Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Pertamina Tender Sistem Monitoring BBM Bersubsidi

sistim monitoring bbm

Rakyat dan Pemerintah harus bersama mengawasi tender

TRIBUNJATENG .COM  JAKARTA - Berbicara soal BBM bersubsidi saja banyak publik yang ragu soal penerapannya dan yang terjadi justeru tidak tepat sasaran. Akhir-akhir ini polemik yang ada tak berhenti seputar penerapan, melainkan bagaimana sistem pembatasannya. Bahkan MUI pun turut menambah polemik dalam hal BBM bersubsidi ini, pasalnya MUI memiliki wacana akan mengeluarkan  fatwa haram bagi orang mampu membeli bahan bakar jenis premium.

Terlepas dari polemik yang terjadi di masyarakat, ada sebuah upaya yang akan dilakukan pemerintah melalui PT Pertamina, yakni terkait dengan pengadaan sistem monitoring BBM bersubsidi. Dan rencananya pengadaan sistem monitoring BBM bersubsidi ini akan segera ditenderkan dengan biaya hampirr Rp 1 Triliun. Nilai tender sebesar itu adalah untuk pengadaan teknologi monitoring tersebut. Lebih jauh, PT Pertamina menyatakan sistem monitoring pengendalian (SMP) bahan bakar minyak (BBM) subsidi akan digunakan untuk seluruh wilayah Indonesia pada awal 2014.

Sistem Monitoring & Pengendalian BBM bersubsidi tersebut, Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya Yuktyanta menjelaskan bahwa  jika tender dijalankan dan pemenang tender bisa ditunjuk awal tahun depan, Pertamina dapat mulai memasang teknologi tersebut mulai dari Jabodetabek, kemudian Jawa bagian barat dan Jawa Bali, dan pada 2014 pemasangan IT (teknologi monitoring) tersebut selesai di seluruh Indonesia.

Dari tender sedang dilakukan Pertamina terkait dengan pengadaan sistem monitoring dan pengendalian BBM bersubsidi tersebut sudah sewajarnya harus diawasi secara bersama baik oleh rakyat maupun pemerintah agar Pertamina benar-benar mendapatkan pemenang tender yang sesuai harapan dan mendapatkan teknologi yang tepat guna dan tidak mubazir. Pengawasan pemerintah dan publik ini penting mengingat telah banyak kebijakan dan strategi terkait pengendalian BBM Bersubsidi yang hasilnya tak maksimal dan ditakutkan hanya akan over investment. Hal tersebut seperti disampaikan pelaksana tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Bambang Brodjonegoro memperkirakan program penghematan melalui sistem teknologi informasi tidak berjalan signifikan, karena efektivitas pencapaian target kurang memadai. Ia menjelaskan program serupa pernah dilakukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tahun lalu dan realisasinya tidak seperti yang diharapkan, karena konsumsi BBM bersubsidi tetap melebihi kuota.

Bahkan  Pengamat industri migas, Kurtubi meragukan efektivitas penerapan model pembatasan pembelian BBM bersubsidi maksimal Rp 100.000 per mobil per hari. Cara ini tidak akan efektif menekan kuota  volume BBM bersubsidi di tahun 2013.

Selain  itu , menurut Kurtubi,  langkah tersebut  juga membutuhkan biaya sangat mahal, yaitu untuk pengadaan teknologi maupun pengawasannya. Dia lebih setuju pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Cara ini lebih efektif meredam pemakaian BBM bersubsidi dan menjaga subsidi BBM tak membengkak.

Lepas dari niat baik perseroan dengan optimismenya terhadap teknologi yang akan digunakan untuk kebutuhan monitoring dan pengendalian BBM bersubsidi ini, pertanyaan yang kembali muncul adalah sejauhmana peran kementerian BUMN dalam mendorong  optimalisasi pemanfatan  infrastruktur dan teknologi yang sudah melekat dan sudah ada di BUMN atau lembaga pemerintah lainnya dalam monitoring sistem BBM bersubsidi ini sehingga akan mampu terciptanya sinergi antarlembaga negara dan penghematan uang negara.

Niat  PT Pertamina tersebut diharapkan menjadi solusi terbaik, namun demikian pengawasan pemerintah dan masyarakat harus dilakukan secara terus-menerus mulai dari proses tender maupun pelaksanaan penerapan teknologi tersebut, sehingga akan meminimalisasi kegagalan serta peluang penyalahgunaan yang bisa menimbulkan kerugian negara. Selain itu, pengawasan menjadi sangat penting mengingat PT Pertamina adalah perusahaan yang dibiayai oleh uang negara. Terkait dengan pengawasan dan perbaikan,

Guru Besar Fakultas Ekonomi & Bisnis UGM, Sudrajat Kuncoro mengungkapkan bahwa, BUMN khususnya Pertamina hingga  saat ini pengelolaannya belum profesional dan maksimal untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Seperti diungkap dalam sebuah diskusi publik pada 23 Januari lalu yang bertajuk membongkar perampokan uang negara ditubuh Pertamina yang digelar oleh Reseacher Petromine Watch Indonesia, disinyalir adanya pembengkakan biaya berbau korupsi di tubuh PT Pertamina Persero hingga 25 Triliun pertahun, akibat kebijakan impor minyak yang dilakukan Petral, maka terkait dengan rencana pengadaan teknologi SMP BBM Bersubsidi ini masyarakat perlu memiliki perhatian yang intens semata-mata untuk menghindari kebocoran kembali serta didapatkannya teknologi yang benar-benar tepat dan memberi manfaat.


Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved