Feri Ungkap Indikasi Dugaan Kecurangan Pemilu Terstruktur Sistematis dan Masif

Editor: Vito
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI Pemilu 2024.

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Dugaan terjadinya kecurangan pada pemilu 2024 terus disurakan berbagai kalangan, menyusul berbagai temuan yang sudah terungkap ke publik.

Pakar hukum tata negara, Feri Amsari menilai, kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) terjadi pada pemilu 2024.

Ia pun mengungkapkan sejumlah indikasi yang mengarah kepada terjadinya kecurangan secara TSM.

"Kalau kita kaitkan dengan konsep selisih, perselisihan dalam perkara pemilu, maka konsep terstruktur, sistematis, dan masif itu terjadi," ujarnya, dalam diskusi Koalisi Masyarakat Sipil ‘Catatan Kelam Kecurangan Pemilu 2024’ pada Kamis (22/2).

Kecurangan secara terstruktur itu, menurut dia, terjadi pada penggunaan aparat negara dalam pemenangan di pemilu 2024.

Ia pun menyinggung keterlibatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pemilu ini.

"Misalnya, terstruktur kan melibatkan aparat. Dari awal kami sudah cerita, ada pejabat gubernur, ada kepala desa, peran presiden cawe-cawe, penggunaan fasilitas negara, itu mempertegas terstrukturnya," bebernya.

Sementara unsur sistematis yang terjadi, menurut dia, telah berlangsung dalam waktu lama dalam pemilu 2024 ini. Feri menyebut, kecurangan yang terjadi sudah dirancang secara sistematis.

"Sistematis, karena ini sudah berlangsung cukup lama menurut kami ya, prosesnya bisa dibentuk alurnya. Maka bisa dinilai telah terjadi pelanggaran yang sistemik, di mana semua sudah dirancang sedemikian rupa untuk terjadi kecurangan," paparnya.

"Misalnya logistik yang bermasalah, kemudian kalau kita lihat sistem Sirekap yang bermasalah. Pada 2019 situngnya yang bermasalah. Jadi ada kecurangan berbasis sistem, dan sistemik akibatnya," jelasnya.

Sementara dari sisi masif, Feri menilai, kecurangan yang terjadi di seluruh wilayah di Indonesia.

Kecurangan masif ini, dia menambahkan, telah ditemukan oleh koalisi masyarakat sipil.

Wilayah Papua tidak masuk dalam laporan koalisi masyarakat sipil, karena menggunakan sistem noken.

"Mungkin butuh metode penelitian lain yang harus dilakukan oleh teman-teman koalisi massa dan lain-lain," tandasnya. (Tribunnews/Mei Sada Sirait)

Berita Terkini