Forum Mahasiswa

Opini Naila Aulia: Implementasi Semboyan Perempuan Tiang Negara

Editor: m nur huda
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Opini Ditulis Oleh Naila Aulia (Ketua HMI Komisariat Dakwah Cabang Semarang)

Opini Ditulis Oleh Naila Aulia (Ketua HMI Komisariat Dakwah Cabang Semarang)

TRIBUNJATENG.COM - “PEREMPUAN adalah tiang negara, apabila perempuannya baik maka negara akan baik. Dan apabila perempuan rusak, maka negara akan rusak. Baiknya negara karena baiknya perempuan dan rusaknya negara karena rusaknya perempuan.”

Konsep perempuan sebagai tiang negara haruslah dipahami dengan baik karena apabila salah arti, perempuan akan merasa seolah ditekan menjadi sosok sempurna dalam semua aspek. Stigma tersebut tidak sepenuhnya salah karena pada kenyataannya perempuan memang memikul tanggung jawab besar sebagai madrasah pertama bagi anak. Dari rahim perempuanlah akan lahir para generasi penerus bangsa dan agama.

Tugas perempuan tidak cukup sampai titik itu saja. Perempuan memiliki intensitas bertemu dengan anak-anak lebih banyak dibandingkan laki-laki sehingga ia memiliki lebih banyak kesempatan untuk membersamai dan mendidik sang anak. Semakin tinggi kualitas seorang perempuan (ibu), semakin tinggi kemungkinan ia bisa mencetak anak-anak seperti dirinya atau bahkan dengan kualitas lebih unggul.

Patriarki

Sayangnya masyarakat Indonesia yang sebagian besar masih berkultur patriarki menganggap bahwa kualitas perempuan tidak perlu diunggulkan karena ruang lingkup perempuan hanya di sektor domestik belaka. Beberapa perempuan ada yang tenang-tenang saja mendapatkan pandangan semacam ini karena sudah saking biasanya sehingga dianggap wajar. Ada pula yang sudah menyadari namun enggan untuk bergerak, dan sedikit golongan yang mulai membuat gerakan untuk menyadarkan masyarakat betapa pentingnya perempuan berpikiran maju lewat
kualitasnya.

Hal tersebut juga dikarenakan pelemahan terhadap posisi sosial perempuan sehingga memperoleh kesempatan terbatas. Semakin tinggi jenjang pendidikan maka akan semakin kecil angka rata-rata masuk perempuan apalagi dalam hal berpendidikan tinggi. Sementara jumlah penduduk Indonesia hampir bisa dikatakan seimbang antara laki-laki dan perempuan.

Kondisi begini menjadi berimbas pada posisi-posisi lain bagi kaum perempuan, baik di bidang sosial, politik, maupun ekonomi. Menjadi sosok perempuan maju sudah dicontohkan sejak zaman Nabi Muhammad SAW. oleh para sahabat dan istri.

Berbagai riwayat hadits disampaikan oleh para sahabat perempuan (perawi Hadits) semisal Aisyah, Ummi Salamah, dan Hafshah. Bahkan sahabat-sahabat perempuan ini menjadi sumber bertanya bagi sahabat (laki-laki) tentang segala sesuatu yang tidak dipahami.

Perempuan hebat

Hal ini diakui oleh Rasulullah SAW dalam pembuktian sabdanya, yang artinya, "Ambil sebagian masalah agama kalian dari Humairah (Aisyah)." Padahal kala itu menjadi perawi hadits membutuhkan banyak kualifikasi baik dari segi sikap dan karakter hingga kecerdasan intelektual di atas rata-rata. Beberapa perawi hadits dari kalangan perempuan bisa menjadi contoh betapa sejak dulu perempuan memang sudah diharuskan berkualitas.

Ada juga Sakinah binti Husain bin Ali bin Abi Thalib, cicit Nabi SAW yang merupakan salah satu guru Imam Syafii, Mu'nisat al-Ayyubiyah (putri al-Malik al-Adil saudara Shalahud din al-Ayyubi), Syamiyat at-Taimiyah, dan Zainab putri sejarawan Abdul Lathif al-Baghdadi. Juga intelektual perempuan yang sangat terhormat misalnya al-Khansa dan Rabiah al-Adawiyah.

Majunya pemikiran para perempuan di atas tentunya sangat berpengaruh pada kemajuan perkembangan negara, bak tiang yang mampu menyangga atap suatu bangunan sehingga bisa berdiri kokoh dan megah. Perempuan-perempuan maju ini menyumbangkan banyak konsep pemikiran sesuai disiplin keilmuan masing-masing.

Melalui mereka lahir putra-putri ideologis dan biologis yang maju pula, sebagaimana Sakinah Binti Husain yang menghasilkan anak ideologis luar biasa yaitu Imam Syafi'i. Di Indonesia sendiri banyak tokoh perempuan berpengaruh yang sangat bermanfaat bagi Indonesia seperti Laksamana Hayati misalnya.
Malahayati

Pada tahun 1599 di saat usianya masih terbilang muda ia berhasil memegang kekuasaan sebagai Kepala Barisan Pengawal Istana Panglima Rahasia dan Panglima Protokol Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV. Bahkan ia bersama pasukannya berhasil memukul mundur pasukan Cornelis de Houtman bahkan membunuhnya.

Di Indonesia, dia memang tidak sepopuler Cut Nyak Dien, namun oleh peneliti Barat Malahayati disejajarkan dengan Semiramis, Permaisuri Raja Babilon, dan Katherina II, Kaisar Rusia. Berangkat dari contoh yang telah diberikan oleh para perempuan hebat di atas, perempuan Indonesia harus sadar betapa pentingnya menjadi sosok yang berpikir dan bertindak maju.

Doktrin masyarakat patriarki yang kerap kali masih membelenggu langkah gerak perempuan mestinya tidak menjadi suatu penghalang asalkan adanya tekad dan kerjasama antar perempuan. Maka dari itu, kohati HMI senantiasa mencoba menjadi wadah bagi para perempuan untuk saling bertukar pemikiran lalu menentukan langkah gerak guna menjadi penerus perempuan maju terdahulu sehingga bisa mewujudkan Indonesia emas.

Perkara domestik mestinya bukan menjadi hal kodrati perempuan karena bukan bersifat permanen. Perempuan dan laki-laki diciptakan untuk saling bersinergi dalam segala hal supaya tidak adanya stereotip antar jenis kelamin. Ketika sebuah negara mampu mensinergikan semua komponen masyarakatnya dengan baik, serta memenuhi hak perempuan dalam segala keadilan sosial maka Indonesia maju pasti bukanlah menjadi isapan jempol belaka. (*tribun jateng cetak)

Berita Terkini