Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Kudus

Sopir di Kudus Sepakat Zero ODOL, Asal Tarif Tetap dan Ada Subsidi Ubah Ukuran Standar

Sopir truk di Kabupaten Kudus berharap pemerintah menghapus truk Over Dimension Over Loading (ODOL).

Penulis: Rifqi Gozali | Editor: deni setiawan
TRIBUN JATENG/RIFKY GOZALI
BAHAS TARIF TRUK - Diskusi pembahasan tarif angkutan barang di Pendopo Kudus, Selasa (11/11/2025). Dalam diskusi ini dihadiri sopir, pelaku usaha jasa transportasi, serta pejabat Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan. 

TRIBUNJATENG.COM, KUDUS – Sopir truk di Kabupaten Kudus berharap agar pemerintah mendengarkan para pelaku usaha jasa transportasi kelas menengah atau kecil maupun berkaitan dengan kebijakan menghapus truk Over Dimension Over Loading (ODOL). Sebab pada 2027, pemerintah menargetkan zero ODOL.

Sopir truk warga Kudus, Anggit Putra Iswandaru mengatakan, selama ini aturan ODOL hanya ada di lingkup pemerintah dan jarang disosialisasikan ke tingkat bawah.

Untuk itu, dia sebagai pelaku usaha jasa transportasi pengiriman barang yang juga seorang sopir berhak untuk menyampaikan usulan dan keluhan.

Baca juga: Siap-siap, ASN Kudus yang "Tutup Mata" Koperasi Merah Putih hingga Akhir Bulan Akan Menghadap Bupati

BREAKING NEWS, Chiko Anak Polisi Berstatus Tersangka Kasus Pornografi SMAN 11 Semarang

Identitas 4 Korban Kecelakaan Truk Solar di Kalijambe Purworejo: Sutrisno Warga Semarang Meninggal

“Kami semua menyetujui adanya zero ODOL di awal Januari 2027, tapi kami tetap menuntut adanya regulasi ongkos sesuai tarif yang saat ini berjalan,” kata Anggit di sela-sela diskusi pembahasan tarif angkutan barang di Pendopo Kudus, Selasa (11/11/2025).

Dia mencontohkan, truk yang dimilikinya jika sesuai standar hanya mampu mengangkut barang sebanyak 11 ton. Namun pada praktiknya, truk tersebut mampu mengangkut sampai 30 ton maksimal.

Misalnya kalau mendapat pesanan untuk mengirim beras dari Kudus sampai Jakarta ongkos per ton Rp250 ribu, kalau 30 ton total sekira Rp6,5 juta.

“Ongkos tersebut sudah sesuai kebutuhan bagi sopir, kernet, biaya solar, biaya makan, setor ke pemilik kendaraan,” kata Anggit.

Belakangan, ketika aturan ODOL diberlakukan, kontan truknya hanya mampu membawa barang 11 ton. Padahal ongkos untuk sekali kirim ketika membawa barang lebih dari itu, maka biayanya lebih murah.

“Jadi meski nanti kami bawa 11 ton, ongkosnya tetap bertahan. Katakan barang yang biasa kami bawa 20 ton, padahal standar kendaraan kami 11 ton."

"Bisa tidak pemerintah ini membuat ongkos sesuai 20 ton dan barang yang kami bawa 11 ton?” kata Anggit.

Ketika aturan ODOL diberlakukan, dampaknya tidak hanya pada sopir dan pelaku usaha jasa transportasi belaka, melainkan akan ada kenaikan harga kebutuhan pokok mengingat masing-masing kebutuhan tersebut membutuhkan biaya distribusi agar sampai ke setiap konsumen.

“Bisa tidak pemerintah itu menyetabilkan perekonomian apabila barang yang kami bawa mungkin harga-harganya nanti akan naik bahkan lebih dari 50 persen kenaikan barang tersebut,” kata Anggit.

Dalam diskusi kali ini, Bupati Sam’ani Intakoris juga menyampaikan masukan. Misalnya, ketika kebijakan ODIL benar-benar diberlakukan, akan ada keluhan dari para sopir atau pelaku usaha jasa transportasi.

Sebab, secara tidak langsung truk yang biasa mereka gunakan akan kembali dimodifikasi baknya menyesuaikan dengan standar.

“Ada beberapa solusi, misalnya ada subsidi bagi mereka yang memodifikasi truk sesuai standar,” kata Sam’ani.

Baca juga: Ketua DPRD Kudus: Struktur APBD 2026 Fokus untuk Layanan Publik dan Ketahanan Pangan

Potret Warga Bawa Jerigen Pungut Solar Tumpahan Truk yang Terguling di Kalijambe Purworejo

Insiden Gancet yang Bikin Sepasang Pendaki Meninggal, Hasil Autopsi Ungkap Fakta Mengerikan Ini

Anggit menambahkan, untuk modifikasi truk kembali ukuran standar, tentu membutuhkan biaya. Ongkos yang harus dikeluarkan, kata dia, bisa sampai Rp20 juta.

Selebihnya, kata Sam’ani, bagi para sopir maupun pelaku usaha jasa transportasi juga perlu dibentuk dalam satu wadah. Misalnya adanya koperasi yang menjadi wadah bagi mereka.

Sementara Koordinator Ahli Madya pada Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Edi Susilo mengatakan, diskusi pembahasan tarif yang berlangsung kali ini merupakan tindak lanjut dari aspirasi para sopir dan pengusaha transportasi. Sebagian dari mereka, katanya, sepakat dengan zero ODOL.

“Tapi masih ada beberapa poin yang masih perlu dibahas, misalnya yaitu kesejahteraan dan jaminan sosial,” kata dia.

Asisten Deputi Konektivitas Darat dan Perkeretaapian Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Hermin Esti Setyowati yang hadir secara daring dalam diskusi kali ini mengapresiasi usulan yang disampaikan Bupati Kudus Sam’ani Intakoris.

Dia sepakat, adanya perubahan ongkos dampak dari kebijakan zero ODOL pasti akan mempengaruhi harga barang. Pihaknya sudah melakukan penghitungan terkait dampak ekonomi yang terjadi.

“Pada 2026 akan kami tetapkan secara nasional (tarif) dan dampak ekonominya,” kata Hermin.

Kemudian, katanya, ada pilihan lain dalam skema distribusi barang supaya terhindar dari ODOL. Satu di antaranya yaitu menggunakan kereta api atau kapal roro.

“Ini sangat sesuai dengan semangat presiden untuk mereaktivasi jalur kereta api."

"Kira-kira jalur mana yang layak direaktivasi misal wilayah pertanian atau industri yang lain yang ada di Kudus dan sekitarnya,” kata dia. (*)

 

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved