Apa Itu Intellectual Property? Heboh Baim Wong Ajukan HAKI Citayam Fashion Week
TRIBUNJATENG.COM - Apa itu Intellectual Property? Heboh soal Baim Wong ajukan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) atas Citayam Fashion Week.
Fenomena Citayam Fashion Week tak hanya menarik minat para remaja.
Bahkan artis dan selebgram pun ikut meramaikan Jalan Sudirman yang menjadi tempat Citayam Fashion Week.
Di antara artis tersebut adalah Baim Wong yang bahkan mendaftarkan merek Citayam Fashion Week ke Pangkalan Data Kekayaan Intelektual (PDKI).
Pendaftaran merek Citayam Fashion Week nantinya akan mendapatkan sertifikat Kekayaan Intelektual (KI).
Apa Itu Intellectual Property?
Intellectual Property dalam Bahasa Indonesia disebut Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) atau disingkat kekayaan intelektual.
Kekayaan Intektual adalah jenis kekayaan yang memuat kreasi tak berwujud dari intelektualitas.
Kekayaan intelektual dapat berupa paten, hak cipta, desain industri, merek dagang, varietas tanaman, desain dagang, indikasi geografis dan rahasia dagang.
Contoh kepemilikan hak intelektual seperti desain tata letak sirkuit terpadu (disebut juga mask work di Amerika Serikat).
Atau sertifikat pelindungan tambahan untuk produk obat-obatan (setelah kedaluwarsanya masa paten obat), dan hak basis data (di Uni Eropa).
Tujuan dari hukum HaKI adalah untuk mendorong pembuatan berbagai macam barang-barang intelektual.
Sehingga dibuat peraturan perundang-undangan akan memberikan pelindungan HaKI kepada orang atau badan hukum untuk menggunakan, menggandakan, dan/atau mendistribusikan informasi dan barang-barang intelektual yang dibuatnya.
Hal tersebut akan memberikan insentif ekonomi bagi pencipta barang, karena akan memungkinkan orang mendapatkan manfaat dari pembuatan barang tersebut, melindungi gagasannya,
Sertifikat kepemilikan HAKI juga mencegah pembuatan barang tiruan.
Insentif ekonomi ini akan menstimulasi inovasi dan berkontribusi dalam perkembangan teknologi di negara, yang bergantung dengan pelindungan terhadap para inovator.
Sifat HaKI yang tak berwujud sukar dibandingkan dengan kekayaan fisik, misalnya tanah atau barang.
HaKI dianggap tak bisa dibagi, mengingat ada banyak sekali orang dapat "menggunakan" barang intelektual tersebut tanpa menghabiskannya.
Tambahannya lagi, investasi barang intelektual mengalami masalah dalam penghayatannya: sebagai contoh, pemilik lahan dapat melindungi batas pekarangan mereka dengan pagar atau menyewa seorang petugas bersenjata,
tetapi pembuat informasi atau sastrawan mungkin tidak mampu bertindak untuk mencegah penggandaan oleh pembelinya dengan harga yang murah.
Menyeimbangkan hak sehingga menguatkan penciptaan barang baru serta tidak terlalu kuat sehingga mencegah penggunaan barang secara luas adalah fokus utama hukum kekayaan intelektual modern. (*)