Advertorial

Cara Ketua DPRD Salatiga Bung Dance Hadir di Masyarakat, Edukasi Pemilih dan Tanggapi Langsung Aduan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua DPRD Kota Salatiga, Dance Ishak Palit.

TRIBUNJATENG.COM, SALATIGA - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) memiliki sejumlah tugas dan fungsi meliputi mengawasi jalannya pemerintahan, melakukan penganggaran belanja daerah, menetapkan berbagai produk dan lain sebagainya. Sebagai wakil rakyat, menyerap aspirasi hingga mendekatkan diri kepada warga juga tentunya menjadi bentuk pengabdian para anggota legislatif. Di Kota Salatiga, Jawa Tengah, bentuk pengabdian itu juga dilakukan oleh sejumlah wakil rakyat. Satu di antaranya diterapkan oleh Ketua DPRD Kota Salatiga, Dance Ishak Palit.

 


Menurut pria yang kerap disapa Bung Dance tersebut, bentuk kepedulian anggota DPRD kepada rakyat merupakan tanggung jawabnya serta menjadi bukti integritas setelah terpilih. Bagi Dance, terjun ke dunia politik memberikan peluang lebih untuk hadir dan mengetahui permasalahan langsung di akar rumput. “Politik itu bukan sekadar seni untuk mengatur kekuasaan, justru kewenangan yang dimiliki berpeluang membantu masyarakat. Dalam politik ada yang namanya etika pengabdian,” ungkap legislator Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) tersebut kepada Tribun Jateng di Rumah Rakyat Kantor DPRD Kota Salatiga, Senin (4/12/2023).

 


Dance sendiri membuka komunikasi dengan rakyat melalui perpesanan WhatsApp pribadinya. Dia mengaku menerima berbagai macam aduan, keluhan serta permintaan tolong langsung dari warga setiap saat. Beberapa aduan yang dia terima seputar masalah pelayanan kesehatan, kedaruratan, tenaga kerja, dan pendidikan. “Kalau ada warga yang hubungi saya tapi saya tidak balas, ya jangan pilih saya lagi dan artinya saya tidak aspiratif. Namun kalau mereka ingin bertemu, meminta tolong, menghubungi saya dan saya tindaklanjuti berarti bisa pilih saya lagi. Karena kita kan harus tahu apa sebenarnya fungsi dari wakil rakyat,” jelas Dance. 

 


Contoh hal menarik yang Dance alami yaitu ketika dimintai bantuan untuk menolong orang sakit. Dia bercerita, ketika waktu melewati tengah malam, terdapat warga yang membutuhkan bantuan ambulans. Karena tidak ada sopir ambulans yang tersedia saat itu, dia kemudian berpikiran untuk menggunakan mobil ambulans gratis milik DPC PDI-P Kota Salatiga dan mengendarai sendiri ambulans tersebut. “Pukul 02.00 WIB ada yang telepon minta ambulans. Kebetulan di PDI-P ada dua ambulans gratis, dekat juga dari rumah. Jadi kalau tidak ada sopir terpaksa pakai ambulans, ambil jenazah ke rumah sakit, antar ke rumahnya. Saya nyetir ambulans sudah sering,” jelas dia.

 


Aduan lain terkait kesehatan yang Dance terima yaitu tentang pelayanan rumah sakit. Dia mengaku sering membantu mencarikan kamar bagi pasien, mendaftarkan kepesertaan BPJS Kesehatan bagi pasien yang menjalani perawatan darurat di IGD rumah sakit, dan lain sebagainya. Bentuk upayanya yaitu menghubungi pimpinan rumah sakit, pimpinan kantor BPJS Kesehatan dan berbagai jaringan yang dia punya sebagai penyambung kebutuhan masyarakat. “Kalau saya rakyat biasa, tidak punya kewenangan politik, mau menolong orang sakit dan telepon direktur rumah sakit kemungkinan dia akan aras-arasen (cenderung enggan) merespon. Tapi dengan saya menjadi ketua DPRD, langsung siap dicarikan (kamar perawatan medis),” tegas Dance.

