Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Pendidikan

Wamen Komdigi Dorong Content Authentication, Cegah Deep Fake Seperti Kasus Chiko Mahasiswa FH Undip

Mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Diponegoro (Undip), Chiko Raditya Agung Putra (CRAP) ditetapkan sebagai tersangka kasus pornografi.

TRIBUN JATENG/ISTIMEWA
Wakil menteri Komunikasi dan Digital (Wamen Komdigi), Nezar Patria saat hadir di  Digital Talent War 2025 di Soegijapranata Catholic University, Kamis (13/11/2025). 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Diponegoro (Undip), Chiko Raditya Agung Putra (CRAP) ditetapkan sebagai tersangka kasus pornografi.

Seperti diketahui, Chiko akhirnya menjadi tersangka karena kasus mengedit alias melakukan deep fake sejumlah foto menjadi konten pornografi memanfaatkan teknologi AI yang disebarkan lewat media sosial X.

Ironisnya, Chiko melakukan manipulasi foto tersebut dengan memanfaatkan foto wajah rekan sekolahnya semasa di bangku SMA bahkan juga gurunya di SMAN 11 Semarang.

Kasus Chiko bukan hanya mengguncang dunia pendidikan Kota Semarang, namun juga sudah terdengar sampai ke nasional.

Baca juga: Darurat Bencana di Cilacap Hari ke-3, BPBD Fokus Pulihkan Akses dan Evakuasi Warga

Baca juga: Dualisme Keraton Surakarta, Gusti Timoer Tetap Gelar Jumenengan Purboyo Sabtu Besok

Wakil menteri Komunikasi dan Digital (Wamen Komdigi), Nezar Patria merespon kasus ini menyebut penyalahgunaan teknologi AI sebagai wujud minimnya etika digital.

"Ini salah satu problem. Bukan cuma di Semarang saya kira tapi sudah berlangsung di tingkat global juga, bagaimana penggunaan AI itu untuk melakukan AI deep fake," kata Wamen usai menghadiri Digital Talent War 2025 di Soegijapranata Catholic University, Kamis (13/11/2025).

Dia menyebut, saat ini mulai dikembangkan konten authentication sebagai langkah mendeteksi penyalahgunaan AI.

"sekarang sudah ada satu gerakan di kalangan industri juga untuk membuat apa yang disebut sebagai content authentication," katanya.

"Nah, content authentication ini gunanya adalah para pengembang AI itu bisa mendeteksi gitu. Kalau produk dari aplikasi mereka ini digunakan untuk misalnya deep fake yang melanggar aturan atau melanggar hukum," katanya.

Dia menyebut, misalnya di dalam platform atau di dalam aplikasi AI nantinya akan ada metadata.

"Sehingga kalau dia dipakai untuk hal-hal yang yang melanggar hukum itu dengan gampang di-track. Dan kita minta juga para pengguna media untuk transparan dan akuntable," ujarnya.

"Dua prinsip yang sangat penting dalam etika AI, artinya setiap ada program yang menggunakan AI itu harus dinyatakan bahwa ini generate by AI gitu, dibuat dengan AI. Sehingga masyarakat tahu bahwa wah ini produk AI. Dia bisa jadi water parking," katanya.

Dia menambahkan, literasi AI harus digencarkan juga masyarakat. Kemudian diperkuat juga dengan community guidelines yang yang lebih aman sehingga masyarakat tidak menjadi korban deep fake.

"Jadi memang literasi aplikasi digital kita harus sudah mengarah kepada bagaimana adopsi AI for all gitu ya. Terutama karena produk AI ini sudah dipakai di masyarakat luas saat ini. Karena itu setiap pengembang AI setiap platform yang menggunakan AI itu berkewajiban meliterasi para penggunanya," katanya.

Disisi lain, Wamen mengapresiasi ajang Digital Talent War 2025 sebagai ajang untuk mengembangkan teknologi AI.

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved