Berita Ramadhan

Kembali Menyala! Tradisi Bom dan Dung Kauman Semarang Penanda Buka Puasa, Digelar Sebulan Penuh

Penulis: Agus Salim Irsyadullah
Editor: muslimah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Panitia tradisi Nyumet Dung sebagai penanda buka puasa memberikan simulasi kepada peserta arak-arakan di Alun-alun Kauman Semarang, Senin (11/3/2024)

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Kota Semarang pernah memiliki tradisi unik menyambut waktu berbuka puasa. Warga di sekitar Masjid Agung Kauman menyulut bom.

Apa yang disebut "bom" itu, berupa bubuk mercon dikemas secara khusus dalam ukuran cukup besar. Kemudian diletakkan ke dalam tabung besi yang ditimbun di tanah.

Suara letusannya yang khas disebut masyarakat Semarang sebagai "dung" itu pada masa lampau, menggelegar hingga terdengar dari jarak cukup jauh.

Setiap hari ada dua kali penyulutan bom udara, yakni saat maghrib dan sahur.

Begitu bunyi "dung" menggelegar, warga bersorak-sorai sambil mencicipi jamuan takjil buka puasa di sekitaran masjid.

Baca juga: Awal Ramadhan 2024: Penetapan Tanggal Puasa di Berbagai Negara Menurut Sumber Resmi

Baca juga: Keistimewaan 10 Hari Pertama Bulan Puasa dan 3 Peristiwa Penting saat Ramadhan

Tradisi itu, berlangsung cukup lama di Kota Semarang.

Sayang, insiden meledaknya bom di tabung besi saat hendak disulut dan dilontarkan ke udara, membuat Pemkot Semarang yang dipimpin Wali Kota Imam Suparto Tjakrayudha (1980) melarang diberlakukan kembali tradisi bom dan dung.

Bertahun-tahun lamanya, kini warga Kota Semarang bisa menyaksikan kembali tradisi yang sempat "hilang" tersebut.

Tak ada bom, atau bahan peledak berbahaya yang lain dalam tradisi "Nyumet Dung" ini.

Sebagai gantinya, panitia menyediakan puluhan kembang api yang sudah berizin.

Ketua panitia arak-arakan "Nyumet Dung", Muhaimin menyebut, romantisme tradisi masa lalu yang pernah diwariskan itu, perlu dijaga dan dimodifikasi sesuai perkembangan zaman.

"Kami ingin membangkitkan romantisme masa lalu. Dulu, banyak yang hadir di sekitar sini sambil menunggu waktu berbuka puasa. Kalau anak sekarang istilahnya ngabuburit," katanya ditemui Tribunjateng.com di kantor Masjid Agung Kauman Semarang, Senin (11/3/2024).

Muhaimin menjelaskan, kegiatan "Nyumet Dung" digelar sebulan penuh selama ramadan.

"Nanti dibarengi juga dengan pasukan arak-arakan, berangkat dari depan masjid sampai ke alun-alun Kauman Semarang," imbuhnya.

Ketua Yayasan Masjid Agung Semarang, Khammad Ma'sum menjelaskan, kegiatan ini menjadi bagian untuk melestarikan budaya.

Ia sebetulnya telah lama memendam keinginan untuk membangkitkan kembali girah romantisme masa lalu itu.

Hanya saja perlu pertimbangan matang dari semua elemen yang terlibat. 

"Kalau meniru aslinya sangat berat. Karena harus izin densus 88, Mabes TNI/Polri jika menggunakan bom udara, sehingga sangat berat untuk kami," katanya.

Simulasi peserta "Nyumet Dung" berjalan keluar dari Masjid Agung Kauman Semarang menuju Alun-alun Kauman Semarang, Senin (11/3/2024). (TribunJateng.com/Agus Salim Irsyadullah)

Gus Khammad lantas membuat terobosan dengan menggunakan kembang api sebagai gantinya.

Tradisi "Nyumet Dung" tahun ini, dimulai dari depan Masjid Agung Kauman Semarang.

Pasukan pawai yang terdiri dari santri, warga dan tim rebana berjalan menuju lapangan alun-alun Kauman Semarang.

Mereka akan berjalan dengan urutan pembawa dung berada di garis terdepan. Diikuti tim pembawa tiruan obor dan dua maskot Warak Ngendog di sebelah kanan-kiri barisan.

Di belakang tim pembawa dung, ada tim pembawa tiga pembawa tombak. Disusul musik islami rebana yang tergabung dalam komunitas penerbang di Masjid Agung Semarang.

Adapun penyalaan dung dilakukan di sisi barat alun-alun Kauman, setelah sirine buka puasa dari masjid dibunyikan.

"15 menit sebelum maghrib, iringan sudah berjalan ke arah alun-alun. Baru kemudian saat sirine bunyi, dung dinyalakan sebelum azan maghrib," tuturnya. (*)

Berita Terkini