Bermain “Tikus dan Kucing” dalam Pembelajaran PJOK
Oleh: Suwarni, S.Pd.
Guru Mapel PJOK SD Negeri 1 Rambat, Kec. Geyer, Kab. Grobogan
Bermain pada intinya adalah aktivitas yang digunakan sebagai hiburan. Olahraga adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif (Freeman, 2001). Olahraga adalah aktivitas jasmani yang sudah benar-benar terorganisir dan tingkat kompetisinya tinggi serta didukung oleh aturan. Peraturan menetapkan standar-standar kompetisi dan situasi sehingga individu dapat bertanding secara fair dan mencapai sasaran yang spesifik. Olahraga juga menyediakan kesempatan untuk mendemonstrasikan kompetensi seseorang dan menantang batas-batas kemampuan maksimal.
Bermain, olahraga, dan pendidikan jasmani melibatkan bentuk-bentuk gerakan. Ketiganya dapat melebur secara pas dalam konteks pendidikan jika digunakan untuk tujuan-tujuan kependidikan. Olahraga dan bermain dapat eksis meskipun secara murni untuk kepentingan kesenangan, untuk kepentingan pendidikan, atau untuk kombinasi keduanya. Kesenangan dan pendidikan tidak harus dipisahkan secara eksklusif, keduanya dapat dan harus beriringan bersama Permainan tradisional memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan dalam pembelajaran. Ini sekaligus sebagai upaya melestarikan budaya bangsa. Permainan tradisional sangat baik untuk melatih fisik dan mental anak. Bermain juga dapat membantu anak dalam menjalin hubungan sosial, mengembangkan imajinasi, mengembangkan kognisi, bahasa, motorik kasar dan halus. Jadi, bermain bagi anak tidak sekedar menghabiskan waktu, tetapi merupakan media untuk belajar.
Dunia anak adalah dunia bermain. Oleh karena itu, pembelajaran untuk anak usia sekolah dasar dapat dirancang dalam pembelajaran dengan permainan. Salah satu jenis permainan yang dapat dilaksanakan untuk pembelajaran PJOK di kelas rendah yaitu permainan Kucing dan Tikus. Permainan ini tidak membutuhkan alat khusus, tetapi membutuhkan tempat yang cukup luas. Sangat cocok dimainkan di halaman atau lapangan karena jumlah pemain relatif banyak. Dua siswa menjadi aktor, satu orang bertindak sebagai kucing dan satu lagi bertindak sebagai tikus. Sedangkan teman-temannya yang lain membentuk sebuah lingkaran, yang berfungsi sebagai pagar atau penghalang kucing untuk menangkap tikus.
Manfaat permainan ini melatih keterampilan fisik-motorik anak. Anak berlari, bermain kejar-kejaran, terkadang melompat, dan sebagainya. Anak-anak juga dilatih untuk memecahkan masalah. Misalnya saat kucing masuk ke dalam lingkaran dan menyentuh tikus, begitu pula sebaliknya. Tikus senantiasa berpikir cara untuk melarikan diri dari kejaran kucing, sementara kucing berpikir cara menangkap tikus. Oleh karena itu, dalam permainan ini anak juga belajar tentang strategi. Anak harus mempunyai strategi untuk memenangkan permainan. Permainan ini juga mengajarkan anak untuk berperilaku sportif, menerima kekalahan dengan lapang dada.
Cara bermainnya sebagai berikut. Anak membentuk lingkaran besar sambil berpegangan tangan satu dengan lainnya. Anak yang berperan sebagai tikus berada di dalam lingkaran, sedangkan yang berperan sebagai kucing di luar lingkaran. Kucing harus berusaha menangkap tikus dengan cara menerobos lingkaran gandengan tangan yang berusaha melindungi tikus. Jika kucing berhasil menerobos masuk lingkaran, tikus diberi kesempatan untuk melarikan diri dengan cara diberi jalan keluar. Jika kucing berhasil keluar lingkaran, maka tikus diberi kesempatan untuk masuk lingkaran lagi. Saat tikus berada di dalam atau di luar lingkaran harus berusaha untuk menjauh dari kucing. Tikus yang berhasil disentuh atau ditangkap kucing akan dinyatakan mati. Jika kucing sudah dapat menangkap tikus, maka permainan dapat dilanjutkan dengan mengganti pemain lain. Permainan dapat diakhiri dengan waktu misalkan 10 menit atau sesuai kesepakatan.
Demikian salah satu bentuk permainan yang tidak menggunakan alat dan sangat mudah untuk dimainkan oleh anak-anak usia sekolah dasar kelas I, II, dan III. Semoga bermanfaat. (*)