Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jepara

Kisah Tukang Becak Tua Jepara, Setia Mengayuh Sejak 1980an: Alhamdulillah Masih Bisa Narik

Sudah hampir empat dekade lebih ia menggantungkan hidup dari becak tua yang setia menemaninya sejak tahun 1985.

Penulis: Tito Isna Utama | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG/Tito Isna Utama
BECAK - Sosok Maniran (70) warga RT 2 RW 3 Desa Pecangaan Kulon, Kecamatan Pecangaan yang sedang menaiki becak baru pemberian Presiden Prabowo Subianto. 

TRIBUNJATENG.COM, JEPARA - Suara roda becak berdecit pelan di antara hiruk-pikuk pasar Pecangaan, Kabupaten Jepara.


Di atas sadel yang mulai aus, Maniran (70) tampak menghela napas panjang. 


Sudah hampir empat dekade lebih ia menggantungkan hidup dari becak tua yang setia menemaninya sejak tahun 1985.


“Dulu pertama kali beli becak itu kredit di Semarang.Narikin becak Jepara - Semarang dulu Rp 27 ribu, tahun 1985," kata Maniran kepada Tribunjateng, Rabu (12/11/2025).


Maniran, warga RT 2 RW 3 Desa Pecangaan Kulon, Kecamatan Pecangaan, mengaku sebelum menjadi tukang becak ia sempat merantau ke Sumatra. 


Tiga bulan lamanya ia bekerja sebagai kuli gali tanah, sebelum akhirnya memutuskan pulang ke Pati dan menetap di Jepara setelah menikah.

Baca juga: 100 Pengayuh Becak Lansia Jepara Dapat Becak Listrik dari Prabowo, Harga per Unit Capai Rp22 Juta


“Awalnya kerja serabutan, jualan kerupuk keliling juga pernah.Akhirnya ya narik becak sampai sekarang," tuturnya.


Kini, di usia senjanya, ia masih setia mengayuh di area Pasar Pecangaan, meski penghasilannya tak menentu.


“Kalau ramai bisa dapat Rp 50 ribu, kadang cuma cukup buat makan.Sekarang di Pecangaan tinggal empat orang yang masih narik becak, rata-rata sudah tua semua,” ucapnya.


Meski begitu, semangat hidup Maniran tak pernah luntur.


“Alhamdulillah, masih sehat. Selama kuat, ya saya narik. Senang masih punya becak,” ucapnya mantap.


Tak jauh berbeda dengan Maniran, Supardi Zipon (70), warga Desa Kelet RT 5 RW 1 Kecamatan Keling, juga sudah akrab dengan becak sejak muda. 


Ia mulai mengayuh becak sejak masih bujang, sekitar tahun 1980.


“Dulu becaknya ontel, sekarang sudah pakai mesin.Tapi becak ini nanti mau saya pakai jalan-jalan di alun-alun saja, buat wisata, tidak dibawa ke pasar. Biar maneman,” ungkapnya.


Setiap hari, Supardi biasa mangkal di Pasar Kelet, melayani penumpang dan mengangkut berbagai barang dagangan.


“Kalau bawa barang bisa dapat Rp 25 sampai 30 ribu. Kalau bawa orang tergantung jarak, biasanya Rp 7 ribu sampai Rp 8 ribu,” tuturnya.


Dalam sehari, ia masih bisa mengantongi Rp 80 - 100 ribu. 


Bagi Supardi, bukan soal besar kecilnya uang, melainkan rasa syukur karena masih bisa bekerja.


“Senang dapat becak, Mas. Sudah dari dulu ini jadi teman hidup saya,” ucapnya.


Kini, becak di Jepara perlahan tinggal kenangan. 


Di tengah derasnya arus kendaraan bermotor dan ojek daring, hanya segelintir pengayuh yang masih bertahan.


Namun bagi Maniran dan Supardi, becak bukan sekadar alat cari nafkah, melainkan saksi perjalanan hidup.


“Becak ini bukan cuma kendaraan,” ujar Maniran menatap jauh.Ini teman saya dari muda sampai tua," ungkapnya.


Mereka tahu, suatu saat roda becak itu mungkin tak lagi berputar. 


Tapi selama kaki masih kuat dan napas masih tersisa, dua lelaki tua ini akan terus mengayuh mengantar kenangan, dan menjaga sisa romantika masa lalu di jalanan Jepara. (Ito)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved