UIN SAIZU Purwokerto
Catatan Prof. Fauzi di Guangzhou: Modernitas yang Tetap Menjaga Tradisi dan Spiritualitas
Catatan perjalanan di Guangzhou, Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto
Penulis: Adi Tri | Editor: galih permadi
TRIBUNJATENG.COM, PUIRWOKERTO - Di tengah gemerlap kota megapolitan Guangzhou, Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto, Prof. Fauzi, menemukan pelajaran berharga tentang bagaimana modernitas dan tradisi dapat hidup berdampingan secara harmonis.
Dalam catatan perjalanannya di kawasan Beijing Lu (Beijing Road), Prof. Fauzi menggambarkan suasana malam yang hidup dan penuh interaksi sosial. Kawasan tersebut menjadi ruang publik tempat warga Guangzhou melepaskan penat, berbelanja, menikmati kuliner, hingga bersantai bersama keluarga dan teman.
“Kawasan ini bukan hanya pusat hiburan, tapi juga ruang sosial yang hangat. Pemerintah kota sangat memperhatikan kenyamanan publik lingkungan bersih, luas, dan tertata, membuat interaksi sosial tetap hidup di tengah ritme kota yang cepat,” tulis Prof. Fauzi dalam catatannya.
Fenomena sosial di Beijing Lu memberikan kesan mendalam. Di tengah kesibukan dan individualisme perkotaan, ruang publik di Guangzhou justru menjadi tempat tumbuhnya interaksi sosial yang sehat. Hal ini menjadi contoh nyata bagaimana kota modern dapat tetap ramah bagi manusia, bukan hanya bagi kendaraan dan bangunan tinggi.
Prof. Fauzi menilai tata kota Guangzhou patut dijadikan inspirasi, terutama dalam menciptakan keseimbangan antara kemajuan fisik dan kualitas kehidupan sosial masyarakat.
Tak jauh dari pusat keramaian Beijing Lu, berdiri Dafo Anxian Temple, klenteng bersejarah berusia lebih dari 1.700 tahun. Meski dikelilingi gedung modern, tempat ibadah ini tetap menjadi ruang spiritual yang hidup bagi warga kota.
Prof. Fauzi menuturkan bahwa ia melihat banyak anak muda baik pekerja kantoran maupun mahasiswa datang ke klenteng untuk berdoa dan melakukan persembahan. Fenomena ini menunjukkan bahwa spiritualitas tetap tumbuh di tengah kemajuan modern.
“Klenteng tua yang berdiri di tengah gedung-gedung tinggi itu menjadi simbol nyata keseimbangan antara kemajuan dan akar tradisi,” ujarnya.
Dari pengalamannya di Guangzhou, Prof. Fauzi menarik refleksi penting:
modernitas sejati bukanlah yang menghapus tradisi, melainkan yang mampu melindungi dan memberi ruang bagi nilai budaya serta spiritualitas.
“Kemajuan tidak seharusnya meniadakan kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun. Justru tradisi menjadi fondasi moral bagi modernitas yang berkelanjutan,” tulisnya.
Pesan tersebut, menurut Prof. Fauzi, sangat relevan bagi Indonesia yang tengah menghadapi arus modernisasi dan globalisasi. Ia mengingatkan bahwa tradisi dan budaya Nusantara harus tetap dirawat sebagai sumber nilai, identitas, dan spiritualitas bangsa.
Hanya dengan menjaga keseimbangan antara kemajuan teknologi dan kearifan lokal, bangsa Indonesia dapat tumbuh menjadi peradaban modern yang maju tanpa kehilangan jati diri.
Catatan perjalanan Prof. Fauzi di Guangzhou memberikan inspirasi bahwa modernitas tidak harus menghapus tradisi, tetapi justru bisa menjadi wadah untuk melindunginya.
Seperti halnya kota Guangzhou, Indonesia pun dapat membangun masa depan yang modern namun tetap berpijak pada nilai-nilai budaya dan spiritualitas yang kuat. (***)
| Stadium Generale UIN Saizu Dorong Mahasiswa Dakwah Siap Hadapi Indonesia Emas 2045 |
|
|---|
| Prodi Informatika UIN Saizu Jalin MoU Internasional dengan INTI University Malaysia |
|
|---|
| UIN Saizu dan Pemkab Banjarnegara Perbarui Kerja Sama Strategis dalam Pengembangan Tri Dharma |
|
|---|
| Rektor UIN Aaizu Hadiri Sosialisasi Kemenhaj dan Teken MoU Sertifikasi Pembimbing Haji |
|
|---|
| Dari Baghdad ke Pesantren: Menghidupkan Kembali Semangat Baitul Hikmah |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/20251112_dosen_uinsaizu.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.