TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Dua bocah Sekolah Dasar (SD) dan Taman Kanak-kanak menjadi korban bullying siswa SMA di komplek Sekolah swasta Katolik yang berada di Jalan Mayjend Sutoyo Kelurahan Pekunden Semarang.
Orang tua dua anak meminta bantuan tim hukum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kota mengadu ke Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak (DP3A) Kota Semarang
Ibu korban, Ivana mengatakan dua anaknya yang masih SD kelas 2 dan TK itu menjadi korban bullying siswa SMA di komplek sekolahan itu. Anaknya yang SD itu dibawa masuk ke kelas oleh siswa SMA itu
"Anak saya yang SD itu dihadang-hadang tidak boleh keluar kelas. Kemudian anak saya yang TK dinaikkan ke atas meja, lalu lampunya dimatikan dan tidak boleh turun. Lalu divideokan sampai anaknya nangis ketakutan ," ujarnya kepada tribunjateng.com, Rabu (4/9).
Permasalahan ditudingkan anaknya cukup sepele. Bahwa Informasi diterima dari siswa SMA bahwa anak-anak SD yang ada di komplek sekolah swasta itu sangat mengganggu.
"Katanya pintunya digedor-gedor, jendelannya dibuat mainan. Tapi anak-anak saya yang besar baru sekali melakukan jendela dipegang. Anak saya yang kecil sama sekali tidak melakukan tapi malah diperlakukan dinaikkan di atas meja, lampu ruangan dimatikan dan divideokan," imbuhnya.
Menurutnya, setelah kejadian itu pihak sekolah sudah dua kali melakukan mediasi. Namun hingga saat ini sekolah belum melakukan tindak lanjut apapun.
"Anak saya pun sekarang ketakutan. Kalau ke sekolah tidak berani mendekati SMA itu. Padahal kalau sekolah harus melewati SMA itu," tuturnya.
Ia mengatakan hingga saat ini belum mengetahui pelaku yang melakukan perundungan kepada dua anaknya. Padahal pihak sekolah menjanjikan akan mempertemukan dengan orang tua pelaku.
"Tapi tidak ada sama sekali. Saya mengadu ke bidang hukum PSI Kota Semarang, dan DP3A Kota Semarang," tandasnya.
Sementara itu, Ketua PSI Kota Semarang, Bangkit Mahanantiyo mengatakan PSI konsen terhadap perlindungan perempuan dan anak. Pihaknya menghimbau anak merupakan aset bangsa dan jangan sampai mencederai tumbuh kembang anak.
"Jangan melakukan kekerasan baik langsung maupun psikis. Bagaimanapun negara harus menjamin kecerdasan anak itu sendiri," tuturnya.
Ia berharap pada perkara tersebut, UPTD terkait dapat memberikan penanganan yang efektif. Pihak sekolah dapat memonitoring agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan kepada anak.
Petugas DP3A Kota Semarang, Supati menuturkan telah menerima aduan pada perkara itu. Pihaknya telah melakukan asesmen atau evaluasi awal untuk dilakukan konseling psikologis.
"Kami akan menindaklanjuti permintaan pelapor agar dikoordinasikan dengan pihak sekolah.Pelapor meminta perkara menjadi perhatian dan pelaku mendapat sanksi," tuturnya.
Terpisah, Wakil Kepala SMA, Pamudi mengatakan telah memberikan pembinaan kepada siswa yang diduga melakukan perundungan terhadap anak TK dan SD di komplek sekolahnya. Bahkan pihaknya telah berkoordinasi dengan pihak kepala SD maupun orang tua korban.
"Kami sudah pertemukan kedua orang tua siswa itu," kata dia kepada tribunjateng.com.
Pamudi mengatakan telah memanggil orang tua siswanya, dan orang tua siswa menjadi korban itu. Keduanya sudah saling memaafkan.
"Orang tua anak sudah minta maaf. Karena merasa salah anak-anaknya mengganggu. Kakak-kakak SMA juga meminta maaf karena tidak bermaksud membully," jelasnya.
Menurut Pamudi, kedua korban itu juga telah diminta menunjukkan siapa siswa diduga melakukan pembulian. Namun bocah menjadi korban itu tidak bisa menunjukkan.
"Mereka sudah diklarifikasi dan diberikan pembinaan. Mereka tidak bermaksud membully adik-adiknya. Tapi sudah kami minta untuk surat pernyataan agar tidak mengulangi lagi perbuatannya," imbuhnya.
Ia menyatakan perkara itu telah dianggap selesai. Namun demikian jika terdapat pihaknya yang masih mengganjal akan diklarifikasi bersama. (rtp)