TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Teror kepala babi yang dialamatkan kepada jurnalis Tempo tak hanya memicu kecaman, tapi juga menyulut gelombang solidaritas dari para seniman di Jateng.
Di sebuah kedai kopi di Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, puluhan seniman dari berbagai daerah berkumpul untuk menyuarakan kemarahan mereka bukan dengan senjata, tapi dengan karya dan aksi simbolik yang menggugah.
Mereka datang membawa pesan yang kuat, kebebasan berekspresi tak bisa dibungkam dengan ancaman.
Dalam aksi tersebut, para seniman menciptakan replika kepala babi sebagai simbol teror, lalu mencoretnya dengan kata-kata protes, dan akhirnya membakarnya secara terbuka.
“Ini bentuk kemarahan kami, bukan sekadar kepada pelaku teror, tapi pada siapa pun yang mencoba membungkam suara kebenaran,” ujar Imut, salah satu seniman asal Pati yang turut hadir, Senin (24/3/2025).
Tak hanya membakar replika, aksi solidaritas ini juga diwarnai pertunjukan monolog berjudul “Aku, Pembunuh Munir”, karya Seno Gumira Ajidarma.
Pertunjukan ini menggambarkan betapa perjuangan untuk kebebasan berekspresi di negeri ini masih harus dibayar mahal, bahkan dengan nyawa.
Aksi ini juga menjadi respon terhadap pernyataan kontroversial dari pihak Istana yang menyarankan kepala babi hasil teror itu dimasak saja.
Para seniman menyindir balik, “Babi tak hanya bisa dimasak. Bisa juga dibakar,” ujar salah satu peserta aksi, yang langsung disambut sorak dan tawa getir dari para peserta lainnya.
Bagi mereka, pernyataan tersebut bukan hanya tidak sensitif, tapi juga memperkeruh situasi.
Ketimbang menenangkan, justru terkesan meremehkan ancaman serius terhadap kebebasan pers dan keamanan jurnalis.
Dalam orasinya, para seniman menekankan bahwa pencurian karya, pembungkaman suara, serta teror terhadap jurnalis adalah bentuk tindakan kekanak-kanakan yang membahayakan demokrasi.
“Kami tidak takut. Hari ini kepala babi kami bakar, besok kami bakar lagi simbol-simbol ketakutan yang kalian ciptakan,” tegas salah satu peserta aksi.