasih kamu hukuman apa, ya?” Pak Tani tetap kesal.
“Bagaimana jika kita hukum dia membereskan ladang selama seminggu dan menanami bibit ketimun lagi, Pak?” usul Bu Tani.
Kancil pun menerima hukuman itu. Ia tahu bahwa memang dia bersalah. Dia bekerja dengan rajin dan berharap Pak Tani sungguh-sungguh memaafkannya. Akhirnya, hari terakhir hukuman si Kancil tiba.
“Terimakasih sudah bekerja dengan rajin, Kancil. Jangan mencuri lagi, karena perbuatan itu merugikan orang lain. Lebih baik kamu berusaha dengan jerih payahmu sendiri. Ini bekal ketimun untukmu di hutan nanti,” Kata Pak Tani sambil menyerahkan sekarung ketimun.
“Aku meminta maaf sekali lagi atas kesalahanku, Pak Tani. Terima kasih tidak menghukumku lebih berat. Aku berjanji tidak mencuri lagi.” Kancil berkata penuh penyesalan.
Kancil kembali ke hutan. Ketimun pemberian itu selain dia makan tapi juga juga menyisihkan sebagian untuk ditanam di kebunnya sendiri, supaya dia juga bisa panen timun.
Baca juga: Dongeng Kancil dan Pak Tani
(*)