Tribun Jateng Hari Ini
Klaim Ekonomi RI Mulai Pulih, Menkeu Purbaya Soroti Kelas Menengah
Kelas menengah menjadi yang pertama menikmati, karena memiliki daya beli, akses terhadap pembiayaan, serta kemampuan beradaptasi lebih cepat.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Pemerintah mengeklaim telah melihat tanda-tanda pemulihan ekonomi nasional mulai bangkit dalam satu bulan terakhir.
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan, sinyal perbaikan itu mulai terlihat dari sejumlah indikator permintaan dan aktivitas masyarakat, termasuk lonjakan permintaan sambungan listrik baru.
“Ekonominya memang mulai bergeliat. Dirut PLN kemarin menyampaikan bahwa di banyak tempat orang sudah mulai minta sambungan listrik baru. Itu artinya, aktivitas ekonomi mulai bergerak,” katanya, Sabtu (18/10).
Meski demikian, ia mengingatkan, dampak kebijakan pemulihan tidak akan terasa seketika, apalagi dalam waktu 1 bulan. Efeknya baru akan terlihat lebih kuat pada akhir tahun, terutama Desember 2025, dan dirasakan signifikan secara bertahap.
Dengan membaiknya perekonomian, Purbaya yakin pengangguran akan mulai berkurang, dan masyarakat akan lebih mudah mencari pekerjaan.
Ia optimistis, ekonomi pada kuartal IV/2025 akan tumbuh mencapai 5,5 persen, dengan penyaluran likuiditas di lima perbankan pemerintah dengan total Rp 200 triliun, serta adanya tambahan paket stimulus pemerintah pada periode tersebut.
Purbaya menilai, dalam setiap fase pemulihan ekonomi, kelas menengah biasanya menjadi kelompok pertama yang menikmati manfaat pertumbuhan.
Hal ini terjadi karena mereka memiliki daya beli, akses terhadap pembiayaan, serta kemampuan beradaptasi terhadap peluang ekonomi yang muncul lebih cepat dibandingkan dengan kelompok berpenghasilan rendah.
“Biasanya, ketika ekonomi tumbuh makin cepat, yang menikmati paling banyak itu kelas menengah duluan. Yang bawah lebih lama,” bebernya.
Dia menambahkan, kelas menengah akan merasakan manfaatnya, lantaran ketika ekonomi tumbuh, perusahaan-perusahaan akan mulai melakukan ekspansi.
Ia mencontohkan sektor teknologi informasi (IT) sebagai satu sektor yang biasanya mengalami kenaikan permintaan terhadap layanan maupun produk hardware saat ekonomi menguat.
Dengan kondisi itu, Purbaya menyatakan, perusahaan IT akan berkembang, gaji para pekerja di sektor tersebut ikut naik, dan kebutuhan tenaga kerja pun bertambah.
Saat perusahaan semakin besar, ia berujar, perekrutan karyawan akan meningkat, dan dampaknya akan lebih dulu dirasakan oleh kelas menengah, terutama mereka yang sebelumnya sempat terpukul saat kondisi ekonomi melemah.
Ia juga menekankan, pertumbuhan ekonomi yang sehat umumnya ditopang oleh sektor formal. Karena itu, ketika ekspansi usaha terjadi, yang tumbuh lebih dulu adalah kelas menengah yang bekerja di sektor formal.
Adapun, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede menilai, penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) berdasarkan survei Bank Indonesia (BI) merupakan indikasi lemahnya daya beli masyarakat serta ekspektasi terhadap kondisi ekonomi ke depan.
Tak cukup sampai di situ, kondisi itu diperparah alokasi pengeluaran rumah tangga yang lebih banyak diarahkan pada tabungan dan pembayaran cicilan.
Diketahui, survei BI mencatat, meski masih berada pada level optimistis (indeks di atas 100), IKK pada September 2025 tercatat sebesar 115.2, turun dari bulan sebelumnya sebesar 117,2.
Menurut dia, lemahnya optimisme ini berdampak langsung terhadap pola belanja rumah tangga, yang kini lebih fokus pada menabung dan membayar cicilan, daripada melakukan pengeluaran konsumtif.
Josha menyebut, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan menurunnya keyakinan konsumen. Di antaranya adalah ketidakpastian ekonomi global, volatilitas nilai tukar rupiah, dan ancaman perlambatan ekonomi global.
"Meski inflasi nasional telah mengalami penurunan, konsumen masih menganggapnya tinggi. Sehingga, masyarakat cenderung menunda belanja non-esensial, dan lebih memilih menabung untuk berjaga-jaga," katanya, baru-baru ini.
Selain itu, dia menambahkan, sentimen geopolitik global yang belum menentu turut memperparah situasi, sehingga mendorong konsumen bersikap lebih hati-hati dalam merencanakan keuangan jangka menengah.
Ke depan, Josua memprediksi, daya beli dan konsumsi masyarakat akan menghadapi tantangan dalam jangka pendek hingga menengah, setidaknya hingga akhir 2025.
Pengeluaran konsumsi diperkirakan akan tetap lemah, khususnya sektor-sektor sekunder dan tersier seperti hiburan, fashion, dan elektronik.
Meki demikian, ia berujar, masih ada harapan terjadinya pemulihan bertahap pada daya beli, seiring dengan langkah pemerintah yang telah memberikan berbagai stimulus ekonomi seperti diskon transportasi, bantuan subsidi upah, tambahan bantuan sosial, dan insentif lain.
"Ini diharapkan dapat menjadi katalis positif yang mampu mendorong konsumsi domestik secara bertahap. Kondisi konsumsi masyarakat mungkin tidak serta-merta meningkat secara signifikan, tetapi cenderung mengalami pemulihan moderat," ucapnya. (Kontan.co.id/Siti Masitoh/Nurtiandriyani Simamora)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.