TRIBUNJATENG.COM – Inilah pengalaman para siswa yang mengikuti program pendidikan berkarakter selama dua pekan di barak militer.
Program ini digagas Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi dan mengundang pro serta kontra.
Diantaranya KPAI yang sempat datang langsung ke Jabar.
Sejumlah siswa tersebut selama mengikuti pendidikan karakter berada di bawah pelatihan Dodik Bela Negara, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.
Mereka menceritakan pengalaman di sana. Termasuk hukuman yang diterima jika melakukan kesalahan.
Baca juga: 273 Pelajar Kembali dari Barak Militer, Dedi Mulyadi Tak Bisa Menahan Tangis Saksikan Adegan Ini
Fajril Ramadhan, siswa kelas 11 SMA Negeri 2 Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi, menyebut bahwa pelatihan tersebut memberinya banyak pelajaran hidup.
Ia diajarkan disiplin, taat aturan, dan saling menghargai, semuanya tanpa adanya paksaan dari pihak manapun.
“Ada keinginan buat belajar jadi lebih baik,” ujar Fajril saat ditemui Kompas.com di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Selasa (20/5/2025).
Fajril mengaku sebelumnya adalah remaja yang kecanduan bermain game, mengabaikan sekolah, dan kurang menghormati orangtua.
Namun, pelatihan dua pekan itu justru membuatnya mengenal nilai-nilai keluarga dan disiplin.
Ia juga mengenang momen saat dirinya dan teman-temannya mendapat hukuman karena ada salah satu peserta membawa rokok ke dalam asrama.
Semua siswa yang ada dalam kelompok tersebut dihukum dengan diceburkan ke kolam lele.
“Ketika teman-teman ada membawa rokok ketahuan diceburin ke kolam lele sampai basah semua,” katanya.
Meskipun demikian, ia menganggap pengalaman tersebut sebagai bentuk pembelajaran dan peringatan agar mematuhi aturan.
Fajril yang kini bercita-cita menjadi prajurit TNI bahkan berhasil menjadi siswa terbaik dalam pelatihan baris-berbaris dan ditunjuk sebagai Komandan Pleton dalam upacara Hari Kebangkitan Nasional.
“Jadi lebih baik mampu memimpin pasukan bicara di depan umum. Jadi Danton, dan juara baris berbaris terbaik,” tambahnya.
Sementara itu, Rafael Zafriandi Sijabat (17) dari Cimahi juga mengaku banyak berubah setelah mengikuti pelatihan.
Sebelum mengikuti program, Rafael sering bolos sekolah, merokok, dan mengonsumsi minuman keras.
“Awalnya iseng-iseng dan didukung orangtua juga. Dipikir-pikir lumayan untuk melatih diri agar bisa lebih baik lagi. Dan cita-cita ingin jadi tentara sekalian coba,” ujarnya.
Rafael juga mengalami hukuman serupa dengan Fajril: direndam di kolam bersama peletonnya.
Namun, ia tidak menyebut adanya kekerasan fisik dalam pelatihan.
“Jiwa korsa lebih tinggi aja,” ucapnya mengenai semangat kebersamaan yang tumbuh selama pelatihan.
Tak ada kekerasan
Baik Rafael maupun Fajril sama-sama membantah adanya unsur kekerasan dalam pelatihan tersebut.
Mereka menegaskan bahwa pelatih bersikap perhatian, menyajikan makanan bergizi, dan mengajarkan rutinitas positif seperti bangun pagi, shalat subuh, senam, dan belajar.
“Pertama diajarin bangun pagi, shalat subuh, senam, baris berbaris kemudian ke aula ke barak belajar, tidak ada kekerasan fisik,” jelas Fajril.
Dedi Mulyadi menangis
Pada hari pemulangan, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi terlihat tak kuasa menahan tangis saat memeluk para siswa yang telah menyelesaikan pendidikan karakter ini.
“Ya gimana ini kan urusannya rasa ya. Urusan hati, urusan cinta. Siapa sih yang tidak terharu, orangtua bertemu anaknya saat anaknya sudah berubah,” kata Dedi.
Program pendidikan ini diikuti oleh 273 siswa dan bertujuan membina remaja dengan perilaku bermasalah.
Meski sempat menuai kritik, Dedi menilai bahwa keberhasilan program ini akan dibuktikan oleh waktu dan perubahan nyata yang terjadi pada para peserta.
“Jadi, ini salah satu bukti bahwa semua orang, bukan semua orang ya, banyak orang meragukan apa yang dilakukan oleh Pemprov Jabar, tetapi akhirnya waktu yang menjawab,” tegasnya.
Respons positif juga mulai berdatangan dari para orangtua yang merasa bangga dan terharu melihat perubahan sikap anak-anak mereka setelah mengikuti program ini. (Kompas.com)