Presiden Perintahkan Aparat Tembak Mati Pengedar Narkoba, LBH dan Akademisi Mengecam
Presiden Joko Widodo meminta jajaran penegak hukum di Indonesia bertindak tegas dan mengizinkan menembak pengedar narkoba.
TRIBUNJATENG.COM - Presiden Joko Widodo meminta jajaran penegak hukum di Indonesia bertindak tegas dan mengizinkan menembak pengedar narkoba.
Namun, langkah ini, selain melanggar HAM, juga dinilai tidak efektif mengatasi masalah narkoba di Indonesia.
"Sekarang, Polri, BNN (Badan Narkotika Nasional), betul-betul tegas. Dan saya sampaikan, sudahlah tegasin saja. Terutama, pengedar-pengedar narkoba asing, yang masuk kemudian sedikit melawan, sudah langsung ditembak saja," kata Presiden Jokowi disambut tepuk tangan yang hadir.
Jokowi menyampaikan pernyataan ini dalam penutupan musyarawarah kerja nasional Partai Persatuan Pembangunan Jumat (21/7/2017).
Ia kembali menyampaikan masalah peredaran narkoba di Indonesia, yang menurutnya, sudah sampai di titik darurat sehingga dia menyarankan agar kepolisian dan BNN bisa bertindak lebih tegas.
Pernyataan presiden ini dikecam Direktur LBH Masyarakat, Ricky Gunawan, yang kerap menangani kasus hukum pengedar dan pengguna narkoba.
Ricky menilai, langkah pemerintah, seperti yang diinginkan Presiden Jokowi, tak akan mengatasi masalah peredaran narkoba di Indonesia selain juga sebagai "jalan pintas" dalam penanganan kasus hukum pengedar dan pengguna narkoba.
"Masyarakat kan mungkin tidak tahu betapa kompleks peredaran gelap narkotika, ada orang mengalami ketergantungan narkotika ketika dia disuruh maju untuk mengakui agar tidak dibunuh di tempat, itu hanya menekan (peredaran narkotika) makin ke dalam pasar gelapnya. Bagaimana mungkin kita bisa mengatasi itu kalau mereka makin tersembunyi? Jadi mereka akan memodifikasi cara mereka beroperasi dan cara mereka bekerja, mengedarkan, menggunakan narkotika," kata Ricky.

Juru bicara BNN Sulistiandriatmoko mengatakan, pernyataan presiden ini tidak serta-merta menjadi panduan bagi petugas di lapangan karena menurutnya sudah ada aturan hukum yang jelas.
Sulistiandriatmoko membantah, pernyataan presiden ini akan mengubah aksi memerangi narkoba di Indonesia menjadi seperti Filipina dengan metode Presiden Duterte.
"Tidak bisa disama-samakan dengan negara lain, beda kultur juga kan antara Indonesia dengan Filipina. Tentu, petugas-petugas dari kepolisian dan BNN, mereka juga tidak pernah secara membabibuta menggunakan senjata, walaupun oleh undang-undang diberikan hak untuk menggunakan senjata itu, saya pikir tidak pernah anggota di lapangan, menggunakan senjata secara sewenang-wenang," kata Sulistiandriatmoko.
Meski begitu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian sebelumnya sudah menyatakan, dia mendukung inisiatif yang disampaikan Presiden Jokowi.
"Yang utama, kalau ada warga negara asing yang menjadi bandar narkoba menargetkan Indonesia, selesaikan secara adat. Sudah tahu lah maksudnya di lapangan itu. Ini warning. Dan sudah banyak kita lakukan, dan kita akan terus lakukan kalau mereka masih berani," kata Kapolri pada Minggu (16/7/2017) di Jakarta.
Tim gabungan Direktorat Narkoba Polda Metro Jaya dan Polresta Depok sebelumnya telah menembak mati seorang warga negara asing asal Taiwan dalam kasus pengiriman satu ton sabu dari Taiwan ke Banten menggunakan kapal Wanderlust karena "melawan polisi".
Sementara itu, pengamat hukum Universitas Indonesia Choky Ramadhan justru mempertanyakan efektivitas rencana pemerintah menembak pengedar dalam upaya memberantas narkoba.