TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Kasus pemerasan oleh wartawan abal-abal jadi sorotan Dewan Pers.
Hal tersebut berdasarkan temuan Dewan Pers ke sejumlah daerah di Indonesia.
Totok Suryanto, Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Luar Negeri Dewan Pers, juga membenarkan hal tersebut.
Baca juga: Hadirkan Dewan Pers, JMSI Batang Luruskan Profesi Wartawan dengan Sosialisasi Undang-undang Pers
Ia berujar, mayoritas pemerasan dan intimidasi oleh wartawan abal-abal terjadi di kabupaten.
Kondisi tersebut membuat Dewan Pers mendatangi setiap daerah.
Tujuannya untuk mengedukasi masyarakat terkait tugas, kewajiban hingga hal yang dilarang dilakukan oleh jurnalis sesuai kode etik.
“Dari hal tersebut kami mendengar langsung, kepala desa hingga kepala sekolah didatangi orang yang mengaku wartawan. Namun mereka melakukan intimidasi dan pemerasan,” ucapnya saat ditemui Tribunjateng.com di Hotel Santika Kota Semarang, Jumat (21/7/2023).
Dilanjutkan Totok, orang yang mengaku sebagai wartawan mengenakan pakaian dengan aksesoris atau tanda-tanda yang menakutkan.
Kondisi tersebut dikatakan Totok membuat kepala desa ataupun kepala sekolah ketakutan.
”Oknum wartawan tersebut melakukan intimidasi, hal itu tentunya menakutkan bagi masyarakat di daerah,” paparnya.
Totok menceritakan, karena diintimidasi yang dilakukan wartawan abal-anal ada kepala desa yang tak pulang dua hari karena ketakutan.
Kepala desa tersebut memilih bersembunyi di kantornya, lantaran di rumahnya ditunggu oleh oknum jurnalis.
Ia memastikan, intimidasi dan pemerasan bukan dilakukan oleh wartawan yang telah terverifikasi oleh Dewan Pers atau bisa disebut wartawan abal-abal.
“Pers tidak boleh menakut-nakuti publik dan dilarang melakukan pemerasan,” tegasnya.
Tak hanya itu, Totok memberikan beberapa contoh terkait pemerasan.
Di mana ada satuan pendidikan yang membangun dua kelas namun selalu didatangi wartawan abal-abal.
Tak hanya itu, biaya sampul buku yang telah disepakati oleh wali murid tak jarang dipermasalahkan dan diisukan tindakan korupsi oleh wartawan abal-abal.
“Ujung-ujungnya minta semen atau uang, hal itu tidak dibenarkan oleh Dewan Pers,” jelasnya.
Dikatakan Totok, Pers Indonesia diatur oleh Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999.
Media juga diatur dan diawasi oleh Dewan Pers baik persyaratan maupun produk jurnalistiknya.
Perusahaan media juga wajib berbadan hukum, misalnya PT yang punya penanggung jawab hingga pekerja.
Nantinya Dewan Pers akan melakukan verifikasi baik administrasi maupun faktual.
Baca juga: Konstituen Minta Dewan Pers Membuka Draf Perpres Media Berkelanjutan
“Jika ada media yang belum terverifikasi silahkan saja berjalan namun sesuai dengan kode etik jurnalistik,” imbuhnya.
Ia menambahkan, jika ada media yang melanggar aturan atau melalukan intimidasi hingga pemerasan dan media tersebut tak terdaftar di Dewan Pers akan dijerat undang-undang pidana.
“Wartawan abal-abal yang melakukan intimidasi dan pemerasan tidak akan dilindungi UU Pers dan kasus tersebut tidak akan diselesaikan di ranah Dewan Pers, melainkan ke pengadilan atau kepolisian. Jadi, jika ada yang memeras atau mengintimidasi laporkan saja,” tambahnya. (*)