 


Kewenangan politik yang Dance miliki juga dia gunakan di bidang selain kesehatan. Dia menyebutkan, sudah terdapat kurang lebih 600 orang yang dia bantu untuk mendapatkan pekerjaan di perusahaan di Kota Salatiga pada 2023 ini. “Saya berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja Kota Salatiga karena orang mau cari kerja juga mengontak saya. Pekan sebelumnya, Minggu dan Kamis ada. Misalnya di PT Selalu Cinta Indonesia, banyak yang ingin bekerja di sana dan ini pada menghubungi saya,” ujar dia sambil memerlihatkan dan menggulirkan pesan-pesan yang masuk di ponselnya. Tak hanya itu, ketika menjelang pendaftaran tahun ajaran baru, para orangtua calon peserta didik menghubungi Dance untuk mempermudah anaknya masuk ke sekolah yang diinginkan. 

 


Bangun Kantor DPRD Kota Salatiga Jadi Rumah Rakyat, Persilakan Warga Berkegiatan

 


Bentuk pengabdian kepada masyarakat juga Dance tunjukkan ketika membuat kantornya bekerja, Kantor DPRD Kota Salatiga menjadi Rumah Rakyat. Tampak tulisan “Rumah Rakyat” berukuran relatif besar terpampang di depan teras kantornya. Di dalam gedung kantor itu, tersedia berbagai macam ruangan yang bebas dipakai warga yang ingin berkegiatan. Bahkan, terdapat ruang teater berbentuk bioskop mini dengan layar besar dan kursi-kursi penonton layaknya gedung bioskop. Para pelaku kesenian, UMKM, tokoh masyarakat, pelajar dan lain-lain akan terfasilitasi di sana. “Bebas mau dipakai berkegiatan apa saja, acara kesenian, acara pertemuan. Yang penting bersurat dahulu ke kami agar bisa mengatur jadwalnya agar tidak berbarengan semua,” kata Dance.

 


Dance juga memiliki mimpi memoles bagian lobi untuk bisa dijadikan ruang membaca dan permainan anak-anak. Di bagian tersebut terdapat ruang yang cukup luas untuk diletakkan rak-rak buku, serta wahana permainan bagi anak-anak. “Karena ini rumah rakyat, jadi bagi yang datang agar bisa merasa nyaman seperti rumah mereka sendiri,” kata Dance. Selain itu, berbagai macam ornamen ukiran kayu juga menghiasi langit-langit, pintu dan tembok-tembok. Lagu-lagu yang dimainkan di sana juga merupakan hasil dari karya seniman lokal dan bertema tentang Kota Salatiga. Dance berharap, hal itu bisa menjadi bentuk pengabdian  langgota DPRD Kota Salatiga kepada masyarakat.

 


Di bagian samping gedung DPRD Kota Salatiga, terdapat juga puluhan lapak bagi para pelaku UMKM. Dance berharap nantinya para pelaku UMKM bisa mempromosikan produk-produknya di sana. Selain itu, berbagai kegiatan juga sering digelar di halaman Rumah Rakyat. Berbagai macam komunitas, satu di antaranya komunitas fotografer di Kota Salatiga juga terpantau sempat menggelar kegiatan di halaman itu. Tampak hasil karya fotografi dipajang di sana.

 


Gencarkan Edukasi Kemandirian dan Kesadaran Politik Jelang Pemilu 2024, Sambangi Sekolah Ngobrol dengan Pemilih Pemula

 


Selain hadir di masyarakat dalam berbagai kebutuhan, Dance juga merasa memiliki tanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Satu di antaranya edukasi tentang kemandirian dan kesadaran politik. Menjelang Pemilu 2024 mendatang, Dance menyoroti beberapa aspek kekurangan sistem Pemilu serta belum tercapainya kemandirian politik pada masyarakat. Dia mencontohkan, sebagian pemilih masih dengan mudahnya dimobilisasi tanpa memiliki independensi dalam memilih calon legislatif maupun calon presiden dan wakil presiden. Bagi Dance, kemandirian politik adalah bagaimana seseorang tahu persis siapa yang dicoblos dan alasan mencoblos pilihannya.

