TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Selama 30 tahun, perempuan di Semarang ini menjadi korban Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Perempuan yang berprofesi sebagai pendidik itu dalam kurun waktu yang sangat panjang harus menahan berbagai siksaan.
Pelaku adalah suami sendiri.
Selain wanita tersebut, anaknya juga ikut menjadi korban.
Baca juga: Jelang 40 Hari PNS Bapenda Semarang Iwan Boedi Terbunuh, Keluarga Tak Tenang, Akan Surati Jokowi
Baca juga: Debt Collector Tusuk Nasabah yang Enggan Mobilnya Ditarik Leasing
"Kasus itu masih berjalan, kami sedang lakukan pendampingan," ujar Kepala Divisi Informasi dan Dokumentasi Citra Ayu Kurniawati, kepada Tribunjateng.com, Jumat (7/10/2022).
Menurutnya, korban mengalami kekerasan fisik, psikis, dan kekerasan seksual yakni sering dipaksa berhubungan seksual hingga penelantaran ekonomi.
Bahkan, korban dan anak-anaknya sering diancam hendak dibunuh.
"Sejak pernikahan pelaku tidak memberikan nafkah kepada korban, justru pelaku sering meminta korban untuk mencarikan modal," ungkapnya.
Pelaku tidak peduli dari mana modal tersebut didapatkan, kendati itu korban harus mencari pinjaman.
Namun semua usaha yang dijalankan pelaku dari modal tersebut selalu gagal alias merugi.
"Pelaku juga sering meminjam uang ke bank tanpa sepengetahuan korban dan tidak dibayar," paparnya.
Parahnya, pelaku juga sering ke lokalisasi yakni ke Sunan Kuning (SK) untuk jajan (seks komersil) dengan PSK di sana.
Selain itu, pelaku memiliki hobi minum-minum miras.
"Saat pelaku mabuk, pelaku sering memaksa korban untuk melakukan hubungan seksual dengan pelaku," ungkapnya.
Kasus yang menimpa tenaga pendidik tersebut menambah daftar panjang kasus KDRT di Semarang.
Legal Resources Center untuk Keadilan Gender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) menerima 45 aduan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dalam dua tahun terakhir.
Sebaran kasus KDRT Jateng yang diterima LRC-KJHAM,
Kota semarang 35 kasus.
Laporan dari daerah lainnya masing-masing satu kasus meliputi Kabupaten Semarang, Kendal, Pati,
Blora , Grobogan , Jepara , Salatiga dan Demak.
Angka KDRT didominasi kota Semarang lantaran dipengaruhi terkait akses korban terhadap lembaga layanan.
Termasuk kantor LRC-KJHAM yang berada di kota Semarang.
Paling banyak aduan berasal dari warga Kota Semarang.
"Iya, domisili korban KDRT yang melaporkan ke LRC-KJHAM 70 persen laporan dari warga kota Semarang," ujar Citra.
Data kasus KDRT berdasarkan pengaduan langsung ke LRC-KJHAM tahun 2021 sejumlah 23 kasus, tahun 2022 sampai bulan september sejumlah 22 kasus.
Artinya selama dua tahun terakhir ada 45 kasus.
"Memang saat ini masih dalam penanganan dan pendampingan," ujarnya.
Kasus KDRT terus terjadi setiap tahunnya.
Rata-rata kasus pertahun capai 28 kasus.
Merujuk data pengaduan kasus LRC-KJHAM di Tahun 2018 – 2021 terdapat 121 kasus.
Ditambah tahun ini total ada 143 kasus KDRT.
"Usia korban rata-rata dewasa dengan usia di atas 25 tahun," bebernya.
Dari ratusan korban itu mengalami kekerasan fisik seperti dipukuli, diseret,dibenturkan ke tembok, bahkan dibakar oleh suaminya.
Selain itu, kekerasan psikis seperti dihina, dicaci
maki dengan kata-kata kasar.
Berikutnya, kekerasan seksual dengan cara dipaksa berhubungan seksual atau
diperlakukan kasar pada saat berhubungan seksual.
"Lalu penelantaran ekonomi seperti tidak
dinafkahi selama bertahun-tahun," imbuhnya.
Ada beberapa hambatan dan tantangan para korban KDRT untuk melaporkan kasusnya sehingga korban meminta kepada LRC-KJHAM untuk mendampingi gugat cerai suami.
Para korban juga ad yang meminta melaporkan kasus tersebut diproses di kepolisian.
"Seperti kasus di tahun 2021 yang menyeret pejabat publik hingga keluar putusan hukuman," tuturnya. (Iwn)