Readers Note
Jangan Lupakan Pentingya Kehadiran Ayah untuk Bangun Mental Anak
Fenomena ini dikenal sebagai fatherless, dan Indonesia kini termasuk salah satu negara dengan tingkat fatherless tertinggi di Asia (BKKBN, 2023).
Jangan Lupakan Pentingya Kehadiran Ayah untuk Bangun Mental Anak
Oleh Febrina Meirel Taroreh, S.M., SPsi | Mahasiswa Magister Psikologi Unika Soegijapranata
SAAT kondisi ekonomi tertekan, kemacetan pekerjaan, dan tuntutan sosial yang terus meningkat, banyak ayah tanpa sadar menjauh dari peran emosionalnya di rumah. Mereka hadir secara fisik, menafkahi, melindungi, menyediakan kebutuhan keluarga, tetapi sering kali absen secara emosional.
Fenomena ini dikenal sebagai fatherless, dan Indonesia kini termasuk salah satu negara dengan tingkat fatherless tertinggi di Asia (BKKBN, 2023). Anak-anak dalam kondisi ini kerap merasa berjarak dengan ayahnya, enggan bercerita, lebih dekat dengan ibu, dan merasa canggung untuk meminta dukungan secara langsung. Akibatnya, hubungan emosional yang sehat antara ayah dan anak semakin jarang terbangun.
Padahal, kehadiran ayah memiliki makna lebih dari sekadar peran ekonomi. Dalam psikologi perkembangan, ayah berperan sebagai sumber psychological security, yaitu rasa aman dan diterima yang menjadi fondasi pembentukan kepercayaan diri serta ketangguhan anak. Ketika seorang ayah hadir secara aktif dalam kehidupan anaknya, mendengarkan dengan empati, mengarahkan dengan bijak, dan memberi dukungan emosional secara konsisten, anak belajar menghadapi kesulitan tanpa kehilangan harapan.
Psikologi Anak
Penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan ayah berpengaruh besar terhadap perkembangan psikologis anak. Sari et al. (2025) menemukan bahwa remaja dengan ayah yang aktif secara emosional memiliki kesehatan mental lebih baik dan regulasi emosi yang lebih stabil. Amini dan Salim (2020) menegaskan bahwa dukungan orang tua, termasuk figur ayah, meningkatkan keyakinan diri dalam mengambil keputusan karier.
Sementara itu, Silpiani dan Wahyudin (2024) mengungkapkan bahwa rendahnya keterlibatan ayah dapat menurunkan Adversity Quotient (AQ), kemampuan individu untuk mengubah kesulitan menjadi peluang. Hidayati dan Taufik (2020) juga menemukan bahwa AQ yang tinggi berhubungan dengan kemampuan beradaptasi karier yang lebih baik.
Sayangnya, banyak ayah masih memaknai perannya secara tradisional, merasa cukup dengan bekerja keras tanpa menyadari pentingnya hadir secara emosional. Dalam jangka panjang, anak mungkin tumbuh sukses secara akademik, tetapi rapuh secara psikologis. Mereka belajar untuk kuat, tetapi tidak tahu cara menghadapi kegagalan dengan percaya diri. Hubungan ayah-anak yang lemah secara emosional juga membuat anak kehilangan model komunikasi yang sehat, sehingga cenderung menekan perasaan atau mencari figur pengganti di luar rumah.
Keterlibatan emosional ayah sebenarnya tidak selalu membutuhkan waktu yang banyak. Satu percakapan yang jujur di ruang makan, satu pelukan setelah anak gagal, atau satu pujian yang tulus bisa menjadi emotional anchor yang diingat anak seumur hidup. Kehadiran semacam ini menciptakan resilience, daya tahan batin yang membuat anak berani mencoba kembali setelah jatuh. Anak yang tumbuh dengan ayah yang suportif belajar bahwa kegagalan bukan akhir, tetapi bagian dari proses belajar.
Waktu Berkualitas
Apa yang bisa dilakukan untuk memperkuat peran ayah? Pertama, ayah perlu meluangkan waktu berkualitas di akhir pekan untuk benar-benar hadir bersama anak dan istri, tanpa distraksi gawai atau pekerjaan. Kedua, ibu memiliki peran penting sebagai jembatan emosional, dengan mendorong komunikasi dua arah antara ayah dan anak agar tercipta kelekatan yang alami.
Ketiga, lembaga pendidikan dan komunitas dapat mengadakan program keterlibatan ayah seperti kelas ayah, kegiatan keluarga bersama, atau sesi parenting yang menekankan kolaborasi emosional antara ayah dan ibu. Dukungan dari lingkungan sosial juga diperlukan agar ayah merasa dihargai dalam perannya, bukan hanya sebagai pencari nafkah tetapi juga pendamping tumbuh bagi anak.
Dalam dunia yang serba cepat dan penuh tekanan ini, kehadiran ayah yang suportif adalah vitamin mental bagi anak-anak. Mereka tidak hanya membutuhkan figur kuat, tetapi juga figur yang mau mendengarkan. Karena ketika ayah benar-benar hadir, bukan hanya dengan dompet, tetapi dengan hati, ia sedang menanamkan benih ketangguhan yang akan bertumbuh menjadi keyakinan diri dan keberanian menghadapi dunia. (*)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/Febrina-Meirel-Taroreh.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.