 


Dia menggambarkan saat seseorang membeli motor di mana tentunya mempertimbangkan spesifikasi, kapasitas mesin dan lain sebagainya.

“Ketika pemilih mencoblos harus betul-betul kenapa memilih A, B atau C. Bukan berapa yang dikasih, bukan pinten (berapa) tapi sinten (siapa),” ungkap Bung Dance. Menurut dia, yang terjadi saat ini adalah sebagian besar pemilih akan datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) karena dimobilisasi oleh iming-iming salah satunya faktor money politics atau politik uang. Kebanyakan pemilih masih pragmatis sehingga hanya memikirkan sesaat atau amplop yang diterima, namun tidak memikirkan nasib negara dalam lima tahun ke depan. Untuk itu, Bung Dance tengah berupaya menggelorakan pendidikan politik di berbagai elemen masyarakat.

 


Dance sempat mengunjungi SMAN 2 Salatiga. Dia mencoba berkomunikasi dengan para peserta didik kelas 12 yang tergolong sebagai pemilih pemula. Dari kunjungannya, Dance justru menyayangkan bahwa minat bidang politik pada remaja sangat rendah. “Pemuda lebih tertarik dengan bermain gim atau dunianya sendiri. Bahkan generasi Z ini tidak tahu siapa anggota DPRD Kota Salatiga kecuali ketuanya,” kata Dance. Dia juga menanyakan siapa calon presiden dan wakil presiden yang akan dipilih oleh murid-murid di sana. Menurut dia, para pemuda saat ini lebih mudah terbawa pada sensasi, hal-hal yang sedang tren ataupun gimmick yang dilakukan tokoh politik. “Bahkan kalau ditanya pilih presiden siapa, mereka jawabnya gemoy. Jadi pikirannya hanya memilih pemimpin yang lucu-lucu begitu, suka menari, suka berjoget, tidak melihat track record. Padahal yang akan terpilih nanti yang akan memimpin lima tahun ke depan,” tegas dia.

 


Meskipun demikian, Dance dapat memahami karena adanya perkembangan teknologi di dunia digital yang berkembang pesat. Menurut dia, bagi yang tidak siap dan tidak berpikir secara mandiri maka akan mudah terbawa dengan sensasi. “Karena mereka tidak lahir pada 1998, mereka tidak merasakan reformasi terjadi, harga-harga naik begitu besar, banyak yang bangkrut dan lain sebagainya,” tambah dia. Satu di antara hal yang dia soroti yaitu kurangnya edukasi politik kepada para murid-murid. Menurut Dance, sekolah sudah dirancang sebagai lembaga pendidikan yang apolitik. Contohnya yaitu aturan pemasangan alat peraga kampanye (APK) yang harus berjarak minimal 100 meter dari zona sekolahan. “Sehingga guru-guru dan peserta didik tidak terbiasa melakukan diskursus politik,” bebernya.

 


Untuk mendukung upayanya, Dance meminta para stakeholder dalam Pemilu seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), pemerintah, dan lembaga negara untuk turut terlibat dalam pendidikan politik ini. Hasil yang dia inginkan yaitu nantinya bisa muncul intelektualitas dari para pemilih sehingga kompetisi yang ada pada para calon legislatif maupun presiden bisa lebih sehat. “Selama ini edukasi yang dilakukan masih bersifat normatif. Dengan sistem pemilihan proporsional terbuka seperti ini jadi seperti hukum rimba, siapa yang kuat dia yang menang. Bukan kompetisi kapasitas tapi isi tas,” pungkas dia. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!

Berita Terkini