TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Kekeringan melanda Provinsi Jateng. Bahkan dari 35 kabupaten kota, hanya 5 kabupaten yang belum menyatakan status tanggap darurat kekeringan.
Kondisi tersebut membuat sejumlah masyarakat kesulitan mencari air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.
Bahkan sumur yang biasanya dimanfaatkan masyarakat mulai mengalami penurunan debit air karena dampak musim kemarau.
Di Ibu Kota Jateng sendiri, hal tersebut juga dirasa oleh warga. Pasalnya, ada beberapa titik yang menjadi langganan kekeringan saat musim kemarau.
Catatan BPBD Kota Semarang, ada lima kecamatan yang menjadi langganan kelangkaan air bersih saat musim kemarau.
Baca juga: Blak-blakan Agus Pranki Sebut Perundungan Mahasiswa PPDS Undip Pernah Dilaporkan : Cuma Ditegur
Selain Kecamatan Tembalang dan Banyumanik, Kecamatan Gunungpati, Mangkang dan Ngaliyan juga terdampak kekeringan.
Guna mengatasi hal tersebut, berbagai pihak bahu-membahu untuk mensuplai kebutuhan air masyarakat di lima kecamatan tersebut.
Seperti yang dilakukan oleh BPBD Kota Semarang bersama sejumlah pihak di wilayah Beringin Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang.
Di wilayah tersebut, distribusi air bersih dilakukan dua sampai tiga kali dalam sepekan.
Dalam sekali pendistribusian, BPBD bersama sejumlah pihak bisa mendistribusikan 20 ribu liter air atau 2 mobil tangki air.
Menurut Sugiyarto, Staf Bidang Rehabilitasi dan Rekontruksi BPBD Kota Semarang, wilayah Beringin memang menjadi langganan kesulitan air setiap musim kemarau.
"Air yang didistribusikan langsung ditampung di tandon besar. 20 ribu liter air untuk mencukupi 130 KK," jelasnya, Kamis (15/8/2024).
Ia berujar pelaksanaan droping air bersih ke wilayah terdampak kekeringan dilakukan bersama PLN dan program CSR dari beberapa perusahaan.
Ia juga menyebut, dari lima kecamatan terdampak kekeringan ada beberapa kelurahan yang berstatus kekeringan cukup parah.
"Wilayah tersebut ada di Kelurahan Rowosari, Cepoko, Gondoriyo dan Beringin," paparnya.
Di Beringin sendiri masyarakat harus menghemat penggunaan air saat musim kemarau.
Meski sudah berdiri Pamsimas, namun debit air dari sumber tersebut terus mengalami penurunan.
Warga di 4 RT Beringin pun sampai harus bergilir untuk menggunakan air dari Pamsimas.
"Kalau pagi untuk RT 1 dan 2, kemudian malam hari dialirkan untuk RT 3 dan 4. Itupun masih tidak mencukupi," jelas Ali Adnan satu di antara warga Beringin.
Dikatakannya, warga acapkali bergantian mencukupi kebutuhan air satu sama lainnya.
Jika masih ada air bersih akan dibagikan ke masyarakat lainnya yang kekurangan air.
Lantaran harus berhemat, untuk kebutuhan minum masyarakat Beringin harus membeli air siap minum seharga Rp 4,5 ribu per galon.
"Tak jarang warga hanya mandi satu kali dalam sehari karena harus menggunakan air sehemat mungkin. Kelangkaan air sudah kami rasa tiga bulan ini, dan pekan ini semakin parah," paparnya.
Ditambahkannya, bantuan dari pemerintah sangat berarti bagi warga Beringin di tengah musim kemarau.
Meski puluhan ribu air bersih yang telah didistribusikan hanya bisa digunakan beberapa hari.
"Kami sangat terbantu, namun wilayah kami memang jadi langganan kekeringan. Kami berharap saluran air PDAM bisa masuk ke wilayah kami," imbuhnya.
4 Juta Liter Air Telah Didistribusikan ke Sejumlah Kabupaten Kota
Dampak musim kemarau telah dirasa masyarakat Jateng sejak pertengahan tahun 2024.
Menurut Kepala BPBD Provinsi Jateng, Bergas Catursasi Penanggungan, dampak tersebut sudah terjadi dirasa sejak Mei lalu.
Guna mengatasi hal tersebut, pendistribusian air terus dilakukan Pemprov Jateng bersama kabupaten kota dan sejumlah pihak.
Tak hanya itu, pengeboran sumur juga dilakukan untuk mencari sumber air yang bisa digunakan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat di lokasi terdampak kekeringan.
Ia juga mengatakan, sejak Mei lalu 30 kabupaten kota di Jateng telah menetapkan status siaga darurat kekeringan.
"Dari data pendistribusian air bersih, sudah 4 juta liter air didistribusikan ke sejumlah daerah. Pendistribusian tersebut dilakukan sejak mei lalu," katanya. (*)