Bos Rental Tewas Dihakimi Massa

Soal Julukan 'Sarang Maling', Kapolda Jateng Pastikan Nama Baik Sukolilo Pati Sudah Pulih

Editor: m nur huda
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penandaan Negatif di Sukolilo Hilang, Irjen Pol Ahmad Luthfi Himbau Masyarakat Jaga Citra Positif

TRIBUNJATENG.COM, PATI - Setelah tragedi di Sumbersoko, banyak cap negatif yang diarahkan warganet kepada Kabupaten Pati, khususnya Kecamatan Sukolilo, dan lebih khusus lagi Desa Sumbersoko, tempat kejadian perkara (TKP).

Julukan-julukan seperti "sarang maling", "kampung penadah", "kampung bandit", dan berbagai sebutan bla-bla bernada negatif diarahkan kepada Sumbersoko.

Tribun Jateng melakukan penelusuran ke Desa Sumbersoko, Jumat (21/6/2024), untuk melihat kondisi sebenarnya di sana.

Tim Tribun menelusuri jejak-jejak kejadian di TKP dan mewawancarai dua tokoh masyarakat di Desa Sumbersoko.

Yaitu KH Mustaqim Muhammad Jabaluddin, Ketua MUI Kecamatan Sukolilo, serta Hajar Pamuji, seorang kreator konten yang cukup dikenal.

Desa Sumbersoko berjarak sekitar 30 kilometer dari Alun-Alun Pati ke arah selatan. Dengan kendaraan roda empat, perjalanan ditempuh dengan waktu sekira satu jam. Di wilayah Sukolilo, cuaca panas terik dan jalanan cukup berdebu.

Di beberapa titik, tampak aktivitas penambangan batu kapur di wilayah yang berada di kaki Pegunungan Karst Kendeng ini.

Mendekati Desa Sumbersoko, Tribun Jateng menjumpai jalanan yang sempit dan hanya bisa dilalui satu kendaraan roda empat secara bergantian. Mobil tidak bisa berpapasan dengan mobil.

Setelah melintasi jalanan yang menanjak dan menurun cukup curam, Tribun tiba di wilayah RW 1 Desa Sumbersoko, lokasi tempat tinggal KH Jabaluddin dan Hajar Pamuji.

Tempat tinggal mereka tidak jauh dengan TKP pengeroyokan dan pembakaran mobil yang berada di RW sebelah, yakni RW 2. Tribun Jateng melakukan penelusuran ke Desa Sumbersoko, Jumat (21/6/2024), untuk melihat kondisi sebenarnya di sana.

Selain menelusuri jejak-jejak kejadian di Tempat Kejadian Perkara (TKP), Tribun Jateng juga mewawancarai dua tokoh masyarakat di Desa Sumbersoko, yakni KH Mustaqim Muhammad Jabaluddin, Ketua MUI Kecamatan Sukolilo, serta Hajar Pamuji, seorang kreator konten yang cukup dikenal.

Desa Sumbersoko berjarak sekitar 30 kilometer ke arah selatan dari Alun-Alun Pati. Dengan kendaraan roda empat, perjalanan ditempuh dengan waktu sekira satu jam.

Di wilayah Sukolilo, cuaca panas terik dan jalanan cukup berdebu. Di beberapa titik, tampak aktivitas penambangan batu kapur di wilayah yang berada di kaki Pegunungan Karst Kendeng ini.

Setelah melintasi jalanan yang menanjak dan menurun cukup curam, tibalah Tribun di wilayah RW 1 Desa Sumbersoko, lokasi tempat tinggal KH Jabaluddin dan Hajar Pamuji. Tempat tinggal mereka tidak jauh dengan TKP pengeroyokan dan pembakaran mobil yang berada di RW sebelah, yakni RW 2.
Kemalingan Berturut-turut

Ditemui secara terpisah di kediaman masing-masing, KH Jabaluddin dan Hajar Pamuji menyampaikan keterangan yang sama mengenai pemicu amarah massa yang begitu besar.

Beberapa hari sebelum tragedo Sumbersoko, ternyata warga desa tetangga, yakni Desa Tompegunung, banyak yang menjadi korban pencurian.

