Wonosobo Hebat
SLI Tematik Digelar di Wonosobo, Petani Dibekali Pengetahuan Iklim
TRIBUNJATENG.COM, WONOSOBO - Bupati Wonosobo, Afif Nurhidayat, menegaskan pentingnya penguatan pemahaman petani terhadap informasi iklim, terutama di tengah meningkatnya anomali cuaca yang berdampak langsung pada sektor pertanian.
Dalam kegiatan Sekolah Lapang Iklim (SLI) Tematik yang diselenggarakan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Joglo Nawasena, Desa Kalierang, Kecamatan Selomerto, Sabtu (27/9/2025), Bupati Afif menyebut SLI sebagai ilmu penting yang harus ditanamkan di kalangan petani melalui kelompok tani.
“Ini sebuah ilmu. Ilmu yang harus dikembangkan dan dipahami oleh para petani melalui kelompok tani, yang kadang masih abai terhadap peringatan tentang iklim,” ucapnya.
Ia mengakui bahwa pemerintah daerah belum maksimal dalam mendorong pemanfaatan informasi iklim, dan kegiatan bersama BMKG ini menjadi momentum penting untuk memperbaiki hal tersebut.
Bupati Afif berharap program SLI dapat ditindaklanjuti secara sistematis oleh Dinas Pertanian, Perikanan, dan Ketahanan Pangan (Dispaperkan) dengan mengumpulkan penyuluh pertanian lapangan (PPL) dan mengadakan pelatihan lanjutan bersama BMKG.
“Ilmu ini harus dipahami oleh para petani, melalui kelompok tani, dan perlu ditindaklanjuti oleh Dispaperkan,” tambahnya.
Sementara itu, Koordinator BMKG Jawa Tengah, Guruh Ciptanto, menjelaskan bahwa SLI dirancang sebagai bentuk mitigasi perubahan iklim melalui edukasi langsung kepada petani.
Menurutnya, kegiatan ini disesuaikan dengan potensi wilayah, termasuk tembakau, kentang, atau sayuran lain yang menjadi komoditas unggulan Wonosobo.
“Kalau SLI tematik, temanya menyesuaikan apa yang menonjol di suatu wilayah.
Misalnya di Wonosobo, itu bisa tembakau, kentang, atau sayuran lain. Kita memberikan informasi yang singkat, karena waktunya hanya satu hari,” ujar Guruh.
Guruh juga menyoroti pentingnya keterlibatan berbagai pihak, mulai dari penyuluh pertanian hingga pengamat hama, dalam SLI.
Menurutnya, anomali iklim tidak hanya berdampak pada curah hujan dan suhu, tetapi juga memperbesar potensi serangan hama serta penyakit tanaman.
“Tadi ada 59 petani dan 1 penyuluh. Sebenarnya kita ingin ada juga petugas hama dan penyakit.
Karena cuaca atau iklim yang sifatnya anomali, misalnya kemarau tapi hujan banyak, atau musim hujan tapi air tidak turun-turun.
Itu tidak hanya dipengaruhi unsur cuaca seperti matahari atau kelembapan, tapi juga pengganggu tanaman,” jelasnya.
Dari sisi legislatif, Anggota Komisi V DPR RI, Sofwan Dedy Ardyanto, turut mengapresiasi pelaksanaan SLI oleh BMKG.
Namun ia menilai bahwa program tersebut masih bersifat reguler dan belum menjangkau masyarakat secara luas.
Ia meminta BMKG untuk meningkatkan efektivitas program dan memperkuat kolaborasi dengan kementerian terkait.
“Kegiatan hari ini kan sebenarnya kegiatan rutin, reguler yang diselenggarakan oleh BMKG.
Bagus, hanya saja saya orang yang tidak pernah berhenti meminta kepada BMKG supaya program aksinya itu lebih efektif untuk bisa menjawab kebutuhan informasi masyarakat tentang cuaca,” kata Sofwan.
Sofwan juga mengusulkan agar ada sinergi antara BMKG dan Kementerian Desa, terutama dalam program pendampingan desa, sehingga sistem peringatan dini dan informasi iklim dapat langsung diterapkan di tingkat kelompok tani.
Dengan dukungan semua pihak, baik dari pemerintah daerah, BMKG, hingga DPR RI, diharapkan Sekolah Lapang Iklim bisa menjadi bekal nyata bagi petani dalam menghadapi perubahan cuaca ekstrem dan menjaga produktivitas pertanian di Kabupaten Wonosobo. (ima)