Pendidikan
Wamen Komdigi Dorong Content Authentication, Cegah Deep Fake Seperti Kasus Chiko Mahasiswa FH Undip
Mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Diponegoro (Undip), Chiko Raditya Agung Putra (CRAP) ditetapkan sebagai tersangka kasus pornografi.
Penulis: Franciskus Ariel Setiaputra | Editor: rival al manaf
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Diponegoro (Undip), Chiko Raditya Agung Putra (CRAP) ditetapkan sebagai tersangka kasus pornografi.
Seperti diketahui, Chiko akhirnya menjadi tersangka karena kasus mengedit alias melakukan deep fake sejumlah foto menjadi konten pornografi memanfaatkan teknologi AI yang disebarkan lewat media sosial X.
Ironisnya, Chiko melakukan manipulasi foto tersebut dengan memanfaatkan foto wajah rekan sekolahnya semasa di bangku SMA bahkan juga gurunya di SMAN 11 Semarang.
Kasus Chiko bukan hanya mengguncang dunia pendidikan Kota Semarang, namun juga sudah terdengar sampai ke nasional.
Baca juga: Darurat Bencana di Cilacap Hari ke-3, BPBD Fokus Pulihkan Akses dan Evakuasi Warga
Baca juga: Dualisme Keraton Surakarta, Gusti Timoer Tetap Gelar Jumenengan Purboyo Sabtu Besok
Wakil menteri Komunikasi dan Digital (Wamen Komdigi), Nezar Patria merespon kasus ini menyebut penyalahgunaan teknologi AI sebagai wujud minimnya etika digital.
"Ini salah satu problem. Bukan cuma di Semarang saya kira tapi sudah berlangsung di tingkat global juga, bagaimana penggunaan AI itu untuk melakukan AI deep fake," kata Wamen usai menghadiri Digital Talent War 2025 di Soegijapranata Catholic University, Kamis (13/11/2025).
Dia menyebut, saat ini mulai dikembangkan konten authentication sebagai langkah mendeteksi penyalahgunaan AI.
"sekarang sudah ada satu gerakan di kalangan industri juga untuk membuat apa yang disebut sebagai content authentication," katanya.
"Nah, content authentication ini gunanya adalah para pengembang AI itu bisa mendeteksi gitu. Kalau produk dari aplikasi mereka ini digunakan untuk misalnya deep fake yang melanggar aturan atau melanggar hukum," katanya.
Dia menyebut, misalnya di dalam platform atau di dalam aplikasi AI nantinya akan ada metadata.
"Sehingga kalau dia dipakai untuk hal-hal yang yang melanggar hukum itu dengan gampang di-track. Dan kita minta juga para pengguna media untuk transparan dan akuntable," ujarnya.
"Dua prinsip yang sangat penting dalam etika AI, artinya setiap ada program yang menggunakan AI itu harus dinyatakan bahwa ini generate by AI gitu, dibuat dengan AI. Sehingga masyarakat tahu bahwa wah ini produk AI. Dia bisa jadi water parking," katanya.
Dia menambahkan, literasi AI harus digencarkan juga masyarakat. Kemudian diperkuat juga dengan community guidelines yang yang lebih aman sehingga masyarakat tidak menjadi korban deep fake.
"Jadi memang literasi aplikasi digital kita harus sudah mengarah kepada bagaimana adopsi AI for all gitu ya. Terutama karena produk AI ini sudah dipakai di masyarakat luas saat ini. Karena itu setiap pengembang AI setiap platform yang menggunakan AI itu berkewajiban meliterasi para penggunanya," katanya.
Disisi lain, Wamen mengapresiasi ajang Digital Talent War 2025 sebagai ajang untuk mengembangkan teknologi AI.
| Beda Nasib Dengan Rasnal, di SMAN 12 28 Guru Honorer Digaji Dari Iuran Wali Murid |
|
|---|
| Unnes Kembangkan 30 Jenis Rempah, Siap Go Internasional |
|
|---|
| IAKMI Dorong Peran Ahli Kesehatan Masyarakat Dukung Program Astacita Presiden |
|
|---|
| Mendikdasmen Abdul Muti: Dosen Harus Jadi Sumber Inspirasi dan Keteladanan di Kampus |
|
|---|
| Inspirasi Bisnis Berkelanjutan: Hendy Setiono Ajak Mahasiswa Undip Berani Jadi Ecopreneur |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/20251113_Wakil-menteri-Komunikasi-dan-Digital-Wamen-Komdigi.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.