Berita Kendal
Perjuangan Dua Petani Dayunan Kendal Pertahankan Tanah Warisan Leluhur, Kini Malah Dipolisikan
Dua petani Desa Pesaren, Kecamatan Sukorejo, Kendal, Trisminah dan Ropi’i, dilaporkan ke Polda Jawa Tengah.
Penulis: Nal | Editor: M Zainal Arifin
TRIBUNJATENG.COM, KENDAL - Di tengah hamparan kebun cengkeh yang menghijau di Dayunan, Desa Pesaren, Kecamatan Sukorejo, dua petani, Trisminah dan Ropi’i, kini hidup dalam bayang-bayang laporan hukum.
Mereka bukan penjahat. Mereka hanya berjuang mempertahankan sebidang tanah yang mereka yakini sebagai warisan leluhur, tanah yang telah memberi makan keluarga mereka turun-temurun.
Namun, pada Senin (13/10/2025), keduanya dilaporkan oleh PT Soekarli ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah atas dugaan penyerobotan lahan.
Bagi warga Dayunan, laporan itu terasa seperti pukulan telak.
“Pelaporan ini bentuk kriminalisasi agar petani takut mempertahankan haknya,” ujar Abdul Kholik Rahman, Asisten Pengabdi Bantuan Hukum LBH Semarang, Rabu (12/11/2025) malam.
Tanah Dulu Diminta untuk Negara
Konflik panjang ini bermula dari lahan seluas 16 hektare yang dulunya merupakan tanah garapan warga Dayunan.
Pada tahun 1960, warga diminta menyerahkan tanah tersebut kepada negara oleh oknum kepala desa dengan janji akan digunakan untuk kepentingan umum.
Baca juga: Pertahankan Tanah Nenek Moyang, Dua Petani Dayunan Kendal Dipolisikan Dituding Serobot Lahan
Namun, tahun 1973, tanah itu justru digarap oleh PT Soekarli, ditanami cengkeh, dan dikelola perusahaan hingga kini.
Ironisnya, berdasarkan data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Kendal, sertifikat tanah tersebut ternyata masih atas nama warga Dayunan.
“Setelah tahu tanah itu masih milik mereka, warga hanya ingin mengambil kembali hak yang semestinya."
"Tapi yang terjadi, mereka justru dilaporkan,” kata Abdul.
Petani Melawan Ketakutan
Bersama LBH Semarang, warga mengirimkan surat permohonan penghentian penyelidikan ke Polda Jawa Tengah pada Selasa (11/11/2025).
Mereka berharap laporan dengan nomor SP.Lidik/304/X/2025 itu tidak dilanjutkan, karena menurut mereka, kasus ini bukan perkara pidana, melainkan konflik agraria yang tengah diselesaikan oleh Pemkab Kendal.
“Ini bukan soal hukum pidana, tapi soal keadilan bagi petani. Tanah itu sumber hidup mereka,” ujar Abdul.
Warga kini hidup dalam kecemasan. Setiap kali ada kabar dari kepolisian, hati mereka berdebar.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/20251111_warga-Dayunan-mengajukan-surat.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.