Pembayaran Tunai Masih Jadi Penyokong Pertumbuhan Ekonomi

Editor: Vito
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA – Ekonomi digital telah mengalami pertumbuhan pesat di Indonesia. Meski demikian, tidak dapat diabaikan bahwa uang tunai masih memegang peranan penting dalam perputaran ekonomi domestik.

Data yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa selama 4 tahun terakhir, transaksi menggunakan uang tunai terus mengalami peningkatan volume.

Sirkulasi uang kartal di masyarakat juga menunjukkan pertumbuhan yang positif mulai dari 2018 hingga 2022.

Pertumbuhan yang signifikan itupun mengindikasikan betapa vitalnya peran uang tunai dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Hal ini disampaikan paktisi perbankan Ario Tejo Bayu Aji, ketika menjadi pembicara dalam acara 11th International Symposium & Exhibition on Project Management (Symex), di Yogyakarta, baru-baru ini.

“Meskipun sistem pembayaran digital telah menjadi tren yang menguat dalam 5 tahun terakhir, uang tunai masih memegang peranan penting di masyarakat, dengan keberagaman budaya dan kondisi geografis di Indonesia," katanya.

"Lembaga keuangan berperan penting dalam memastikan ketersediaan akses ke uang tunai, dan masyarakat memiliki kebebasan untuk memilih mekanisme pembayaran sesuai dengan kebutuhan mereka,” sambungnya.

Fenomena tersebut memberikan dasar bagi penyedia sistem pembayaran untuk memperkuat infrastruktur transaksi uang tunai dengan menggabungkan berbagai layanan perbankan, seperti mengintegrasikan pengelolaan mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM) dan Cash Recycling Machine (CRM) ke dalam satu jaringan yang terpadu.

Integrasi titik transaksi tunai (cash point) ini juga menjamin kebutuhan transaksi tunai dan digital masyarakat dapat terpenuhi dengan baik.

Ario yang juga menjabat sebagai Direktur Utama PT Jalin Pembayaran Nusantara (Jalin), bagian dari Holding BUMN Danareksa, model integrasi ATM dan CRM yang kini secara bertahap juga sedang dilakukan oleh Jalin terbukti berhasil di negara-negara lain, seperti Belanda dan Hong Kong.

Integrasi itu memungkinkan perbankan untuk mengoptimalkan penggunaan modal dalam membangun jaringan infrastruktur ATM dan CRM, sehingga menjadi lebih efisien.

Selain itu, dengan meningkatnya keterjangkauan layanan ATM dan CRM oleh masyarakat, akses terhadap layanan perbankan juga diharapkan akan semakin meningkat.

“Ini tidak hanya berkaitan dengan menjaga peran uang tunai sebagai salah satu penopang utama pertumbuhan ekonomi, tetapi juga tentang memastikan bahwa perputaran uang tetap berlangsung lancar dan aman di tengah perkembangan pesat ekonomi digital," jelasnya.

"Dengan demikian, Indonesia dapat menjaga keseimbangan antara inovasi digital dan kebutuhan akan uang tunai dalam mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan,” tambahnya.

Adapun, BI mencatat likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) sebesar Rp 8.363,2 triliun pada Agustus 2023.

"Posisi M2 pada Agustus 2023 tercatat sebesar Rp 8.363,2 triliun, atau tumbuh 5,9 persen yoy (year on year/secara tahunan), setelah bulan sebelumnya tumbuh sebesar 6,4 persen yoy," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono.

Menurut dia, perkembangan tersebut terutama didorong oleh pertumbuhan uang kuasi sebesar 8,4 persen yoy. Perkembangan M2 pada Agustus 2023 terutama dipengaruhi perkembangan penyaluran kredit.

"Penyaluran kredit pada Agustus 2023 tumbuh sebesar 8,9 persen yoy, setelah tumbuh 8,4 persen yoy pada Juli 2023 sejalan dengan perkembangan kredit produktif," tuturnya. (Tribunnews/Choirul Arifin)

 

Berita Terkini