Setidaknya ada delapan rumah yang kemalingan. Pencuri yang tidak diketahui identitasnya membawa kabur perhiasan, alat elektronik, hingga sepeda motor milik warga.

Maka, begitu mendengar kabar bahwa ada pencuri tertangkap di Desa Sumbersoko, warga Tompegunung mengira bahwa itu adalah pelaku yang sebelumnya mencuri di rumah mereka. Desa Tompegunung sendiri berjarak sekira 10 menit berkendara sepeda motor menuju TKP.

Untuk diketahui, dari 10 orang tersangka yang sudah ditetapkan oleh kepolisian, mayoritas memang warga Tompegunung.

"Ini kali pertama ada kejadian begini. Sebelumnya tidak pernah ada. Seperti yang dikatakan Kapolda, itu bentuk kemarahan sementara yang tidak terkendali," kata KH Jabaluddin.

Menurut dia, peristiwa terjadi saat siang hari, ketika warga yang mayoritas merupakan petani hutan tengah beristirahat di rumah. Ketika tiba-tiba ada teriakan maling, warga spontan keluar rumah dan mengejar yang diteriaki.

Ketika terjadi amuk massa pun, menurut KH Jabaluddin, yang dilakukan warga setempat tidak terlalu parah. Namun, emosi massa makin tak terkendali ketika beberapa warga Tompegunung datang ke lokasi.

"Sampai jadi separah itu karena tetangga desa, Tompegunung, sering mengalami pencurian. Mendengar info ada maling tertangkap, warga Tompe turun ke Sumbersoko," kata dia.

Terekam CCTV

Tiba-tiba, ada salah satu warga yang menegaskan bahwa berdasarkan rekaman CCTV, orang-orang yang tertangkap itu memanglah pencuri yang sebelumnya beraksi di Tompegunung.
Menurut warga tersebut, salah satu rekan Burhanis yang bertato sempat terekam CCTV saat beraksi di

Tompegunung. Padahal, kemungkinan keduanya sosok yang berbeda, hanya saja sama-sama memiliki ciri bertato.

"Karena ada yang bilang begitu, 'Ya memang ini malingnya. Yang bertato ini malingnya!', terjadilah semakin tidak terkendali. Warga yang tadinya sudah diam jadi ikut memukuli lagi," terang KH Jabaluddin.

Dia berharap kejadian ini memberi hikmah agar masyarakat lebih hati-hati dalam bertindak.

"Sebetulnya ada ungkapan Jawa, 'Sak durunge njangkah, jongkonen' (sebelum melangkah, ukurlah). Tapi namanya manusia, bisa lupa dan luput. Semoga cukup sekali saja di Sumbersoko terjadi semacam itu," harap dia.

Sambil tetap berharap kepolisian menegakkan hukum seadil-adilnya atas kejadian ini, KH Jabaluddin juga menyayangkan mengapa korban tidak memberitahukan maksudnya terlebih dahulu kepada pemangku wilayah.

"Andaikan bos rental dari Jakarta permisi dulu di Koramil, Polsek, atau Pemdes, saya haqqul yaqin tidak akan terjadi. Dia datang mengambil miliknya tidak salah karena itu memang milik dia. Namun alangkah lebih baiknya permisi dengan pemangku wilayah dulu," ucap dia.

Tidak Ada Penadah

Youtuber dengan 720 ribu subscriber yang dulu mulai dikenal ketika memviralkan "Dimas dan Mbak Ruroh", Hajar Pamuji, sudah sekira 10 tahun menjadi warga Desa Sumbersoko, Sukolilo.

Sebelum pindah ke RT 4 RW 1 Desa Sumbersoko, Hajar merupakan warga Kecamatan Kayen.

Mengenai tragedi yang terjadi di desanya beberapa waktu lalu, Hajar mengaku prihatin. Dia sepakat bahwa tindakan main hakim sendiri itu salah dan kejam.

Karenanya, di satu sisi, dia bisa memaklumi jika warganet lantas melabeli warga Sukolilo dengan cap-cap negatif.

