Berita Jakarta

IHSG Berpeluang Rebound, Sentimen Eksternal Picu Pasar Modal Ambruk 3,4 Persen

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang karyawan melihat pergerakan harga saham pada layar di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, beberapa waktu lalu.

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambles 3,4 persen, atau turun 248,47 poin ke level 7.059,65 pada akhir perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (5/8).

Tumbangnya IHSG di awal pekan ini beriringan dengan penurunan tajam bursa saham Asia. Bursa saham Jepang anjlok paling dalam, di mana indeks Nikkei 225 turun tajam hingga 12,4 persen, disusul indeks saham Korea Selatan KOSPI yang ambles 8,35 persen.

Di dalam negeri, seluruh indeks sektoral merosot bersama dengan IHSG. Sektor energi ambruk 4,94 persen, disusul sektor barang baku terjun 4,69 persen. Sektor transportasi dan logistik anjlok 4,23 persen, sektor perindustrian merosot 3,73 persen, sektor infrastruktur terpangkas 3,15 persen.

Selain itu, sektor properti dan real estate terjerembap 3,05 persen, sektor teknologi ambruk 2,92 persen, sektor keuangan melorot 2,69 persen, sektor barang konsumsi nonprimer turun 2,47 persen, sektor barang konsumsi primer tergerus 1,77 persen, dan sektor kesehatan turun 0,72 persen.

Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana melihat, koreksi dari IHSG itu sejalan dengan pergerakan mayoritas pergerakan bursa Asia yang juga turun tajam.

“Di sisi lain, diperkirakan terdapat sell-off menyusul kekhawatiran potensi resesi di Amerika Serikat (AS) setelah data penganggurannya meningkat menjadi 4,3 persen secara tahunan (year on year/yoy),” ujarnya kepada Kontan, Senin (5/8).

Untuk Selasa (5/8), Herditya memperkirakan pergerakan IHSG berpeluang menguat terbatas dengan support 6.968 dan resistance 7.136.

“Kami perkirakan, akan terdapat technical rebound dahulu, sembari investor menanti akan ada rilis dara neraca perdagangan AS,” katanya.

Herditya pun menyarankan investor untuk mencermati BBRI, INDF, dan BRIS pada perdagangan hari ini. Target harga masing-masing adalah Rp 4.750-Rp 4.980 per saham, Rp 6.125-Rp 6.250 per saham, dan Rp 2.510-Rp 2.580 per saham.

Research Analyst Phintraco Sekuritas, Nurwachidah melihat, pelemahan IHSG pada Senin adalah dampak dari panic selling investor dalam merespons isu-isu eksternal.

Pertama, kekhawatiran resesi ekonomi AS setelah kenaikan tingkat pengangguran ke 4,3 persen di Juli 2024. Kedua, kekhawatiran eskalasi konflik geopolitik Timur Tengah yang dapat memicu full-scale war.

Ketiga, keputusan Bank of Japan (BoJ) untuk menaikan suku bunga acuan ke 0,25 persen yang memicu aksi sell-off pada saham-saham di Jepang pada Jumat (2/8) dan Senin (5/8). Kenaikan suku bunga acuan BoJ memicu penguatan signifikan nilai tukar Yen.

“Kondisi ini merugikan mayoritas emiten di Jepang yang berorientasi ekspor atau trading, beserta investor yang memanfaatkan stabilitas kebijakan moneter BoJ selama ini sebagai bagian dari strategi investasinya,” bebernya, kepada Kontan, Senin (5/8).

Nurwachidah menyebut, kondisi-kondisi di atas menyebabkan kepanikan di pasar modal Indonesia yang terindikasi dari pelemahan IHSG yang sempat mencapai 4,2 persen di sesi II perdagangan kemarin.

Domestik solid

Padahal, ia berujar, data ekonomi domestik terbaru relatif solid. Realisasi pertumbuhan ekonomi berada di 5,05 persen yoy di kuartal II, lebih tinggi dari ekspektasi di 5 persen yoy.

Selain itu, dia menambahkan, eskalasi konflik sejauh ini justru memicu kenaikan harga batubara yang relatif menguntungkan bagi Indonesia. “Selama harga minyak masih berfluktuasi di kisaran 80 dolar AS per barel, belum ada dampak negatif langsung ke Indonesia,” tuturnya.

Nurwachidah masih melihat peluang technical rebound IHSG ke kisaran 7.100-7.120 pada perdagangan Selasa (6/8). Tepatnya, support ada di level 7.000 dan resistance di 7.120, dengan pivot 7.050.

Alasanya, data domestik Indonesia yang masih solid, meskipun kondisi ekonomi global sedang bergejolak. “Saham-saham yang dapat diperhatikan fokus pada saham defensif, di antaranya MYOR, AMRT, MAPI, INDF dan KLBF,” jelasnya.

Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Martha Christina mencermati, sebenarnya dari awal Agustus 2024 pasar global sedang dilanda aksi jual oleh investor.

Hal ini berkaitan dengan gejolak yang terjadi di Jepang dan rilis data makro ekonomi Amerika Serikat (AS) yang sayangnya tidak terlalu bagus. Misalnya, data ISM Manufacturing PMI AS berada 46,8 poin.

"Data US Non Farm Payroll yang paling rendah dalam tiga bulan terakhir, ini di bawah ekspektasi sehingga ada pihak yang menilai The Fed agak terlambat kalau menurunkan suku bunga di September," katanya, Senin (5/8).

Sementara, gejolak yang terjadi di Jepang sendiri disebabkan oleh adanya kenaikan suku bunga oleh Bank of Japan. Ini membuat yen mengalami apresiasi dalam waktu singkat.

"Penguatan yen sangat ditakutkan pelaku pasar. Kalau seperti ini, akhirnya terjadi aksi jual pada perusahaan industrial yang kuat di ekspor," jelasnya.

Meski demikian, ia menilai, secara keseluruhan dampak aksi jual yang terjadi di Bursa Efek Indonesia tidak terlalu besar. Pasalnya, IHSG tidak pernah terbang tinggi seperti indeks bursa lainnya.

"Dalam dua setengah tahun terakhir IHSG tidak kemana-mana, market lain turun karena sudah naik kencang, sehingga wajar kalau ada koreksi, tapi aksi jual di BEI ini sementara," terangnya. (Kontan/Pulina Nityakanti/Yuliana Hema)

Baca juga: Siap-siap PLN Lakukan Pemeliharaan Jaringan Pemadaman Listrik 4 Jam Hari Ini Selasa 6 Agustus 2024

Baca juga: Cek Sekarang, Daftar Harga BBM Pertamina Hari Ini Selasa 6 Agustus 2024 di Seluruh Wilayah Indonesia

Baca juga: Belum Terpecahkan, Misteri Kematian Mary Reeser di Florida 1951: Jasad Jadi Abu, Apartemen Utuh

Baca juga: Atlet Panjat Tebing, Angkat Besi dan Balap Sepeda Harapan Medali Olimpiade

Berita Terkini