TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Minyak goreng terancam menghilang dari rak-rak di toko ritel. Hal itu menyusul rencana pengusaha ritel menghentikan pembelian minyak goreng dari para produsen.
Ketua Asosiasi Peritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey mengatakan, rencana itu buntut Kementerian Perdagangan (Kemendag) belum melunasi utang rafaksi minyak goreng sebesar Rp 344 miliar.
"Nah kalau menyetop pasokan, ada enggak minyak goreng di toko?" ujarnya, dalam jumpa pers di Jakarta, akhir pekan lalu.
Selain itu, menurut dia, sebanyak 31 perusahaan ritel juga berencana melakukan pemotongan tagihan kepada distributor atau supplier minyak goreng.
Perusahaan ritel yang dimaksud Roy memiliki total 45.000 toko ritel. Di antaranya adalah Alfamart, Indomaret, Hypermart, hingga Superindo.
Ia menyatakan, langkah itu diambil setelah para anggota Aprindo mengadakan pertemuan. Langkah itu juga merupakan inisiatif langsung dari para perusahaan ritel, bukan Aprindo.
"Saat ini Aprindo tidak bisa membendung. Kami tidak bisa menahan anggota. Bahkan penghentian pembelian migor oleh perusahaan peritel, bukan Aprindo," bebernya.
Roy menyatakan, tak bisa menahan anggotanya untuk tidak melakukan langkah-langkah tersebut. Sebab, sejatinya Aprindo telah memberi tenggat waktu kepada pemerintah selama 3 bulan, yaitu dari April hingga Juli, untuk menyelesaikan utang rafaksi migor.
"Sudah lewat kan 3 bulan. Jadi saat ini Aprindo menyatakan bahwa kita tidak bisa lagi membendung, menahan pemberlakuan masing-masing perusahaan peritel, yang akan berdampak kepada stok barang atau akan berdampak pada situasi atau kondisi apapun kita tidak bisa tahu lagi," paparnya.
Langkah terakhir, yang mana kembali ke tangan Aprindo, adalah membawa persoalan ini ke ranah hukum. Jika utang Kemendag tetap belum dibayarkan, Roy menyatakan pihaknya tidak segan-segan akan membawa gugatan hukum ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Sampai saat ini Kemendag tidak ada itikat baik buat bayar makanya dikasih semua keputusan di tangan peritel," ucapnya.
"Para peritel memberi kuasa kepada Aprindo mengajukan gugatan PTUN. Nah kenapa kami tidak langsung ke PTUN? Karena memang anggota meminta kami menjalani dulu langkah-langkah ini. Jadi Aprindo mengikuti saja, karena Aprindo sudah tidak bisa menahan untuk masalah-masalah ini," terangnya.
Untuk diketahui, utang rafaksi yang ditagih Aprindo merupakan penggantian selisih harga jual dengan harga keekonomian minyak goreng (rafaksi) yang pada saat itu harga minyak goreng mahal dan langka.
Pengadaan itu dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
Pasal 7 aturan itu menyatakan, pelaku usaha (produsen minyak goreng) akan mendapatkan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Dana itu dihitung dari selisih harga eceran tertinggi (HET) dan harga keekonomian yang ditawarkan pasar. Dalam Permendag itu, HET ditetapkan Rp 14.000/liter.
Namun, regulasi itu kemudian dicabut dan diganti dengan Permendag Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit. (Kompas.com/Elsa Catriana/Tribunnews/Endrapta Ibrahim Pramudhiaz)