Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Ingin Terus Lestarikan Upacara Sedekah Padi

Bagi sebagian warga di dusun Jelok, Beji, kecamatan Patuk, tradisi sedekah pada Dewi Sri,

zoom-inlihat foto Ingin Terus Lestarikan Upacara Sedekah Padi
sedekah padi
Laporan Reportr Tribun Jogya / Agung Ismiyanto

TRBUNJATENG.COM  JOGYA
- Bagi sebagian warga di dusun Jelok, Beji, kecamatan Patuk, tradisi sedekah pada Dewi Sri, masih terus dilestarikan. Gerusan jaman, tak memudarkan sebagian kecil warga yang masih tetap mempercayai tradisi turun temurun tersebut.

Tradisi unik tersebut, sudah dilaksanakan selama beberapa tahun terakhir, saat ladang di daerah Jelok, berubah menjadi ladang persawahan. Namun, mereka sebelumnya juga sudah melaksanakan hal serupa, melalui leluhur mereka.

Dalam upacara tersebut, yang sangat unik, adalah dilakukan di areal persawahan yang sudah menguning, karena masa panen. Sebelumnya, diawali dengan prosesi arak-arakan sesaji, yang dibawa dengan cara disunggi (atau dibawa di kepala), dari rumah penduduk dengan jarak sekitar 1 kilo meter, dari sawah. Bahkan, sekitar enam orang yang membawa sesaji, mengenakan busana adat jawa lengkap, berjuang melawan terik matahari.

Sesaji yang terdiri dari ingkung ayam, nasi, buah-buahan, minuman, dan juga ketupat tersebut, kemudian di letakkan di alas terpal di area persawahan. Pardiyo (84), yang merupakan sesepuh di daerah tersebut, kemudian membakar kemenyan, dan memanjatkan doa-doa. Kemudian, setelah itu, ia mengambil beberapa batang padi yang sudah berbuah, yang konon sebagai simbol kesuburan.

"Ini, merupakan bentuk penghormatan, kepada dewi padi, dewi Sri, atau ngintun dewi Sri, yang menurut kepercayaan kami memberikan kesuburan," ungkapnya kepada Tribun Jogja.

Kemudian, setelah prosesi itu, warga menyantap hidangan yang menjadi sesaji. Warga menjelaskan bahwa setiap tamu yang datang, wajib menyantap sesaji tersebut, sebagai salah satu bentuk penghormatan, atas kesuburan yang telah diberikan. Bahkan, piring yang digunakan adalah daun pisang, yang masih sangat alami, dengan ditemani semilir angin di persawahan.

"Kami, setiap tahun, mengadakan acara seperti ini, sebagai ungkapan syukur atas panen, yang telah kami nikmati," tambah Pardiyo. Konon, bila tidak melestarikan upacara sedekah ini, maka hasil padi akan menurun.

Saat ini, dituturkan Pardiyo, panenan sangat melimpah. Lahan seluas 25 hektar tersebut, mampu, menghasilkan gabah ratusan ton. Sebelumnya, areal persawahan tersebut, hanya ditanami kacang ataupun jagung. Namun, saat ini lebih ditanami padi.

Pemilik sawah, Sugiman (50) mengaku akan terus melestarikan syukuran tersebut. Hal itu, menurutnya, sudah menjadi kearifan lokal yang perlu dilestarikan oleh setiap warga. Bahkan, ia menyebut, generasi muda saat ini, sudah mulai meninggalkan tradisi, dan kearifan lokal yang sangat unik ini. "Ya, saya setiap tahun selalu memperingati, bersama warga, " jelasnya.

Dari sekitar 130 KK yang ada di wilayah Jelok, Sugiman menjelaskan bahwa, tradisi ini, mungkin hanya dilestarikan oleh beberapa warga saja. "Sebagian kecil masih tetap melestarikan tradisi ini, sebagai bentuk ungkapan syukur yang terus kami panjatkan," jelas Sugiman.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved