Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Ketika Perlindungan BPJS Ketenagakerjaan Buka Harapan Baru Penderes di Banyumas

Muhdir adalah satu dari sedikit penderes di Sokawera yang terlindungi program jaminan sosial ketenagakerjaan

Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: muslimah
Tribun Jateng/Permata Putra Sejati
PENDERES BANYUMAS - Muhdir (39) seorang penderes asal Desa Sokawera, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, saat ditemui di rumahnya, Selasa (11/11/2025). Pasca-jatuh dari pohon kelapa ia adalah salah satu penderes yang terlindungi jaminan keselamatan dari BPJS Ketenagakerjaan.  

TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO - Pagi itu, udara di Desa Sokawera, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas, masih terasa segar.

Di halaman rumah sederhana bercat jingga, Muhdir (39) duduk di kursi menatap deretan pohon kelapa yang menjulang. 

Sudah delapan bulan ia tidak lagi memanjat batang-batang tinggi itu. 

Tongkat di tangan kanannya menjadi pengingat, ia pernah jatuh dari ketinggian dua belas meter, tepat di hari Lebaran.

"Waktu itu saya pikir cuma ambil nira sebentar. Setelah salat Id, saya masih sempat salaman sama keluarga," kenangnya sambil tersenyum tipis.

Ia naik pohon kelapa seperti biasa, pelan tapi mantap. Tapi nasib berkata lain.

"Pas di atas, masih sempat pegangan dahan. Tiba-tiba saja jatuh, langsung gelap dan tidak sadarkan diri," ucapnya pelan.

Muhdir, seorang penderes nira kelapa selama 22 tahun, selamat dari maut.

Ia sempat tak sadarkan diri, lalu digotong ke rumah, sebelum akhirnya dibawa ke RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo, Purwokerto.

Kakinya patah, operasi pen dilakukan, dan selama tiga bulan pertama ia tak bisa bergerak.

Namun, di tengah masa sulit itu, keajaiban datang.  Bukan dari gunung atau hutan, melainkan dari kartu kecil berlogo BPJS Ketenagakerjaan.

Kekhawatirannya sirna dan luruh manakala seluruh biaya operasi dan perawatan ditanggung penuh oleh BPJS Ketenagakerjaan.

Selama delapan bulan pemulihan, ia bahkan menerima santunan pengganti pendapatan sebesar Rp1 juta per bulan, dibantu juga oleh koperasi tempatnya bernaung, Kopipo Banyumas.

"Alhamdulillah, semua biaya rumah sakit sampai kontrol ditanggung. Saya tidak mikir apa-apa lagi selain sembuh," katanya.

Santunan itu menjadi penopang ekonomi keluarga saat ia tak bisa lagi menderes.

"Istri yang gantian bikin gula. Kalau tidak ada santunan, mungkin kami bingung makan apa," ujarnya.

Sore mulai turun di Desa Sokawera.

Ia mengenang dalam kondisi sehat dapat memanjat hingga 29 pohon sehari. 

"Kalau cuaca bagus saya bisa dapat 12 kilogram nira, kadang sampai 20 kilogram. Sekilonya dijual Rp 22 ribu. Waktu itu lagi senang-senangnya usaha, malah apes jatuh pas lebaran," katanya.  

Muhdir mencoba berdiri perlahan, menatap pohon-pohon yang jadi sumber rejekinya.

"Kalau sudah sembuh, saya mau menderes lagi.  Tapi sekarang harus lebih hati-hati. Soalnya saya tahu, saya tidak sendirian," katanya sambil tersenyum kepada Tribunbanyumas.com, Selasa (11/11/2025).

Muhdir masih menatap batang-batang kelapa yang menjulang kini bukan lagi sebagai ancaman. 

Ia tetap optimis dan berani tanda hidupnya dijaga, dan masa depannya punya jaminan dalam pekerjaan. 

Gotong Royong Lindungi Penderes

Muhdir adalah satu dari sedikit penderes di Sokawera yang terlindungi program jaminan sosial ketenagakerjaan.

Iurannya dibayarkan koperasi Rp16.800 per bulan tanpa memotong hasil panennya.

Dari 2.626 anggota Kopipo, baru sekitar 800 penderes yang sudah terdaftar.