"Saya tidak bisa 100 persen menyalahkan netizen. Sebab, ada sebab tentu ada akibat. Namun, kalau semua orang Sukolilo disebut maling dan penadah, jelas itu salah besar. Orang Pati yang religius, berprestasi, dan bijak, masih banyak," kata pria yang juga berprofesi sebagai guru mata pelajaran Geografi di salah satu SMA ini.

Mengenai tuduhan kampung penadah, Hajar berani menjamin bahwa warga di sekitarnya tidak ada yang berprofesi demikian.

"Radius 500 meter keliling rumah saya, saya pastikan tidak ada itu (penadah). Di Sumbersoko ini, lebih banyak jadi petani karena secara geografis mereka di lereng pegunungan Kendeng. Kalau anak-anak muda ada tren baru kerja di koperasi," ucap dia.

Sebagai pendatang, Hajar sendiri merasa beruntung bisa tinggal di Sumbersoko. Menurut dia, warga setempat tidak antipati terhadap pendatang, justru sebaliknya. Masyarakat di desa Sumbersoko masih suka gotong royong, ramah dan persatuan kuat.

Hajar juga salut dengan kebiasaan warga yang mewajibkan diri menjenguk orang sakit dan mewajibkan diri mengikuti prosesi pemakaman ketika ada yang meninggal dunia.

"Kalau ada yang meninggal, satu desa libur kerja. Mereka merelakan diri tidak kerja sampai orang yang meninggal selesai dimakamkan. Orang yang berladang ke hutan berhenti kerja dulu untuk melayat," terang Hajar.

Sudah Pulih

Dua pekan setelah terjadinya "Tragedi Sumbersoko", wilayah di ujung selatan Kabupaten Pati yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Grobogan itu memasuki fase pemulihan.

Demikian ditegaskan Kapolda Jawa Tengah, Irjen Pol Ahmad Luthfi, saat berdialog dengan warga di Gedung PGRI Kecamatan Sukolilo, Kamis (20/6/2024) lalu.

"Saya harap kita bersama-sama Sukolilo bisa melakukan recovery (pemulihan). Tidak ada lagi 'trademark' (cap) negatif terhadap Sukolilo," tegas Ahmad Luthfi.

Dia menegaskan, peristiwa pengeroyokan yang terjadi di Desa Sumbersoko, Kecamatan Sukolilo, pada Kamis (6/6/2024) lalu tidak bisa menjadi alasan untuk melakukan generalisasi stigma negatif terhadap masyarakat Sukolilo secara umum.

Untuk diketahui, saat itu terjadi peristiwa pengeroyokan yang menewaskan Burhanis (52) pengusaha rental mobil asal Jakarta.

Burhanis bersama tiga rekannya dicurigai sebagai pencuri setelah menggunakan kunci cadangan untuk mengambil mobil rental Mobilio warna putih yang dia lacak menggunakan GPS. Mobil itu terparkir di halaman rumah seorang warga Desa Sumbersoko bernama Aris Gunawan (34).

Setelah diteriaki maling, Burhanis dan tiga temannya dihajar massa. Burhanis tewas, tiga temannya luka-luka di sekujur tubuh. Mobil Sigra warna putih yang mereka kendarai dari Jakarta juga dibakar massa.

“Saya pastikan, kejadian kemarin itu bisa menimpa di mana saja, dan oleh siapa pun juga. Sebab kejadian kemarin dipicu emosi sesaat, dipicu kemarahan tinggi yang mempengaruhi emosi massa,” tutur Ahmad Luthfi.

Sambil menegaskan bahwa proses hukum atas tindak pidana tetap berjalan, Ahmad Luthfi memastikan bahwa lebih banyak masyarakat Sukolilo yang taat hukum ketimbang yang tidak.

“Setelah kami check, recheck, dan final check dengan beberapa tokoh masyarakat dan tokoh pemuda perwakilan seluruh desa, dipastikan masih banyak masyarakat yang taat hukum dan tidak melanggar hukum. Maka kejadian kemarin tidak bisa digeneralisasi atau disamaratakan,” tandasnya. (mzk/tim lipsus/tribun jateng cetak)

Berita Terkini