Berikut penjelasan mengapa masih ada godaan maksiat saat bulan Ramadhan padahal setan dibelenggu
TRIBUNJATENG.COM - Saat sedang berpuasa, beberapa orang masih merasa tergoda untuk bermaksiat atau membatalkan puasanya.
Dalam batin mungkin ada pertanyaan, "Katanya setan dibelenggu, kok masih banyak godaan untuk melanggar perintah agama, ya?"
Apakan betul saat Ramadhan setan dibelenggu?
Simak penjelasan berikut:
Bulan Ramadhan selalu disambut umat Islam dengan kebahagiaan.
Menyambut dengan berbagai tradisi hingga membuat masakan khusus untuk buka dan sahur.
Pada Ramadhan, seorang muslim wajib berpuasa secara sebulan penuh.
Secara arti puasa atau shaum adalah menahan makan dan minum serta perkara yang membatalkan puasa mulai terbitnya fajar (imsak shubuh) hingga terbenamnya matahari (maghrib).
Namun, masih banyak godaan untuk makan, minum, berbohong, ghibah dan sebagainya.
Semestinya jika membaca hadits Nabi, orang-orang yang berpuasa tidak akan melakukannya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
Artinya: “Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan dibelenggu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits di atas menjelaskan pintu neraka ditutup dan setan dibelenggu.
Kenapa masih ada godaan berbuat maksiat atau melanggar perintah agama?
Berikut penjelasan dari Imam Ibnu Baththal dalam Syarhu Shahih Al Bukhari.
Pertama, makna secara hakiki.
وَتَأَوَّلَ الْعُلَمَاءُ فِى قَوْلِهِ ( فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَسُلْسِلَتِ الشَّيَاطِينُ ) ، مَعْنَيَيْنِ . أَحَدُهُمَا : أَنَّهُمْ يُسَلْسِلُونَ عَلَى الْحَقِيقَةِ ، فَيَقِلُّ أَذَاهُمْ وَوَسْوَسَتُهُمْ وَلَا يَكُونُ ذَلِكَ مِنْهُمْ كَمَا هُوَ فِى غَيْرِ رَمَضَانَ ، وَفَتْحُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ عَلَى ظَاهِرِ الْحَدِيثِ.
Artinya: "Para ulama menakwil atau menafsirkan sabda Rasulullah saw, ‘Pintu-pintu surga dibuka dan setan-setan dibelenggu’ dengan dua pendekatan. Pertama, pendekatan dengan makna hakiki, yaitu mereka (setan-setan) dibelenggu dalam pengertian secara hakiki sehingga intensitas mereka menggoda manusia menjadi berkurang, berbeda dengan yang dilakukan pada bulan selain Ramadhan. Sedangkan ‘dibukanya pintu-pintu surga’ juga dipahami sesuai bunyi teks haditsnya."
Kedua, makna secara majazi.
وَكَذَلِكَ قَوْلُهُ : ( سُلْسِلَتِ الشَّيَاطِينُ ) ، يَعْنِى : أَنَّ اللهَ يَعْصِمُ فِيهِ الْمُسْلِمِينَ أَوْ أَكْثَرَهُمْ فِى الْأَغْلَبِ عَنِ الْمَعَاصِى وَالْمَيْلِ إِلَى وَسْوَسَةِ الشَّيَاطِينِ وَغُرُورِهِمْ ، ذَكَرَهُ الدَّاوُدِيُّ وَالْمَهْلَبُ . وَاحْتَجَّ الْمَهْلَبُ لِقَوْلِ مَنْ جَعَلَ الْمَعْنَى عَلَى الْحَقِيقَةِ فَقَالَ : وَيَدُلُّ عَلَى ذَلِكَ مَا يُذْكَرُ مِنْ تَغْلِيلِ الشَّيَاطِينِ وَمَرَدَتِهِمْ بِدُخُولِ أَهْلِ الْمَعَاصِى كُلِّهَا فِى رَمَضَانَ فِى طَاعَةِ اللهِ ، وَالتَّعَفُّفِ عَمَّا كَانُوا عَلَيْهِ مِنَ الشَّهَوَاتِ
Artinya: “Begitu juga sabda Rasulullah SAW ‘setan-setan dibelenggu’ maksudnya adalah sesungguhnya dalam bulan Ramadhan Allah menjaga orang-orang muslim atau atau mayoritas mereka secara umum dari kemaksiatan, kecenderungan untuk mengikuti bisikan dan godaan setan. Demikian sebagaimana dikemukakan oleh Ad-Dawudi dan Al-Mahlab. Al-Mahlab pun memberikan argumentasi yang mendukung kalangan yang memahami makna hadits ini dengan makna hakiki. Ia menyatakan bahwa setan terbelenggu karena para pendurhaka di bulan Ramadhan masuk ke dalam ketatatan kepada Allah dan menjauhkan diri dari hawa nafsunya."
Imam Ibnu Baththal menjelaskan hadits Nabi di atas secara makna hakiki dan majazi,
Pendekatan secara makna hakiki, setan-setan dibelenggu sama dengan berkurangnya intensitas dalam menggoda manusia.
Pendekatan secara majazi bahwa Allah SWT menjaga orang-orang muslim dari kemaksiatan.
Dapat dipetik kesimpulan ibadah puasa adalah upaya manusia untuk menjaga dirinya dari belenggu kemaksiatan.
Semakin manusia bertakwa (melaksanakan perintah kepada Allah), maka iman semakin kuat dan terjaga dari maksiat.
Selain itu, Nabi Muhammad SAW dalam hadits bersabda bahwa puasa mampu untuk menekan nafsu syahwat.
Hadits dari ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu.
Ia menuturkan: “Kami bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pemuda yang tidak mempunyai sesuatu, lalu beliau bersabda kepada kami:
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ، فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ.
Artinya: "Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; karena puasa dapat menekan syahwatnya (sebagai tameng)."
Allah SWT berfirman dalam Al Quran surat Al Anfal ayat 2.
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal." (QS. Al Anfal: 2)
Demikian penjelasan hadits Nabi Muhammad SAW mengenai terbelenggunya setan pada Ramadhan.
Semoga bermanfaat bagi Anda. (*)