Horizzon
Menyoal Psikotes di Pengurusan SIM
Memiliki SIM merupakan pengakuan dari negara bahwa pemegangnya memiliki kompetensi atau kemampuan untuk mengemudi kendaraan sesuai dengan golongan SIM
Penulis: Ibnu Taufik Juwariyanto | Editor: abduh imanulhaq
Proses ujian yang kentara dengan proses basa-basi yang bisa dilalui 5 sampai 10 menit dengan hanya mencentang salah satu pilihan dari ya atau tidak untuk 28 atau 40 soal, rasanya itu jauh dari prosedur psikotes yang saya pahami.
Saya tentu bukan orang yang punya kompetensi untuk menilai, apakah metodologi yang dilakukan dalam prose psikotes di pengurusan SIM memenuhi unsur validitas, reliabilitas, dan juga memenuhi standarisasi alat tes dan proses yang jelas. Yang saya tahu, kawan-kawan psikolog, sarjana psikologi, ilmuwan, hingga doktor di bidang psikologi bergabung dalam satau organisasi yang tengah berjuang untuk eksistensi profesi psikolog, yaitu Himpsi, Himpunan Psikologi Indonesia.
Saya menunggu, bagaimana Himpsi punya kepedulian soal ini, kemudian melakukan audit di seluruh lembaga psikologi yang bermitra dengan kepolisian dalam proses pembuatan SIM ini. Atau, serendah-rendahnya iman, rasanya menjadi kewenangan Himpsi untuk memaksa Korlantas Polri memastikan lembaga psikologi yang bekerja sama dalam proses psikotes harus memiliki lisensi dari Himpsi.
Langkah ini berpeluang Himpsi akan tergoda pada pragmatisme profesi, namun bagi saya, setidaknya profesi yang pernah saya cita-citakan ini sudah mencoba menunjukkan bargaining yang jelas. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/Ibnu-Taufik.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.