Semarang
Kelompok Penari Semarang Hidupkan Kembali Legenda Watu Kendang Lewat Tari Ledek Petarangan
Enam penari muda Sanggar Greget Semarang menampilkan Tari Ledek Petarangan dalam pembukaan perayaan Hari Ekonomi Kreatif.
Penulis: Franciskus Ariel Setiaputra | Editor: rival al manaf
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Enam penari muda Sanggar Greget Semarang menampilkan Tari Ledek Petarangan dalam pembukaan perayaan Hari Ekonomi Kreatif di Gedung Gradhika Bhakti Praja Semarang, Jumat (31/10/2025).
Tarian tersebut merupakan adaptasi dari tradisi lisan masyarakat Desa Petarangan di Lereng Gunung Kendang yang diangkat kembali untuk melestarikan seni rakyat Jawa Tengah.
Pengasuh Sanggar Greget, Yoyok Bambang Priyambodo, mengatakan Tari Ledek Petarangan yang membuka ajang Hari Ekonomi Kreatif itu merupakan adaptasi dari tradisi lisan masyarakat Desa Petarangan di Lereng Gunung Kendang.
Baca juga: ILIM dan UIN Walisongo Selenggarakan Pelatihan tentang Astronomi Islam dan Kecerdasan Buatan
Baca juga: Agustina Wilujeng Apresiasi Unissula Hibahkan Tanah Untuk Tanggulangi Banjir
Tradisi ini divisualisasikan ke dalam bentuk tari yang dibawakan penari muda membawa topeng separuh wajah.
Menurutnya, masa dulu di Desa Petarangan dikisahkan ada rombongan penari yang turut menyebarkan ajaran Islam melalui media pertunjukkan tari. Situs Watu Kendang itu sendiri juga dipercaya sebagai alat musik Gamelan yang berubah menjadi batu.
“Ini menjadi kepercayaan dan ritus masyarakat setiap tanggal 1 Sura (Muharram). Mereka berbondong-bondong mendaki bukit Botorono menuju situs Watu Kendang dan menggelar hajatan di sana. Hal itu yang menginspirasi kami untuk mengangkatnya dalam sebuah Tarian,” kata Yoyok, Sabtu (1/11/2025).
Maestro tari asal semarang ini menambahkan pelestarian budaya masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai kreativitas. Salah satunya kreasi tari yang menggambarkan bagaimana pesona ledek dan cerita yang melatarbelakangi karya tersebut.
“Sebetulnya bisa melalui banyak cara, tari adalah salah satunya, karena kebetulan saya concern pada seni tari. Dan kalau tradisi lisan ini dikembangkan dan dialih media, pasti banyak sekali outputnya. Yang utama, juga tetap melibatkan anak muda, karena mereka masih memiliki banyak energi untuk berproses dan memroses suatu budaya menjadi bentuk kesenian lainnya yang segar,” papar Yoyok.
Dalam penyajiannya, Sanggar Greget membawa enam penari yakni Maria Benita, Nabila Najwa, Nathania Refa Arshi, Ratu Gayatri, Saffa Dhia Hanun, Serafina Desiree.
Menurut Yoyok, dengan semakin banyaknya anak muda yang diajak melestarikan budaya, maka mereka tidak akan mudah kehilangan pijakan dalam menyongsong masa depan.
Dia mencontohkan, dalam proses penyajian Tari Ledek Petarangan, iringan musik dikerjakan oleh Cannadian Mahendra, para penari dilatih oleh Sangghita Anjali, serta rias dan busana dikerjakan oleh Hasya Alfinki. Menurutnya, sebagian besar aspek produksi dikerjakan oleh anak muda.
“Bagi saya, sekarang ini waktunya anak-anak muda generasi penerus untuk melanjutkan. Melalui berbagai cara yang dikuasai. Saya percaya budaya akan terus tumbuh. Namun, jangan sampai akarnya layu, kalau bisa semakin kuat sebagai pondasi,”tutupnya. (*)
| Sarasehan Pemuda Jadi Wadah Konsolidasi dan Kolaborasi Anak Muda Semarang |
|
|---|
| Hotel dan Restoran di Kabupaten Semarang Sumbang Rp 33 Miliar ke PAD |
|
|---|
| Menko PM Ajak Pemerintah dan Swasta Perkuat Ekosistem Ekonomi Kreatif |
|
|---|
| Kisah Anak Berkebutuhan Khusus di YPAC Semarang, Tertawa Riang Saat Kedatangan Tamu Istimewa |
|
|---|
| Chiko Pembuat Konten Porno Berbasis AI Pelajar SMA Negeri 11 Semarang Akan Segera Dipanggil Polisi |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.