Oleh Khasan Ubaidillah
Anggota RMI PWNU Jateng
Dosen UIN Raden Mas Said
Kedatangan bulan Ramadan selalu dinanti oleh umat Islam. Orang dewasa dan anak-anak selalu memiliki memori indah dengan kedatangan bulan Ramadan yang mulia.
Dalam menyambut kedatangan Ramadan, baik orang dewasa maupun anak-anak biasanya memiliki ekspektasi yang beragam, karena dipengaruhi oleh cara berpikir yang berbeda di antara keduanya.
Bagi orang dewasa, kehadiran Ramadan adalah anugerah, karena di dalamnya Allah menghidangkan rahmat, maghfiroh, dan janji terbebas dari api neraka bagi umat Islam yang mau berpuasa dan beribadah dengan sepenuh hati kepada Allah.
Selain itu, Ramadan adalah ladang amal yang sangat luas bagi umat Islam, karena semua amal ibadah yang dilakukan dengan iman dan ikhlas akan dilipatgandakan Allah di bulan Ramadan.
Sedangkan Ramadan bagi anak-anak adalah bulan kesenangan dan kebahagiaan. Kesenangan dan kebahagiaan anak tentunya berbeda dengan yang dirasakan oleh orang dewasa.
Paling tidak, ini yang penulis dapati dari si kecil, yang selalu bersemangat pergi ke masjid menjelang waktu berbuka, dan juga tetap bersemangat pergi kembali ke masjid menjelang masuk waktu salat Isya dan tarawih.
Ketika kami bertanya, apa yang membuat dia semangat dan bersukacita? Jawabnya singkat, “banyak teman main dan banyak jajan”.
Apakah jawaban dari si kecil salah? Bagi penulis, tentu tidak! Karena bermain memang dunia mereka, dan makanan enak juga kesukaan mereka.
Apa yang kemudian perlu orangtua lakukan dengan kesenangan dan kebagaiaan anak ini? Tentunya kesenangan dan kebagaiaan (kecintaan) anak pada sesuatu adalah investasi berharga yang harus dikembangkan oleh orangtua.
Dalam hal kecintaan mereka pada datangnya bulan Ramadan, setidaknya bisa menjadi awal yang baik untuk mengarahkan anak agar tidak sekedar senang menikmati keramaian di bulan Ramadan, melainkan bisa dimotivasi untuk mulai diajak berlatih ikut berpuasa di bulan Ramadan.
Mengajak anak berlatih berpuasa di bulan Ramadan tanpa paksaan adalah sangat penting diperhatikan oleh orangtua. Karena pada dasarnya anak-anak memang belum berkewajiban untuk melaksanakan puasa.
Tetapi, membiasakan anak-anak lebih awal untuk ikut berlatih melaksanakan puasa juga bukan kesalahan, karena Abdul Wahab As-Sya’rani dalam Mizanul Kubro mengatakan bahwa: “Ulama sepakat anak kecil yang tidak mampu puasa dan orang gila permanen tidak diwajibkan puasa. Tapi anak kecil
diminta puasa bila berumur tujuh tahun."
Dari pendapat tersebut, kita menjadi tahu bahwa usia 7 tahun menurut para ulama adalah usia efektif untuk mulai melatih anak melaksanakan ibadah, satu diantaranya adalah puasa Ramadan.
Dengan demikian, sebenarnya anak-anak yang belum masuk masa baligh memang tidak diwajibkan melaksanakan puasa. Tetapi, mereka tetap boleh dianjurkan berpuasa semampunya sebagai ajang latihan.
Namun, yang perlu diperhatikan dalam proses ini adalah tentang pentingnya kehadiran orangtua sebagai teladan bagi anak.
Sebagai teladan, tentunya orangtua tidak sekedar memerintah anak, tetapi juga menjadi contoh terbaik bagi anak dalam menjalankan puasa dan ibadah lainnya.
Karena melatih anak berpuasa dengan diikuti teladan baik dari orangtua, serta dilakukan tanpa paksaan, akan memberikan pengalaman berharga bagi anak, dan menjadi motivasi bagi mereka untuk berusaha mengulanginya di bulan Ramadan yang akan datang. (*)
Baca juga: Gandeng BPDAS HL SOLO, Bupati Blora Ingin Kembangkan Potensi Hutan Jadi Nilai Ekonomi
Baca juga: Pelatih Baru Persija Thomas Doll, Pernah Bawa Timnya Kalahkan Bayern Munchen 2-0
Baca juga: Kapolri Pimpin Apel Pasukan Operasi Ketupat 2022: 144.392 Personel Diturunkan Kawal Mudik Lebaran
Baca juga: Menhub dan Menko PMK Meminta Masyarakat Tidak Mudik Menggunakan Sepeda Motor