TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Semarang melaksanakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Peningkatan Kapasitas Pelaksanaan Kegiatan Pemberantasan Barang Kena Cukai Ilegal Tahun 2025, Senin (28/4).
Kegiatan Bimtek Peraturan Dana Bagi Hasi Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) yang digelar di Hotel New Puri Garden Kota Semarang dihadiri oleh Penyidik Bea Cukai, pihak Satpol PP Kota Semarang, agen travel, jasa ekspedisi, dan pengusaha truk dan bus pariwisata.
Hadir sebagai pembicara Indah Widyaning Ayu, Pemeriksa Bea dan Cukai Ahli Pertama Direktorat Jendral Bea dan Cukai; Faisal Andy Rahman, Pemeriksa Bea dan Cukai Ahli Pertama Direktorat Jendral Bea dan Cukai; H. Sugi Hartono, Anggota Dewan Komisi A DPRD Kota Semarang; Ahmad Al Yuhri, Kasubsi Perdata & TUN Kejaksaan Negeri Kota Semarang; Ima Kurnia Dewi, Kepala Bagian Perekonomian dan SDA Setda Kota Semarang; dan Marthen Stevanus Dacosta, Plt Kepala Satpol PP Kota Semarang.
Marthen mengatakan, penggunaan Alokasi DBHCHT Tahun 2025 mengacu pada PMK Nomor 72 Tahun 2024 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau.
"Kebijakan cukai hasil tembakau merupakan salah satu instrumen peningkatan kualitas SDM. 4 Pilar Kebijakan Cukai Hasil Tembakau yaitu Kesehatan, Industri dan Tenaga Kerja, Penerimaan Negara dan Bagi Hasil, Pengawasan BKC Ilegal," ujarnya.
Marthen menjelaskan pita cukai merupakan Dokumen sekuriti / keamanan negara. Selain sebagai bukti pelunasan, pita cukai juga berfungsi sebagai alat pengawasan. "Hanya boleh digunakan satu kali dan untuk produk yang sesuai dengan spesifikasi pada saat pemesanannya."
Pelekatan pita cukai, lanjut Marthen, juga harus sesuai dengan tarif cukai dan harga jual eceran yang tertera dalam kemasan, merupakan hak pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai yang bersangkutan dan sesuai dengan peruntukannya, utuh, tidak rusak, dan/atau bukan bekas pakai, tidak lebih dari satu keping, dilekatkan pada kemasan yang tertutup dan menutup tempat pembuka kemasan yang tersedia (khusus untuk hasil tembakau berupa cerutu, pita cukai dapat dilekatkan per batang), menjadi tidak utuh dan/atau rusak pada saat kemasannya dibuka; dan/atau saat dilekatkan tidak melebihi batas waktu pelekatan pita cukai yang ditetapkan.
Marthen mengatakan masih banyak peredaran rokok Ilegal yakni rokok yang beredar di masyarakat namun tidak memenuhi kewajiban sebagai barang kena cukai berupa pembayaran cukai yang ditandai dengan pita cukai.
Sementara itu, Kanwil Bea Cukai Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta telah melakukan operasi penindakan rokok ilegal di tiga lokasi pada Jumat-Sabtu (7-8 Maret 2025) yakni di Mijen, Exit Tol Ungaran, dan Gayamsari.
Dari hasil penindakan tersebut disita 887.600 batang rokok ilegal dengan nilai lebih dari Rp1,3 miliar dan potensi nilai cukai sebesar Rp662,7 juta.
Selama periode Januari-Maret 2025, tercatat sebanyak 352 penindakan peredaran rokok ilegal di berbagai wilayah. Nilai perkiraan barang dari hasil penindakan tersebut mencapai Rp56,4 miliar dengan potensi kerugian negara mencapai Rp35,3 miliar.
Pemberantasan rokok ilegal, lanjut Marthen, merupakan bagian dari program nasional dalam rangka optimalisasi penerimaan negara serta penegakan hukum di bidang kepabeanan dan cukai. "Langkah ini juga diharapkan mampu menciptakan iklim usaha yang sehat dan adil bagi para pelaku industri yang patuh terhadap regulasi," tegasnya. (*)