Tribun on Focus
Sasana Tinju Sutan Rambing Bangkit Lagi Setelah Chris Jhon Pensiun
Paling hanya orang yang ingin menyalurkan hobi bertinjunya
Penulis: suharno | Editor: agung yulianto
USIANYA telah memasuki angka 64 tahun, namun semangatnya masih seperti anak muda. Kesan enerjik itulah yang ditunjukkan pelatih tinju asal Semarang, Mukhlis Sutan Rambing saat Tribun Jateng berkunjung ke kediamannya, Selasa (7/1/2014).
Antusiasmenya terhadap dunia tinju juga tak surut, meski usainya sudah terbilang tua. Setidaknya, hal itu bisa dilihat dari suasana di rumahnya, Kampung Lasipin, Semarang. Rumah itu dipenuhi peralatan olahraga tinju, antara lain deretan sansak hingga ring berukuran 3 meter kali 3 meter.
Selain sebagai tempat tinggal, Sutan menggunakan rumahnya yang memiliki halaman luas ini untuk sasanan tinju, Temuzin Rambing Boxing Camp.
Di sasana itu, yang sudah berganti nama berkali-kali, mulai dari Sasana Adam, Orang Tua, Tugu Muda, Bank Buana Indonesia, Kuku Bima, Sutan telah tercetak puluhan jawara tinju.
Di ranah Amatir, ada nama Tono Anggono, Ruslan Rambing, Chandra Darusman, Agus Triono, Subandrio dan sebagainya.
Sedangkan para petinju profesional yang digodognya, antara lain Ferdinand, Andrian John (adik Chris Jhon) Sonny Rambing, Chris Jhon dan Roy Mukhlis.
Sonny sempat menjadi juara Asia versi PABA. Sedangkan Roy sempat berpredikat sebagai juara kelas bulu super versi PABA dan WBO Continental, dan bertengger di peringkat 15 WBA dan 7 WBO.
Nama Sasana di rumah Sutan sempat hiruk pikuk dan sering dibicarakan banyak pecinta tinju, utamanya di Semarang, saat menghantarkan Chris John menjadi juara kelas bulu versi WBA, dengan mengalahkan Oscar Leon dari Kolombia pada 2003.
Nama sasana milik Sutan makin moncer, makanaka Chris John mempecundangi Osamu Sato di Tokyo pada 2004. Namun, saat Tribun Jateng mengunjungi sasanan yang membesarkan nama Chris John ini, tak ada hiruk pikuk sejumlah petinju berlatih, layaknya beberapa tahun lalu.
"Jarang sekali yang latihan. Paling hanya orang yang ingin menyalurkan hobi bertinjunya," ujar Sutan kepada Tribun Jateng, Selasa.
Sutan mengatakan, sudah hampir empat tahun ini bisa disebut vakum dari dunia tinju, dan tidak lagi melatih. Pria asal Tondano, Sulawsi Utara ini tak lagi beraktivitas di dunia tinju, setelah putranya yang juga seorang promotor tinju, Temuzin Rambing meninggal dunia.
Meski lama vakum dari dunia adu jotos di atas ring, namun petinju yang terakhir kali berlaga untuk memperkuat Jateng di PON 1976 ini, selalu mengikuti perkembangan dunia tinju di tanah air bahkan mancanegara. Tak terkecuali, alumni sasanya, Chris John.
Dia pun merasa prihatin saat mengetahui Chris John gagal mempertahankan gelar kelas bulu WBA-nya karena dikalahkan petinju Afrika Selatan, Simpiwe Vetyaka. "Memang masanya Chris John memang telah habis," ujarnya.
Di tengah keprihatiannya terhadap kekalahan Chris John dan keputusannya untuk pensiun, ada berkah bagi Sutan. Saat itu, ia mulai berpikir dan semakin prihatin pada nasib dunia tinju profesional di Indonesia, khususnya di Semarang.
Di tengah kegelisahannya itu, ia pun bangkit dan ingin kembali aktif lagi di kancah tinju profesional. Dua petinju yang sempat dididiknya pun, kini semakin intensif dilatih dan akan diorbitikan ke kancah nasional bahkan internasional. "Regenerasi harus dilakukan terus di dunia tinju Indonesia, jika tidak ingin mata rantai tinju di negeri ini terputus,” katanya bersemangat.
Saat ini, lanjutnya, Indonesia masih punya Dauh Jordan. Namun, generasi setelah Cino tidak lagi ada yang siap meneruskannya. “Jika tidak ada pelapis, mau sampai kapan Daud bertanding. Karena itu, saya ingin melahirkan Chris Jhon baru," katanya. (Tribun Jateng cetak/har)