Berita Banyumas
21 Rumah Bergeser Perlahan: Kisah Warga Desa Ketanda Banyumas Hidup di Zona Merah Bencana
Pergerakan tanah terjadi di Desa Ketanda, Kecamatan Sumpiuh, Kabupaten Banyumas, Rabu (12/11/2025) pagi.
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: raka f pujangga
TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO - Pergerakan tanah terjadi di Desa Ketanda, Kecamatan Sumpiuh, Kabupaten Banyumas, Rabu (12/11/2025) pagi.
Fenomena tersebut menyebabkan puluhan rumah warga rusak dan puluhan kepala keluarga terpaksa diungsikan ke tempat aman.
Baca juga: Ihwal Rumah Warga Rusak Terdampak Tanah Bergerak, BPBD Kebumen Akan Cari Penyebabnya
Ahli Geologi dari Fakultas Teknik, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Yogi Adi Prasetya, S.T., M.Sc., menilai dari hasil pengamatannya jenis longsoran yang terjadi di Ketanda kemungkinan berjenis rayapan yakni pergerakan tanah lambat yang mengikuti kemiringan lereng.
"Dilihat dari karakter lokasi dan hasil observasi visual, pergerakan tanah ini cenderung rayapan, bergerak pelan namun merusak.
Penyebabnya kemungkinan karena curah hujan yang tinggi dan posisi desa berada di lereng perbukitan yang longsor ke arah lembah," jelas Yogi kepada Tribunjateng.com, Kamis (13/11/2025).
Ia menegaskan, masyarakat di sekitar lokasi sebaiknya segera mengungsi ke tempat yang lebih aman karena potensi pergerakan susulan masih tinggi.
Menurut Yogi, langkah-langkah darurat perlu segera dilakukan untuk mencegah korban jiwa dan kerusakan lebih luas.
"Segera lakukan evakuasi penghuni rumah di area retakan.
Pasang garis pengaman di sekitar bibir longsor, hentikan aktivitas dan beban berat di bagian atas lereng, serta buat saluran air sementara agar aliran hujan tidak langsung masuk ke badan lereng," paparnya.
Ia juga menyarankan agar masyarakat dan petugas melakukan monitoring visual harian, mencatat perkembangan retakan dan kondisi hujan, serta berkoordinasi dengan BPBD dan tim geologi untuk penilaian lanjutan.
"Kalau memungkinkan, pasang kantong pasir atau geotekstil di area yang runtuh untuk memperlambat pergerakan.
Tapi itu sifatnya sementara," tambahnya.
Selain itu, Yogi menyebut pemasangan Early Warning System (EWS) sangat penting untuk mitigasi jangka panjang.
EWS membantu mengetahui tingkat kejenuhan tanah dan potensi bidang gelincir.
Hal ini penting untuk deteksi dini pergerakan tanah.
"Untuk data EWS longsor di kabupaten Banyumas setelah saya cek di beberapa website sudah cukup baik," katanya.
Sekretaris BPBD Banyumas, Andi Risdianto, mengatakan pergerakan tanah di Desa Ketanda menyebabkan 21 rumah terdampak.
Seluruh penghuninya sudah diungsikan ke Balai Pertemuan Desa Ketanda dan rumah kerabat terdekat.
Rinciannya, wilayah terdampak berada di tiga RT, yaitu:
- RT 6 RW 1: 16 rumah (17 KK, 71 jiwa)
- RT 7 RW 1: 3 rumah (4 KK, 13 jiwa)
- RT 5 RW 1: 2 rumah (2 KK, 5 jiwa)
Total sebanyak 23 KK atau 89 jiwa terdampak.
Selain rumah warga, pergerakan tanah juga merusak fasilitas umum seperti tempat ibadah dan jalan lingkungan.
"Tim gabungan dari BPBD, Dinsospermasdes, dan pemerintah desa sudah melakukan kaji cepat dan evakuasi warga," kata Andi.
BPBD Banyumas bersama Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dinsospermasdes) menyiapkan dapur umum serta logistik dasar seperti makanan, selimut, dan perlengkapan tidur bagi para pengungsi.
Distribusi bantuan masih berlangsung dan lokasi kejadian tetap dipantau karena potensi pergerakan tanah susulan masih tinggi akibat curah hujan.
BPBD juga mengimbau warga di sekitar area terdampak agar tetap waspada terhadap kemunculan retakan baru dan segera melapor apabila muncul tanda-tanda longsor susulan.
BPBD Banyumas bekerja sama dengan Kementerian PUPR tengah memasang sistem peringatan dini (EWS) gerakan tanah di sejumlah wilayah rawan, salah satunya di Desa Cihonje.
Sistem ini berfungsi memantau kejenuhan tanah terhadap air dan potensi bidang gelincir, yang akan menjadi indikator penting dalam memprediksi pergerakan tanah.
Sementara itu Kepala Cabang Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah Wilayah Slamet Selatan, Mahendra D.A., menegaskan kondisi geologi Banyumas, terutama di wilayah utara dan selatan seperti Sumpiuh, memang tergolong rentan terhadap longsor.
"Wilayah ini didominasi perbukitan dengan batuan yang menjadi bidang gelincir tanah.
Kalau daerah dengan kerentanan menengah diguyur hujan dengan intensitas tinggi, statusnya bisa naik jadi tinggi, bahkan sangat tinggi," jelas Mahendra.
Menurutnya, hujan dengan intensitas tinggi lebih dari dua jam, atau hujan sedang yang berlangsung lebih dari dua hari berturut-turut, harus menjadi alarm kewaspadaan bagi masyarakat.
"Hujan berkepanjangan akan membuat tanah jenuh air, meningkatkan beban, dan memicu pergerakan tanah," ujarnya.
Mahendra juga menyoroti perubahan fungsi lahan di kawasan perbukitan yang memperparah kerentanan bencana.
"Kawasan perbukitan yang sudah berubah fungsi jadi permukiman atau pertanian tanpa tanaman pengikat tanah jauh lebih rentan.
Vegetasi yang tidak cocok justru mempercepat risiko longsor," tegasnya.
Baca juga: Rumah Retak Akibat Tanah Bergerak, Lansia di Kebumen Terpaksa Mengungsi ke Rumah Saudaranya
Ia menyarankan warga di kawasan rawan untuk membentuk ronda tanggap bencana di tingkat desa atau dusun sebagai bentuk kesiagaan mandiri.
"Kalau bisa dibuat ronda kebencanaan di kampung-kampung rawan.
Deteksi dini dan respon cepat sangat penting karena pemicunya bisa datang sewaktu-waktu," ujarnya. (jti)
| BRAK, Honda Freed Tabrak Warga Purwokerto yang Lagi Belanja Sayur, 2 Tewas 3 Luka-luka |
|
|---|
| Bencana Pergerakan Tanah Terjadi di Sumpiuh Banyumas, 21 Rumah Warga Terdampak |
|
|---|
| Banyumas Jadi Contoh Nasional, Pompa Hidram Serayu Mampu Aliri 1.004 Hektare Sawah Tanpa Listrik |
|
|---|
| Dekatkan Layanan Kesehatan, Semua Puskesmas di Banyumas Bakal Dilengkapi Fasilitas Ruang Rawat Inap |
|
|---|
| Warga Desa Wiradadi Banyumas Siaga Malam Hari, Rumah Retak Akibat Hujan Deras |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/20251113_Lokasi-pergerakan-tanah-di-Desa-Ketanda-Sumpiuh-Banyumas_1.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.