"Setiap bulan ada saja penderes yang jatuh. Kalau tidak meninggal, ya patah tulang," ujar Ketua Koperasi Kopipo Banyumas, Heru Rodhi Abdilah.

Karena itu, koperasi gencar memperjuangkan agar para penderes mendapat perlindungan.

"Negara harus hadir, karena mereka ini pekerja sejati. Tiap hari mempertaruhkan nyawa," tambahnya.

Kopipo tak hanya mengurus pemasaran gula kristal Banyumas yang sudah diekspor hingga luar negeri.

Di balik aktivitas ekonomi itu, mereka membangun sistem perlindungan sosial berbasis gotong royong.

Koperasi menanggung premi BPJS Ketenagakerjaan seluruh anggota aktif, memastikan setiap penderes yang bekerja memiliki jaminan bila kecelakaan menimpa.

"Kami juga bantu proses klaim, maksimal laporan dua kali dua puluh empat jam.Bahkan, saat Lebaran dan kantor BPJS libur, saya tetap menelepon petugas agar klaim Muhdir segera diproses," ucapnya. 

Kini, Kopipo sedang memproses tambahan 36 pendaftaran baru, dengan harapan seluruh penderes di wilayah Cilongok, Purwojati, Ajibarang, dan Banyumas bisa tercover.

Selain itu, mereka mulai melakukan peremajaan kelapa dengan varietas genjah, yang pohonnya lebih pendek dan aman dipanjat.

"Kalau pohonnya tidak terlalu tinggi, risiko penderes bisa berkurang banyak," jelas Heru.

Penderes itu Aset

Kisah Muhdir bukanlah satu-satunya.

Data Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Setda Banyumas mencatat, ada 21.910 penderes di Kabupaten Banyumas, namun baru 6.699 orang yang memiliki jaminan sosial atau sekitar 3 persen. 

Sepanjang 2025 ini telah terjadi 71 kasus kecelakaan kerja penderes yang sebagian berakhir dengan cacat, sebagian kehilangan nyawa.

Bupati Banyumas, Sadewo Tri Lastiono menyebut kondisi itu sebagai "darurat sosial" yang tak bisa diabaikan.

"Penderes itu aset, bukan sekadar pemasok. Minimal para perusahaan bisa meng-cover para mitranya," tegasnya.

Pemerintah daerah, lanjutnya, telah mengeluarkan surat imbauan resmi kepada eksportir gula kristal agar mendaftarkan para penderes binaannya ke BPJS Ketenagakerjaan.

Sejauh ini, lebih dari 20 perusahaan dan koperasi telah ikut dalam program perlindungan.

Langkah itu diperkuat lewat kolaborasi antara Pemkab, BPJS Ketenagakerjaan, dan Koperasi.

Program 'jimpitan sosial' membayar iuran hanya Rp16.800 per bulan menjadi simbol gotong royong yang memerdekakan penderes dari rasa cemas kehilangan pendapatan.

Di Banyumas, lebih dari 14 ribu keluarga hidup dari manisnya gula kelapa.

Namun di balik aroma karamel yang keluar dari tungku-tungku dapur mereka, tersimpan kisah tentang keringat, luka, dan keberanian.

Kepala BPJS Ketenagakerjaan Purwokerto Muhammad Ramdhoni menegaskan, jaminan sosial adalah bentuk kehadiran negara.

Sekaligus bentuk penghormatan atas dedikasi dan kontribusi yang telah diberikan oleh almarhum yang telah berpulang. 

Selain itu, santunan ini juga merupakan upaya memastikan keluarga yang ditinggalkan tetap memiliki harapan dan dukungan melanjutkan hidup. 

Menurutnya, sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011, semua pekerja, baik formal maupun informal, wajib mendapatkan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan.

"Pekerja formal dan informal punya hak yang sama untuk dilindungi. Petani penderes juga bagian dari roda ekonomi bangsa," ujarnya.

Adapun langkah kecil seperti keanggotaan kartu BPJS itu kini menjadi pelindung besar bagi mereka yang bekerja di ketinggian.

Dari setiap pohon kelapa yang ditoreh, dari setiap tetes nira yang menetes, ada harapan baru kerja keras rakyat kecil tidak lagi dibayar dengan nyawa, melainkan dijamin dengan perlindungan. (jti) 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved