Berita Kriminal

Miris Kasus Kekerasan Seksual Anak Mandek di Polres Purworejo dan Polres Pekalongan Kota

Penulis: iwan Arifianto
Editor: muh radlis
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto, Kota Semarang, Rabu (11/9/2024).

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Dua kasus kekerasan seksual anak tengah mencuat di wilayah Polres Purworejo dan Polres Pekalongan Kota.

Perkara di Polres Purworejo menimpa kakak beradik berinisial DS (15) dan kakaknya K (17).

DS sampai melahirkan anak akibat diperkosa dan sempat dinikahkan siri dengan pelaku oleh perangkat desa setempat.

Namun, ketika kasus ini dilaporkan ke polisi, perkaranya sempat mandek hingga akhirnya diambil alih oleh Polda Jateng.

Adapun kasus serupa terjadi di Polres Pekalongan Kota yang menimpa korban remaja perempuan berusia sekira 15 tahun.

Pelaporan kasus ini sempat mandek selama hampir 2 tahun.

Korban sampai melahirkan bayi yang kini berusia 13 bulan. 

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jawa Tengah Kombes Pol Artanto menyebut, kasus kekerasan seksual anak di Purworejo telah ditarik ke Polda Jateng.

Kasus ini terus dilakukan penyelidikan yang ditangani penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum). 

"Untuk Pekalongan Kota masih ditangani di Polres," katanya di Mapolda Jateng, Kota Semarang, Selasa (29/10/2024).

Berkaitan dengan kasus tersebut, pihaknya meminta kepada jajaran Polres untuk responsif dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak. 

"Polres harus bergerak cepat dan segera berkoordinasi dengan stakeholder terkait saat tangani kasus anak," ujarnya.

Aktivis perempuan dari Legal Resource Center untuk Keadilan Gender dan Hak Asasi Manusia (LRC- KJHAM) lembaga yang fokus terhadap pendampingan korban kekerasan seksual perempuan dan anak menilai, penanganan kasus kekerasan seksual anak berjalan lambat akibat  perspektif aparat penegak hukum yang masih lemah.

"Terhambat dan lamanya penanganan kasus kekerasan seksual karena perspektif aparat penegak hukum yang tidak pro-korban kemudian membebankan pembuktian pada korban," jelas aktivis dari LRC-KJHAM, Citra Ayu Kurniawati.

Oleh karena itu, kata Citra, aparat penegak hukum perlu bersikap informatif dan berdiskusi dengan pendamping korban.

"Tujuannya untuk mengurai hambatan yang dialami ketika menerima laporan kasus kekerasan seksual anak," katanya.(Iwn)

Berita Terkini