Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Readers Note

Mengukur Keberhasilan Program Anti-Perundungan di Sekolah

Mungkin ada juga anak yang terpaksa bolos sekolah atau bahkan mengurung diri di toilet sekolah untuk menghindari perundungan yang ada di lingkungan

Editor: iswidodo
Tribun Jateng/dok pribadi
Rani Nur Anekasari, S.Psi | Mahasiswa Magister Psikologi Unika Soegijapranata 

Berdasarkan dari hasil penelitian terdahulu, sekolah-sekolah di Indonesia yang telah menjalankan program anti perundungan, menjadikan siswa sebagai “aktor utama”. Siswa dilibatkan secara aktif untuk menjadi agen perubahan atau masuk ke dalam tim anti perundungan.

Contohnya adalah progam Roots yang merupakan program anti perundungan dari Kemendikbudristek & UNICEF Indonesia dan juga KiVA (Kiusaamista Vastaan) dari Finlandia yang melibatkan siswa sebagai agen perubahan dalam menjalankan program tersebut. Dimana siswa diberikan pelatihan berupa sosialisasi, edukasi, dan roleplay terkait dengan apa yang harus dilakukan ketika terjadi perundungan di sekitarnya.

Program perundungan yang dijalankan di sekolah diimplementasikan dengan berbagai macam kegiatan yang terjadwal dan rutin seperti edukasi lewat pelatihan atau sosialisasi, role play, konseling yang dapat dilakukan dengan siswa tim anti perundungan atau guru BK baik secara personal maupun klasikal, pembentukan karakter, kampanye anti kekerasan, pendampingan pada korban dan pelaku, hingga menyediakan media bagi korban untuk melakukan pengaduan jika mengalami perundungan baik itu secara offline ataupun online.

Kurang Peduli

Namun yang harus diperhatikan adalah program anti perundungan bisa terhambat karena beberapa faktor yaitu; (1) faktor internal dari siswa dimana mereka kurang empati dan kurang peduli ketika ada salah satu temannya yang menjadi korban, dan juga korban yang tidak terbuka  atau tidak ingin melapor ketika mengalami perundungan; (2) faktor eksteral yang didapat dari pengaruh teman sebaya lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal, dan juga penggunaan media sosial yang kurang terkontrol (Rivard, dkk. 2025); dan (3) kurangnya kontrol atau evaluasi program secara rutin.

Maka dari itu, agar program berjalan secara efektif harus ada keterlibatan pihak-pihak lain, terutama warga sekolah itu sendiri yang dimulai dari kepala sekolah, guru, staff TU, penjaga kantin, satpam, dsb, yang harus bekerja sama dalam menjalankan, dan mengawasi program yang sudah ada. Pihak sekolah juga bisa membentuk tim khusus seperti TPPK (Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan) yang mana hal ini sudah diatur dalam Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP).

Pihak sekolah juga harus membuat aturan untuk mencegah dan mengurangi perilaku perundungan di sekolah, yang harus disosialisasikan kepada siswa dan orang tua. Tim yang bertugas harus melakukan pengawasan secara ketat pada kegiatan pembelajaran terutama pada kegiatan ekstrakulikuler, melakukan patroli di area yang sekiranya rawan terjadi tindakan perundungan dan bisa bekerja sama dengan warga yang tinggal di sekitar sekolah.

Selain itu, pihak eksternal seperti orang tua yang juga harus diberikan edukasi terkait dengan perundungan. Dinas Pendidikan, pihak Kepolisian, KPAI, Psikolog, dinas-dinas terkait lainnya atau para ahli dibidangnya yang bisa dijadikan sebagai narasumber untuk mengedukasi baik siswa, guru, orang tua dan juga memberikan pelatihan kepada tim anti perundungan. Karena fakta di lapangan juga menunjukkan korban atau pelaku perundungan tidak hanya dilakukan oleh sesama siswa tetapi juga bisa dilakukan oleh tenaga pendidik.  

Monitoring Rutin

Pada kesimpulannya hal yang terpenting adalah dengan adanya kolaborasi dari pihak internal dan pihak eksternal diharapkan mampu untuk membuat program anti perundungan menjadi lebih efektif dalam mengurangi atau mencegah perilaku perundungan terutama dalam lingkungan pendidikan. Evaluasi dan monitoring program harus dilakukan secara rutin, siswa diberikan kesempatan untuk memberikan usulan-usulan terkait dengan perbaikan program agar dapat mendukung kemajuan program secara berkelanjutan. 

Dengan dijalankan program ini diharapkan sekolah bisa menciptakan suasana yang aman, nyaman dan ramah anak, karena sekolah merupakan rumah ke dua bagi siswa yang seharusnya menjadi tempat untuk tumbuh, mendapatkan ilmu, maupun membangun karakter yang positif. Melalui progam anti perundungan, kita bukan hanya memutus rantai perundungan tetapi juga menyembuhkan luka, menciptakan generasi yang berempati tinggi, peduli, yang saling melindungi bukan saling melukai. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved