Wonosobo Hebat
Saat Anak Tunarungu Pentas Tari di Gelaran Kumandhanging Kidung Adi Wonosobo, Cara Unik Ikuti Irama
TRIBUNJATENG.COM, WONOSOBO - Wonosobo kembali bergelora lewat pagelaran seni bertajuk Kumandhanging Kidung Adi, Senin (15/9/2025) malam.
Gelaran ini sebuah persembahan puncak dari rangkaian program Yayasan Ngesti Laras yang telah berlangsung selama sepuluh bulan.
Didukung penuh oleh Dana Indonesiana dari Kementerian Kebudayaan, acara ini bukan sekadar unjuk karya tetapi juga selebrasi inklusivitas, inovasi, dan kekuatan kolaborasi lintas generasi.
Dukungan dari Kementerian Kebudayaan diberikan kepada Mulyani, Ketua Yayasan Ngesti Laras sekaligus seniman asal Wonosobo berhasil meraih Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) 2024 dari Kemendikbud Ristek RI untuk Kategori Pelopor dan/Pembaharu.
Baca juga: "Jangan Merasa Jagoan" Nasib Pria 35 Tahun Bunuh TNI di Wonosobo, Dandim Beri Pesan
Baca juga: Iwan Pembunuh Serda Rahman di Kafe Wonosobo Ditangkap Oleh Tim yang Seluruhnya Anggota TNI
“Ini ada acara Kumandhanging Kidung Adi, gelar karya dari setelah 10 bulan kita melakukan kegiatan-kegiatan, dan ini adalah puncaknya,” ujar Mulyani.
Salah satu yang manarik dalam gelaran ini yakni penampilan istimewa dari anak-anak tunarungu yang menarikan tari ginanjar mulyo menggunakan alat bantu inovatif bernama pragati.
Alat ini merupakan sebuah teknologi hasil dukungan Kementerian Kebudayaan untuk membantu difabel menari mengikuti irama melalui getaran.
“Setiap pergantian gerak itu ada getaran, mereka langsung otomatis berpindah gerakan,” jelas Mulyani.
Teknologi ini menjadi simbol penting dari semangat inklusi yang diusung dalam gelaran tersebut.
Di balik gerak tari yang tampak lembut, tersembunyi kerja keras, dedikasi, dan harapan akan masa depan kesenian yang terbuka untuk semua.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo, Fahmi Hidayat, menyampaikan apresiasinya terhadap para kreator lokal yang terus aktif dan mendunia dalam gelaran ini.
Dalam gelaran ini, koreografer dan penari asal Ekuador, Edgar Freire yang merupakan peneliti tarian dan budaya Indonesia, serta Didik Nini Thowok, sang maestro tari Indonesia ikut memeriahkan gelaran ini.
Fahmi mengungkapkan pentingnya dukungan fasilitas untuk kesenian di Wonosobo ke depannya.
“Wonosobo meskipun tidak punya anggaran besar, tapi ingin ada convention center, gedung yang bisa dipakai pementasan karya seni dan budaya. Itu tidak terlalu muluk-muluk,” ungkapnya.
Sementara itu, Sitti Utami Haryanti, Pamong Budaya Ahli Muda dari Direktorat Pemberdayaan Nilai Budaya dan Fasilitasi Kekayaan Intelektual (PNBFKI), Kementerian Kebudayaan turut hadir dan mengapresiasi inovasi yang dilakukan Mulyani melalui program-program seni inklusif.
Ia juga menjelaskan bahwa inovasi seperti pragati lahir dari kebutuhan untuk memberikan kemudahan bagi anak-anak berkebutuhan khusus agar bisa tetap berkesenian.
“Dengan alat ini tidak membutuhkan kode dan isyarat dari pelatih hanya merasakan kode melalui alat yang digunakan di lengan,” jelasnya.
Ia berharap kemajuan teknologi dapat berperan serta ikut mendukung perkembangan seni dan budaya. (ima)