Berita Semarang

Kampung Pesisir Semarang Sering Terendam Rob, Senasib Kampung Tenggelam di Demak dan Pekalongan?

Penulis: iwan Arifianto
Editor: sujarwo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi. Banjir Rob melanda Pelabuhan Tanjung Emas beberapa waktu lalu.

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Sejumlah kawasan permukiman di pesisir Semarang sering terendam rob. 

Ambil contoh di kampung nelayan Tambak Lorok, Tanjung Mas, Semarang Utara.

Kampung itu sering direndam rob, bahkan sudah jadi agenda rutin tahunan.

Penuturan warga Tambak Lorok, kampung mereka sudah akrab dengan rob sejak tahun 1997, mulai parah selepas medio tahun 2010.

Kemudian kian parah pada Mei -Juni tahun 2022.

Kondisi tersebut apakah membuat kampung pesisir Tambak Lorok akan tenggelam seperti Dukuh Rejosari Bedono, Demak dan Simonet Kabupaten Pekalongan? 

Menurut Pakar Lingkungan dan Tata Kota Unissula Semarang, Mila Karmila, ada beberapa wilayah permukiman pesisir Kota Semarang yang terancam tenggelam. 

Di antaranya di Kecamatan Genuk meliputi Trimulyo, Terboyo Wetan dan Terboyo Kulon. 

Kemudian di Kecamatan Semarang Utara yakni di Tambak Lorok dan Tambakrejo. 

"Kondisi itu tidak bisa dibiarkan, apakah harus disuruh tenggelam? tentu harus ada upaya usaha pemerintah membuat warga di permukiman itu hidup layak," ucapnya kepada Tribunjateng.com, Rabu (22/6/2022).

Deretan kampung itu terancam tenggelam lantaran ada beberapa indikator. 

Di antaranya disebabkan masifnya pembangunan di kawasan pesisir yang menyebabkan kawasan permukiman pesisir alami penurunan muka tanah. 

Di samping itu, terjadi kenaikan permukaan air laut. 

Hal itu diperparah dengan masifnya pengambilan air tanah. 

"Kalau itu dihentikan mungkin saja kawasan permukiman tenggelam dapat terhindar," bebernya. 

Ia mengatakan, penanganan kampung pesisir agar terbebas dari rob juga tidak dapat dilakukan secara sepotong -potong atau parsial saja. 

Tetapi dilakukan secara holistik agar kondisi permukiman pesisir kian tenggelam dapat dihindarkan. 

"Jangan bangun yang berat-berat di pesisir seperti kawasan industri, kalau sudah ada ya berhentilah karena dari industri itu kebutuhan air tanah juga dikuras habis," tegasnya. 

Ia menilai, konservasi mangrove menjadi solusi dari persoalan tersebut. 

Konservasi mangrove di pesisir Semarang sebenarnya sudah masuk dalam Peraturan Gubernur Jateng (Pergub) Nomor 24 tahun 2019.

Beberapa poin dalam Pergub menyebutkan, Pemprov Jateng menargetkan rehabilitasi ekosistem mangrove seluas 750 hektare dari tahun 2019 hingga 2023.

Tercatat di Kota Lumpia ada 62,9 hektare lahan magrove yang hendak dilakukan konservasi. 

Hanya saja, lanjut Mila, praktik konservasi mangrove di lapangan belum ada langkah sistematis yang dilakukan pemerintah. 

Padahal mangrove menjadi solusi tahan lama dibandingkan bangunan infrastruktur. 

"Tanggul laut bukan solusi yang bersifat temporer, harus dibarengi dengan konservasi mangrove," paparnya. 


Menurutnya, konservasi mangrove perlu dilakukan secara kombinasi, artinya boleh dilakukan pembuatan tanggul laut tapi bersifat sementara. 

Hal itu melihat kondisi pesisir Semarang di dua kecamatan tersebut yang sudah alami abrasi parah. 

"Di belakang tanggul nantinya dilakukan konservasi mangrove secara masif sehingga ketika tanggul itu pecah sudah terbentuk sabuk mangrove," tuturnya. 

Terpisah, Manajer advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Tengah, Iqbal Alma menyebut, bencana rob memang sering terjadi bahkan menjadi bencana langganan di wilayah pesisir utara Jawa Tengah.

Bencana ini menjadi bencana yang seakan diundang oleh manusia khususnya pemangku kebijakan. 

Rob yang terjadi bukanlah suatu kiriman Tuhan yang terjadi begitu saja atau tiba-tiba. 

"Bencana ini lahir dari proses panjang eksploitasi manusia terhadap lingkungannya," ujarnya seperti keterangan tertulis diterima Tribunjateng.com. 

Pihaknya mendesak Pemerintah baik pada tingkat kota, provinsi, maupun nasional untuk menghentikan segala bentuk pembangunan yang eksploitatif dan merenggut ruang hidup masyarakat wilayah pesisir. 

Menghentikan rencana relokasi mangrove untuk kawasan industri dan pembangunan tol tanggul laut Semarang - Demak. 

"Kami juga meminta untuk membentuk strategi mitigasi bencana berdasarkan klasifikasi kelas dan memperhatikan kelompok-kelompok rentan dan marginal," tandasnya. (*)

Berita Terkini