Berita Kriminal

Kisah Pilu Anak Broken Home, Rujuknya Ayah dan Ibu Justru Jadi Awal Maut Menjemputnya

Editor: rival al manaf
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI BROKEN HOME

TRIBUNJATENG.COM - Rujuknya Ayah dan Ibu setelah berpisah selama 8 tahun justru tidak berakhir bahagia bagi anak broken home NRF (9).

Pertanyaan kepada sang ayah yang dulu meninggalkannya justru membuat S (42) marah dan kemudian membunuh anak kandungnya sendiri.

Disebutkan S meninggalkan NRF dan istrinya saat anak itu masih berusia 1 tahun.

Namun, kembalinya dia justru menjadi awal mula maut menjemput anaknya.

Baca juga: Kisah Pilu Gadis Madiun, Siang Dipaksa Layani Nafsu Kakek, Malam Paman, Subuh Ayah Kandung

Baca juga: Sungguh Keji, Ayah Kandung di Sleman Ini Cabuli Anaknya Sejak di Bangku SD hingga Lulus SMA

S (42), ayah di Kelurahan Cakranegara Barat, Kecamatan Cakranegara Barat, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat ditangkap atas kasus pembunuhan.

Korban tak lain putrinya sendiri, NRF (9).

Pelaku sempat menyembunyikan kematian korban dengan menyebut NRF jatuh di kamar mandi.

Pembunuhan diduga terjadi pada Sabtu (21/10/2023) pukul 19.00 waktu setempat.

Saat kejadian, ibu korban yakni Fitriah sedang berada di luar rumah karena bekerja.

Fitriah diketahui bekerja sebagai asisten rumah tangga.

Fitriah tahu anaknya meninggal setelah dihubungi oleh kepala lingkungan setempat.

Kasus tersebut diketahui saat S meminta bantuan kepada tetangganya, Rohani (49) karena anaknya, NRF jatuh di kamar mandi.

Namun Rohani curiga karena korban sudah terbaring di kamar dengan kondisi leher terluka.

"Saya tidak sengaja menarik selimutnya, dan melihat ada memar berwarna kusam di bagian leher korban, saya tanyakan langsung pada pelaku yang sedang menangis karena saya melihat itu tidak wajar dan curiga dia dibunuh anak ini," katanya.

Rohani kemudian menyampaikan kecurigaannya kepada kepala lingkungan setempat, Muhammad Taufiq.

Apalagi Rohani sempat mendengar dua kali suara benturan keras sebelum S menemuinya untuk meminta tolong.

Saat itu kondisi rumah sepi karena ibu korban sedang bekerja.

Sementara itu Kepala Lingkungan, Muhammad Taufik yang juga paman korban meminta penjelasan pada dokter terkait kondisi keponakannya.

"Waktu itu, dokter yang menangani mengatakan pada saya, kondisi korban bukan seperti orang jatuh di kamar mandi karena tak ada luka benturan di kepala bagian belakang maupun depan akibat jatuh, ini kemungkinan ada tindakan pembunuhan, kata dokter," ujar Taufik.

Ia mengaku saat itu sempat marah kepada S dan memintanya untuk tidak meninggalkan rumah.

Namun tak berselang lama, S tak diketahui keberadaannya.

"Dia saya minta diam di sana dan melarangnya pergi dengan nada emosi, marah sekali saya karena hanya dia yang bersama korban saat kejadian," ungkap Taufiq.

Taufiq dan keluarga melaporkan hal ini pada aparat kepolisian dan meminta otopsi untuk mengetahui penyebab meninggalnya sang keponakan.

Kasat Reskrim, Kompol I Made Yogi Purusa Utama, menjelaskan bahwa pihaknya langsung bergerak cepat setelah menerima laporan dari keluarga korban.

"Menurut keterangan saksi-saksi korban ini adalah anak kandung dari pelaku. Pada saat dia berumur satu tahun sudah ditinggalkan oleh pelaku dan baru baru ini pelaku rujuk kembali dengan ibu korban," kata Yogi.

Polisi pun berhasil menangkap pelaku. Kepada petugas, pelaku mengaku tersinggung oleh kata-kata korban.

"Kayaknya ada ketersinggungan ucapan dari putrinya, yang mengakibatkan pelaku emosi sehingga terjadi penganiayaan hingga korban meninggal dunia," terangnya.

Korban disebut sempat menanyakan kepada ayahnya kenapa dia dan ibunya ditinggal pergi saat korban masih bayi.

Dari hasil visum sementara korban mengalami sejumlah luka lebam di bagian leher dan mata kanan, patah gigi bawah sebelah kiri.

"Kemungkinan penyebabnya benda tumpul atau tamparan," kata Yogi.

Fitriah, ibu korban menangis histeris saat tahu anaknya tewas dibunuh ayah sang suami.

"Ya Allah, saya kerja tanpa berhenti, hanya untuk menghidupi anak-anak saya, tega sekali pembunuh itu, ya Allah, ya Allah," tangis Fitriah yang histeris saat Kompas.com menemuinya di rumahnya Lingkungan Karang Kemong, Cakra Barat, Kota Mataram, Minggu (22/10/2023).

Ia mengaku saat penganiayaan terjadi sedang bekerja menjadi pembantu rumah tangga.

"Saya juga bangunkan dia dan memintanya bersiap mengenakan pakaian adat khas Sasak (Lombok) Lambung, mengikuti pekan budaya di sekolah tiap Sabtu pagi."

"Anak saya itu sempat minta uang sebelum ke sekolah, saya kasih," tutur Fitriah dengan suara bergetar.

Setelah anaknya berangkat sekolah, dia pun pergi bekerja seperti biasanya. Fitriah sempat pulang sebentar dan korban kembali minta uang untuk beli lingquine (stik untuk pasta yang bisa dibeli bijian oleh anak anak).

Fitriah memberikan Rp 10.000 pada korban yang kembali bermain-main. Saat Fitriah bekerja, sang suami meneleponnya beberapa kali.

"Dia nelpon saya dan tanya kapan kembali, saya bilang masih kerja. Beberapa saat lagi, dia menelepon kembali dan tanya saya kapan kembali, saya jawab dengan nada tingga belum, karena masih kerja," cerita Fitriah.

Pada pukul 17.00 Wita, sang suami kembali menelepon sambil menangis dan berulang kali menyebut nama korban.

Karena panik ia pun pulang ke kos dan anaknya sudah dibawa ke RS RISA. Ia pun syok saat tahu anaknya dinyatakan meninggal dunia.

"Saya mau dia dihukum mati, dia pembunuh, dia pembunuh itu, hukum mati dia," teriak Fitriah yang berusaha ditenangkan keluarganya.

Saat mengantar jenazah putrinya ke Rumah Sakit Bhayangkara Polda NTB untuk di autopsi, Fitriah terus berteriak dan memaki maki suaminya.

Kepada polisi, Fitriah mengatakan suaminya memiliki riwayat depres karena pernah kecelakaan saat bekerja. Selama ini hubungan pernikahan mereka renggang dan baru rujuk sekitar satu bulan terakhir. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ayah di Mataram Bunuh Anaknya, Sempat Berdalih Korban Jatuh di Kamar Mandi"

Berita Terkini