Pailit Telkomsel Gambarkan Bobroknya Manajemen
Pailitnya Telkomsel menggambarkan bobroknya manajemen,
Menteri BUMN Dahlan Iskan menurut Anggota Komisi I DPR RI dari Frkasi Partai Kebangkitan Bangsa Effendi Choirie , harus melakukan evaluasi terhadap kinerja direksi dan komisaris Telkomsel itu dan jika perlu dilakukan penggantian.
Kalangan anggota DPR kata Effendi Choirie mendesak adanya pergantian jajaran direksi dan komisaris PT. Telkomsel Tbk yang dinilai telah gagal dengan adanya keputusan pailit Pengadilan Niaga Jakarta Pusat beberapa waktu lalu.
Hal yang senada juga disampaikan anggota Komisi I dari Partai Golkar, Enggartyasto Lukita. Dia mengatakan bahwa pailit Telkomsel itu membuktikan jajaran direksi dan komisaris ternyata tidak serius dalam bekerja.
"Sudah jelas bahwa keputusan pailit Telkomsel oleh pengadilan niaga merupakan kegagalan direksi dan komisaris yang baru," ungkapnya. Akibat putusan pailit itu, lanjut Enggar, negara harus menanggung kerugian sampai Rp. 1 triliun.
Dana tersebut dipergunakan untuk membayar kurator. Berdasarkan UU Niaga, perusahaan yang dinyatakan pailit wajib membayar kurator sebesar 1,5-2 persen dari total aset. "Total aset Telkomsel sekitar Rp. 58,7 triliun. Artinya, untuk membayar kurator, Telkomsel harus siapkan Rp. 1 triliun," tuturnya.
Sedang anggota Komisi VI dari FPKS Refrizal mendesak agar Dirut dan Komisaris Utama Telkomsel bersikap profesional dengan mengundurkan diri. Menurut dia, jika pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab itu tidak mundur, maka selayaknya Menteri BUMN yang mencopotnya.
"Saya kira Pak Dahlan telah dibohongi direksi Telkomsel. Katanya mereka yakin akan menang, tapi ternyata kalah. Artinya, pimpinan Telkomsel tidak jujur dan kalau sudah begitu pecat saja mereka," ujarnya.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa pemerintah berpotensi menanggung kerugian akibat buruknya kinerja direksi Telkomsel itu, sehingga anak perusahaan PT. Telkom itu divonis pailit pengadilan. "Kalau pimpinannya jujur dan profesional, tentu Telkomsel tidak kena masalah seperti sekarang," ungkapnya.
Kasus ini bermula pada 21 Juni 2012, Telkomsel menghentikan kontrak secara sepihak, sehingga merugikan distributor voucher isi ulang Kartu Prima (PT. Prima Jaya Informatika), senilai Rp. 5,3 miliar. Padahal, kerja sama antara Telkomsel dengan PT Prima disepakati sejak 1 Juni 2011 sampai Juni 2013.
Selanjutnya, PT. Prima mengajukan gugatan pailit ke Pengadilan Niaga, Jakarta Pusat. Pada 14 September, Majelis Hakim PN Jakpus yang dipimpin Agus Iskandar memutuskan Telkomsel pailit atas permohonan PT. Prima. Namun atas putusan tersebut, Telkomsel mengajukan banding.