Serahkan Sekarung Receh, Mahasiswa Undip Semarang Demo Tolak Kenaikan Uang Kuliah
Serahkan Sekarung Receh, Mahasiswa Undip Semarang Demo Tolak Kenaikan Uang Kuliah
Penulis: rival al manaf | Editor: iswidodo
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG- Ribuan mahasiswa Undip mengadakan aksi demonstrasi menolak kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Sumbangan Pembangunan Institusi (SPI) di Gedung Rektorat Undip Widya Puraya, Tembalang, Semarang, Selasa (5/4).
Dalam demo yang diikuti seluruh perwakilan fakultas, mereka mencopot atribut organisasi dan menamakan diri Aliansi Undip. Ada tiga tuntutan yang mereka ajukan diantaranya adalah menolak kenaikan dan merevisi UKT, menolak adanya SPI, hingga meminta transparansi dana dari universitas.
Ratih Kertawardani, peserta aksi menjelaskan, kebijakan UKT belum tepat sasaran, namun justru rektorat mewacanakan kenaikan.
“Banyak golongan yang kurang tepat sasaran, misalnya mahasiswa tersebut kurang mampu, namun mendapat golongan yang tinggi. Sebaliknya mahasiswa mampu justru mendapat golongan yang rendah,” kata Ratih kepada Tribun Jateng, kemarin.
Sebagai gambaran. UKT terendah di Undip ada yang senilai Rp 500 ribu per semester, namun tertinggi ada yang hingga Rp 7 juta tiap semester. Oleh karena itu mereka menolak kenaikan UKT dan meminta ada revisi kebijakan tersebut.
“Untuk menentukan besaran golongan kami hanya melampirkan pendapatan orang tua, rekening listrik dan air hingga foto rumah dan kondisi dalam rumah, namun tidak pernah ada verifikasi yang dilakukan kampus untuk melihat langsung kemampuan orangtua,” imbuh Ratih.
Pendemo lain, Nindi Mirvanda menjelaskan, kebijakan SPI sebenarnya sudah dihapus saat muncul sistem Uang Kuliah Tunggal. Namun kini ia mempertanyakan kenapa SPI akan dimunculkan lagi saat UKT masih berjalan.
“Kami pernah audiensi ke Pembantu Rektor, kala itu kami mendapat jawaban bahwa kondisi keuangan Undip sedang defisit, maka kebijakan-kebijakan itu muncul. Nah sekarang kami juga meminta transparansi keuangan dari rektorat, karena salah satu syarat untuk bertransformasi menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH) adalah memiliki kondisi keuangan yang sehat. Lalu bagaimana bisa kita jadi PTN-BH dengan kondisi keuangannya defisit?” kata Nindi Mirvanda.
Mahasiswa serahkan receh
Selama lebih dari satu jam, mahasiswa menyampaikan aspirasinya di Widya Puraya, pihak rektorat tidak kunjung menyambut dan memberikan jawaban. Ribuan mahasiswa semakin geram hingga muncul celetukan-celetukan bernada satir dari mahasiswa yang bergantian berorasi melalui pengeras suara.
“Menjadi PTN-BH biaya kuliah menjadi mahal, copot saja BH-nya!” teriak seorang mahasiswa yang kemudian diikuti ribuan mahasiswa meneriakkan yel-yel copot BH. Mahasiswa lain juga memita Rektor turun jabatan jika memang akhirnya nanti UKT tetap dinaikkan.
Tidak juga mendapat tanggapan, mereka kemudian mendesak akan masuk ke Widya Puraya. Beruntung, sebelum massa merangsek masuk gedung, beberapa perwakilan dari Rektorat muncul, mereka di antaranya adalah Ka Humas Undip Nuswantoro Dwi Warno, Kepala Bagian Keuangan Undip Ratna, Pembantu Dekan III Fakultas Teknik, Asnawi dan beberapa Dekan.
Dalam pemaparannya, mereka menyampaikan sudah menerima aspirasi dari mahasiswa, namun karena mereka bukan pemegang keputusan, aspirasi itu akan disimpan terlebih dahulu utuk kemudian disampaikan kepada Rektor sepulang dari Prancis. Sontak hal itu justru membuat mahasiswa kembali naik pitam.
“Lalu kenapa kalian kemari?” teriak seorang mahasiswa. Ketika beranjak dari lokasi demo beberapa perwakilan dari universitas tersebut kemudian diserbu mahasiswa. Asnawi misalnya mobilnya dihadang kerumunan mahasiswa yang masih meminta penjelasan.
Kabag Humas, Nuswantoro, diminta untuk menerima kumpulan uang receh dari mahasiswa.