TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Kondisi jalan di berbagai daerah di Indonesia masih menjadi perhatian serius, terutama menjelang musim mudik Lebaran.
Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, menyoroti pentingnya pemeliharaan jalan guna mencegah kecelakaan lalu lintas.
Menurut SK Menteri PUPR No. 1688/KPTS/M/2022 tentang Penetapan Ruas Jalan Menurut Statusnya sebagai Jalan Nasional, total panjang jalan di Indonesia mencapai 529.132,19 kilometer.
Dari jumlah tersebut, jalan nasional sepanjang 47.603,39 km memiliki kondisi mantap sebesar 91,08 persen, sedangkan 8,90 persen lainnya masih dalam kondisi tidak mantap.
Kondisi jalan provinsi juga cukup baik, dengan 90,94 persen dalam kondisi mantap dan 9,06 persen tidak mantap.
Namun, perhatian utama tertuju pada jalan kabupaten/kota yang memiliki panjang 433.654,4 km, tetapi hanya 62 persen dalam kondisi mantap dan 38 persen masih dalam kondisi tidak mantap.
Sementara di Jateng, jalan nasional yang dalam kondisi mantap mencapai 1.381,72 km atau 91,01 persen, sedangkan 136,36 km atau 8,99 persen masih perlu perbaikan.
Jalan provinsi yang dalam kondisi mantap mencapai 2.224,16 km, sementara 73 km atau 7,51 persen masih memerlukan perhatian.
Sementara itu, jalan kabupaten/kota yang dalam kondisi mantap mencapai 22.294,39 km atau 83,24 persen dan 4.899,41 km setara 16,76 persen masih belum diperbaiki.
Dari pendataan tersebut Djoko Setijowarno menegaskan pemeliharaan jalan harus dilakukan secara rutin, terutama saat mendekati musim hujan dan Lebaran.
“Jalan yang rusak bisa menjadi faktor utama kecelakaan lalu lintas, terutama bagi pengguna sepeda motor yang merupakan kelompok paling rentan,” ujarnya melalui pesan singkat, Selasa (11/2/2025).
Ia juga menyebut data dari Korlantas Polri, pada 2024 Korlantas Polri mencatat sepeda motor menjadi penyebab tertinggi kecelakaan lalu lintas, mencapai 77 persen, disusul oleh truk 10 persen, kendaraan umum 8 persen, mobil pribadi 3 persen, dan lainnya 2 persen. Kecelakaan lalu lintas sendiri menjadi penyebab kematian ketiga tertinggi di Indonesia.
“Ketika hujan, air menggenangi jalan yang berlubang sehingga pengendara tidak bisa menghindari atau malah tergelincir. Banyak kasus kecelakaan terjadi karena pengendara mencoba menghindari lubang tetapi malah bertabrakan dengan kendaraan lain,” kata Djoko.
Tanggung Jawab Pemerintah dalam Perbaikan Jalan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 24 ayat (1) menegaskan bahwa penyelenggara jalan wajib segera memperbaiki jalan yang rusak demi mencegah kecelakaan.
Jika perbaikan belum dilakukan, penyelenggara jalan harus memberikan tanda atau rambu peringatan di lokasi jalan rusak.
Sementara itu, Pasal 273 menyebutkan bahwa jika penyelenggara jalan tidak segera memperbaiki jalan yang rusak dan mengakibatkan kecelakaan, maka bisa dikenakan sanksi hukum.
Jika menyebabkan luka ringan atau kerusakan kendaraan, penyelenggara bisa dipidana kurungan maksimal enam bulan atau denda Rp 12 juta.
Jika mengakibatkan luka berat, hukuman bisa meningkat menjadi satu tahun penjara atau denda Rp 24 juta.
Apabila kecelakaan menyebabkan korban meninggal dunia, penyelenggara bisa dipidana hingga lima tahun atau denda Rp 120 juta.
Djoko menegaskan bahwa keselamatan pengguna jalan harus menjadi prioritas utama.
“Pemerintah perlu lebih serius dalam menangani jalan rusak karena ini bukan hanya soal kenyamanan, tetapi juga nyawa manusia,” tambahnya.
Catatan KNKT: Jalan Berkeselamatan Harus Diprioritaskan
Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dalam catatannya pada Januari 2024 menekankan bahwa jalan berkeselamatan harus memenuhi tiga prinsip utama
Pertama Regulating road – Jalan harus sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Kemudian Self-explaining road – Jika jalan tidak sesuai regulasi, maka harus ada informasi yang jelas bagi pengguna agar mereka bisa mengantisipasi potensi bahaya.
Lalu Forgiving road – Jika terjadi kecelakaan akibat kelalaian pengemudi, desain jalan harus meminimalkan dampak fatalitas.
"Namun sangat disayangkan, ketiga prinsip tersebut masih kurang diperhatikan oleh pemerintah," tegasnya.
Djoko juga menyoroti faktor roadside hazard, atau bahaya di sisi jalan yang sering diabaikan.
Di mana tiang rigid di tepi jalan, drainase terbuka yang dalam, serta struktur jembatan yang berisiko tinggi sering kali menjadi penyebab fatal kecelakaan. Seharusnya, ini bisa diantisipasi dengan desain yang lebih aman.
KNKT telah memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar lebih serius membenahi masalah roadside hazard.
Banyak nyawa yang melayang akibat desain jalan yang kurang memperhatikan faktor keselamatan.
Djoko berharap pemerintah segera bertindak sebelum angka kecelakaan semakin meningkat.
“Jalan yang aman bukan sekadar halus dan mulus, tetapi juga harus dirancang dengan baik agar meminimalkan risiko kecelakaan,” imbuhnya. (*)
Baca juga: Pengendara Taat Aturan, Polres Jepara Bagikan Bunga Hingga Cokelat Dalam Ops Keselamatan Candi 2025
Baca juga: Pengendara Taat Aturan, Polres Jepara Bagikan Bunga Hingga Cokelat Dalam Ops Keselamatan Candi 2025
Baca juga: Program Prioritas Bupati Karanganyar Terpilih Terancam Tidak Optimal, Anggaran DAK Dicadangkan